Restaurant Rebung Chef Dato Ismail – Terletak di Lorong Maarof Bangsar Kuala Lumpur. Dekorasinya mengikuti standar lama Malaysia. Santapan yang menyajikan masakan tradisional Melayu. Chef Ismail seorang selebritas terkenal. Bersama temannya dr. Sheik Muzaphar, seorang ahli bedah ortopedi Malaysia dan astronot Malaysia pertama, memastikan kuliner yang disajikan otentik negeri Semenanjung ini.
Tentang Budaya Melayu
Melayu sebagai sebuah identitas budaya pernah berjaya di suatu masa. Berdirinya sebuah kerajaan yang berpusat di Pagaruyung (Sumatera Barat sekarang) dianggap salah satu tenggaranya. Setelah kerajaan ini tumbang, Sriwijaya yang berpusat di Palembang melanjutkan tradisi agung Ma-La-YU yang bahkan wilayah kekuasaan politiknya menjalar sampai ke seluruh Asia Tenggara.
Walau kekuasaan politik itu pun akhirnya punah dengan masuknya kolonialisme dan berlanjut dengan terbentuknya negara-negara baru, melayu sebagai identitas budaya tetap lah lekat hingga sekarang.
Cukup mudah mengidentifikasi para penyandang budaya ini yang sekarang hidup negara-negara seperti Malaysia, Indonesia, Singapura, Burma, Brunei, atau Thailand. Melayu lintas negara ini memang tidak persis sama, terjadi perbedaan minor mengikuti geospasi yang ditempati.
Tapi melayu tetap lah melayu, kelompok etnis keturunan orang-orang Austronesia dengan ciri menonjol kulit sawo matang. Kita akan melihat banyak kesamaan budaya yang salah satunya terlihat dalam Masakan Melayu Malaysia. Makanan selalu tentang siapa kita.
Bisa jadi itu salah satu alasan mengapa kalau jalan-jalan di sekitar kawasan ASEAN rasanya tidak terlalu jauh meninggalkan rumah. Contohnya kedekatan kita dengan Malaysia, bukan hanya soal geografis tapi juga soal cara hidup.
Dan jika ingin mencari kesamaan dalam tradisi kemelayuan, gak usah jauh-jauh. Cari lah ke dalam masakan atau ragam kuliner. Karena makanan adalah identitas, akan jadi pendanda yang kuat.
Restaurant Rebung Chef Dato Ismail Sebuah Identitas
Lalu apa yang terjadi jika dua tokoh di Malaysia, chef celebrity Dato Ismail Ahmad dan astronot pertama Malaysia Dr Sheik Muszaphar berkolaborasi? Restaurant Rebung Cheft Dato Ismail, Kak! Tempat semua orang diundang mengeksplorasi keagungan masa lalu dan kini Melayu melalui lidah! Begitu pun Travel Blog ini yang diundang menikmati makan siang penuh suasana melayu dahulu kala.
Kita, tak masalah berapa dekat atau jauh berjalan, selalu membawa referensi dari sebuah tempat yang kita sebut rumah. Maka saat berjalan memasuki Restaurant Rebung Cheft Dato Ismail, refrensi saya adalah rumah-rumah yang pernah saya lihat dan tinggali di Bukittinggi dulu.
Dominasi warna kuning pada cat tembok membangkitkan aura kebangsawanan seperti yang terlihat di Rumah Gadang Minangkabau. Ditingkahi sedikit warna hijau daun dan merah sebagai simbol kemakmuran dan kebahagiaan. Menenggelamkan diri dalam atmosfirnya juga memungkinkan saya menyadari bahwa masa silam tak selalu harus terkubur. Bawa lah ke masa kini dan manfaatkan untuk merangkul kesempatan.
Apa lagi bila ditambahi misi agar kita merasa mempunya akar. Di Resto Rebung Bangsa ini rasa berakar itu hadir lewat lemari kayu tua. Berisi barang pecah belah dan peralatan memasak. Dilengkapi piring dan mangkuk keramik atau porselen bermotif klasik. Muk-muk kaleng yang tergantung di rak persis seperti gaya dapur-dapur kampung.
Mereka berimprovisasi membentuk keharmonisan bersama. Ditambah penataan meja dan makanan. Suasana walimahan melayu terasa pekat.
Video Restoran Rebung Chef Dato Ismail
Tentang Makanan Tradisional Malaysia
Cheft Dato Ismail berasal dari Negeri Sembilan. Pakem masakan melayu yang tersaji di Resto Rebung Bangsar ini memiliki sentuhan dari sana.
Terus penduduk Negeri Sembilan itu banyak sangat keturunan Minangkabau. Terus apa hubungannya? Hahahaha..Secara khusus tak ada! Hanya saat mata merambah meja hidang, menukik satu persatu pada masakan, rasanya tidak seperti berada di restoran tapi seperti sedang menghadiri kenduri keluarga.
Bagaimana tidak? Seluruh hidangan yang tersaji secara prasmanan itu punya rekam jejak di ranah syaraf perasa saya. Tak berlebih jika disebut mereka lah mengawal perkembangan sel-sel tubuh saya. Ada nasi hujan panas yang bak pelangi cantiknya. Nasi lemak berbungkus daun pisang yang padanannya ditemukan pada nasi uduk. Ada terung balado, dendeng daging sapi, gulai kepala ikan, terancam (urap), gulai pakis dan daun singkong, rendang, laksa, dan masih banyak lagi. Bertambah seronok dengan dessert berupa rujak, es kacang merah, kue-kue tradisional seperti pukis, apem, bahkan dodol yang di sini disebut Sago Gula Melaka. Kalau sudah begini benaran deh kamu tidak merasa seperti di Kuala Lumpur tapi di kenduri kerabatmu yang sedang merayakan syukuran di Bukittinggi 🙂
Siput Sedut Masak Lemak – Ingatan Kepada Nenek
Sesaat mengelilingi meja saji Restoran Rebung Chef Ismail, tabir ingatan lagi-lagi membuka ke masa lalu. Ke seorang perempuan tua berbaju kurung dengan selendang selalu terlampir di kepala. Nenek saya yang tiap pagi dan sore selalu duduk di bangku dingklik yang sama di muka tungku dengan api menyala. Singgasananya.
Bagi nenek kebahagiaan sejati seorang wanita adalah ketika mempunyai dapur yang berasap pagi dan petang. Tangannya yang keriput tapi berotot sigap memegang tangkai bambu dari centong pipih dari tempurung kelapa. Seperti tangan lentik penari Serampang Dua Belas, bergerak memutar atau turun-naik, mengacau kuah dalam belanga.
Bau kayu terbakar berbaur dengan aroma gurih dari santan yang menggelegak. Berkali-kali berpendar menyerang penciuman, membuat saya juga berkali-kali bertanya kapan gulai siputnya masak? Ya hari itu, entah untuk keberapa kalinya ia memasak gulai siput yang dipanen dari sawah kami. Hewan yang sebetulnya hama bagi bagi padi, di tangan nenek berubah jadi lauk keluarga yang lezat dan bergizi.
Nah siang itu saya melongo di depan sekuali Siput Sedut Masak Lemak racikan Chef Dato Ismail. Jangan kan menikmati, sudah berpuluh tahun masakan seperti ini luput dari pandangan mata. Tak heran kan yang tersaji dalam kuali di Restoran Rebung itu membuat saya kangen nenek? Ia seolah melompat begitu dari area tak bertuan dari gudang memori saya.
Tapi saya tidak segera mengambil untuk mencoba. Terselip ragu. Tidak yakin cara menikmatinya masih sama seperti yang kami lakukan dulu: Menghisap keras-keras sampai daging siputnya tanggal dan meluncur ke dalam mulut.
Drama Cangkang Siput
Dan sesaat membawanya ke meja makan, ternyata cangkang siput masih keras seperti dulu (ngakak). Saya bingung cara terbaik menikmatinya. Astari Ratnadya yang duduk di sebelah ternyata juga tidak tahu cara lebih elegan selain cara yang diajarkan nenek saya. Sementara minta nasihat pada yang lain juga tak mungkin, di piring mereka tak terlihat siput-siput imut itu.
Akhirnya saya mengalah ….Siput Sedut Masak Lemak itu hanya saya kemut-kemut sejenak bersama cangkangnya untuk kemudian ditepikan. Lumayan terasa aliran gurih mengalir dari dalam. Siapa juga yang tega di tengah keramaian seperti itu membuat bunyi-bunyian dari mulut, ya kan?
Pesan Kenduri Ala Restoran Rebung Chef Dato Ismail
Di atas sudah disinggung bahwa menikmati hidangan Melayu Negeri Sembilan di sini suasananya mirip kenduri. Tersaji secara prasmanan. Hidangan tak hanya diletakan di meja utama tapi juga tersebar juga di teras resto lengkap dengan pondok-pondokan.
Saya dan Astari yang sudah kekenyangan menikmati hidagan utama tak melewatkan kesempatan berkeliling guna mencari tahu lebih banyak. Menambah kenyang perut sekaligus memanjakan mata. Menyenangkan karen tinggal nyomot atau minta dibuatkan sesuatu kepada petugasnya. Di sini menanti aneka soto, es campur, es krim, siomay, dan aneka kue-kue.Benaran deh makanan di sini melekatkan identitas. Makanan bicara tentang siapa kita.
Baca juga Kuliner Khas Minang Samba Lado Pado
Ohya kebanyakan pengunjung di Restoran Rebung adalah rombongan turis. Jadi untuk all you can eat, makanan dibeli secara paket. Sementara untuk kamu yang datang tidak dengan rombongan, welcome juga kok. Tapi sebaiknya reservasi terlebih dahulu takutnya resto penuh.
Chef Dato Ismail Ahmad
Sejujurnya, sebelumnya, saya tidak tahu bahwa Chef Dato Ismail Ahmad adalah persona ngetop di Malaysia. Sekalipun aura dan gerak-gerik orang terkenal terbaca lewat bahasa tubuh, awalnya saya pikir itu hanya sebatas bahwa dia adalah bos di Restoran Rebung ini. Seledik punya selidik, membaca booklet yang disediakan panitia, riset kecil lewat Uncle Google, akhirnya membuat saya melek. Oh dia chef celebity ternyata, bergaul di kalangan atas, dan sudah menyabet berbagai penghargaan untuk keahlian memasak.
Yang menyenangkan bahwa Dato Ismail Ahmad bukan lah selebriti kadut, yang perlu menjaga jarak agar terlihat mentereng. Sebaliknya sebelum menikmati santap siang ia merasa perlu menghampiri meja blogger Indonesia. Dengan wajah penuh senyum, mengucapkan terima kasih sudah datang ke Kuala Lumpur, menyalami, dan menyediakan diri untuk diinterview.
Baca juga Eksplorasi Kuliner Kandangan
Chef Dato Ismail Ahmad membawa kami menghampiri meja prasmanan untuk diterangkan satu persatu mengenai hidangan yang akan dinikmati. Seperti riwayat semua benda di dunia, ada cerita dibalik semua hidangan. Dan pikiran saya berkelana ke tempat-tempat jauh. Ke sawah dan kebun. Ke petani yang memelihara ternak dan sayur. Ke sistem pengiriman ke pasar. Ke dapur dan akhirnya sampai di atas meja seperti yang akan kami nikmati.
Betapa makanan tidak lah sesederhana menyantapnya. Di samping tak hanya memiliki sistem mata rantai yang panjang, makanan telah membentuk kita. Makanan adalah testamen telak tentang siapa kita.
63 comments
Makanan Indonesia dan Malaysia mirip ya buk. Seperti banyak makanan yang kita jumpai di Sumatera.
Karena akar kita sama. Karena garis batas politik beda dengan garis batas budaya 🙂
Membacanya jadi lapar..hihi..yang siput tadi ga bisakah kalau diambil pakai tusuk gigi?tapi ya tetep sih..tangan jadi kotor ga cantik lagi..:) tadi baca judulnya kirain restoran yang menunya aneka olahan rebung aka bambu muda..ternyata bukan ya…:) rebung di sini artinya apa ya?
Hahaha waktu itu malah saya tidak kepikiran untuk minta bantuan tusuk gigi. Heran saya kok tidak kepikiran ya…
Mestinya Waktu itu saya tanya ya Apa alasan di belakang pemberian nama rebung. Nantilah mudah-mudahan ada kesempatan lain akan saya tanyakan. Terima kasih sudah mampir Mbak sapti Nurul Hidayati 🙂
Hihihi siputnya cuma di emut dhuuh . . . kumaha ya, pake palu gadang Uni.
Rancak . . . sabana rancak ni review jadi beneran pengen kesini .
Hahaha masalahnya di sana tidak ada palu Bunda. Kalau ada pasti sudah saya pakai. Bengkel kaliiii…..
Lho kok aku gak lihat popiah basahnya? huhuhuhuhu. Kudu kesana lagi ya kita mbak artinya? hehehe.
Sayang pemilik yang satunya lagi gak ada ya. Next semoga bisa jumpa 🙂
Popiah basah siomay dan soto mie ada di sebelah beranda, Yan. Kita Tadinya juga fokus di dalam saja sampai Sham memberi tahu bahwa di luar juga banyak makanan 🙂
Bundoooo, aaaaah aku masuk di video youtube *terharuuu*
favorit akuu makanan yang ada kuah duriannya itu loh *lupa namanya*.
eh ia dato ismail ini ruamaaaah bangeeet yeeeey.
Ketan kinca durian ya, Tar. Kayak gitu Aku malah tidak coba. Pasti enak soalnya di rumah aku suka bikin untuk buka puasa 🙂
Siput sedut namanya lucu ya mba, di tempatku siput ini namanya siput padi. Kalau dimasak sama rebung disantan diberi bumbu alamak sedap betul mba..
Nama siput padi itu muncul karena mereka hidup di sawah kali ya Mbak. Saya bisa membayangkan enaknya siput ini kalau di gulai dengan rebung 🙂
Benar sekali mba makanan adalah identitas. Dari makanan kita akan tau dari mana orang itu berasal. Jadi penasaran sama siput sedut itu mba, aku jadi pengen masak tutut deh.
Iya Mbak Liswanti. Makanan melekat pada diri seseorang lewat sosialisasi budaya.
Wah masak tutut, Nanti kalau sudah matang undang aku makan ya Hahahaha
Aku jadi pengen tau rasanya Popia itu, dari gambarnya nampak enakkk.
Memang enak sekali Mbak Amel 🙂
Hahaha,,, saya tertawa mbak pas baca mbak Evi nggak bisa makan cangkang siput… Bisanya yang diajarkan oleh nenek ya mbak ya? Tuh kalau aku disitu juga paling-paling sama dengan mbak Evi cara makannya, langsung saja disedut,,,, atau nggk hanya dikulum saja, habis itu baru dibuang cangkangnya,,,, Hehehe
Yah di tempat seperti ini harus jaga image juga sih Mas Anis Hahahaha
bikin ngiler makanannya, klo sunda bilangnya tutut ya mbak klo di Lahat kampungku namanya liling
Beda daerah rupanya nama makanan ini beda ya, Kak Pink. Jangan sepertinya cara memasaknya hampir sama ya
haduuh jadi kepengen deh nyoba popiah basah,
uni aja sampai erbayang enaknya gitu hi.. hi..
di Jakarta belum adakah yang jual ni?
Di Jakarta aku belum pernah lihat Popiah, MM. Mungkin namanya lain. Mungkin juga mirip lumpia basah. Hehehehe…
ternyata negeri seberang kulinernya nggk terlalu jauh sama kita mbak ya.. (:
Kan sama sama penyandang budaya Melayu, Mbak. Negara saja kita yang berbeda 🙂
OMG makanannya kak…pengen cobain siput sedut masak lemaknyaaa…
Kalau diingat-ingat sekarang rasanya saya juga masih sangat pengen, Mbak Dewi ha-ha-ha
katanya satu rumpun,,jdi gk jauh beda pastinya,,
sama-sama enaknya,,
mantaapppp
Memang kalau satu rumpun variasinya nggak bakal begitu jauh. Setuju sangat bahwa masakan Melayu sama seperti masakan Indonesia rasanya top
Wah menggiurkan lidah, nyam nyam
Mareee… Memang begitulah rasa itu dari mata turun ke hati 🙂
Makanannya enak semua ya uni. Bisa makan banyak nih, alias batambuah, hehehe…
Nggak ingat bayar lah pokoknya Pak Alris. Simpan saja dulu di rumah
Makanan tradisional memang salah satu identitas suku bangsa yang harus dipelihara yaaaa mba.. looks yum!
Iya Mbak Indah. Makanan tradisional mempertegas identitas kita sesuatu yang sangat diperlukan ketika dunia sudah begitu mengglobal
Sepertinya menggiurkan sekali makanan2nya Mba, btw saya udah lama mikir2 Pagaruyung tuh kapan berjayanya, ternyata sebelum Sriwijaya ya 😀
Iya kerajaan Pagaruyung mendahului Sriwijaya, Mbak Niana 🙂
Kalau banyak pilihan gitu di depan mata biasanya saya jadi bingung. Semua pengen dicicipi hahaha. Yang siput itu sama dengan keong sawah bukan, Mbak? Kalau di Jawa Barat namanya Tutut. Saya suka banget itu. Tapi cangkangnya kelihatannya agak berbeda. 😀
Sama aku juga seperti itu Mbak Myr, bingung kalau terlalu banyak pilihan. Sepertinya siput di sini beda dengan Tutut deh. Kalau Tutut kulit cangkangnya agak gelap bukan? Mereka hidup di kali. Kalau siput sawah ini kulit cangkangnya lebih terang
Eh itu kerang kayak tutut gitu yaa di bumbu kuah kuning !!!! aku doyan banget yg itu
Sama Kak Cuma aku juga doyan. Cuman waktu makan di resto ini aku harus jaga imej, coba Makanya kalau di rumah habis dah tuh 3 mangkok hahaha
Popiah basah .. ehmmm sedap banget kayaknya tu mbak
Iya semua makanan di sini sedap, Mas Ahmad 🙂
Popiah basahnya menggoda Mbaaaaa 😀 aduuuuuh :3
Mareee Feb….:)
popiah basahnya itu yang bikin ngiler mbak
Iya kebetulan popiah basah nya juga enak, Mas 🙂
Itu makanan kok enak semuaaaaahhh…. ada siput juga ya di sana, jadi teringat masa kecil saya di Jombang 🙂
Iya Pak Azzet. Sepertinya masa kecil kita sama akrab dengan masakan siput 🙂
Benar banget tuh kalau makanan adalah indentitas. Kalau makan makanan mahal beratu dompetnya lagi tebal. Itu yang popiah itu beneran keliatan enaknya.
Jangankan antar negara kak, Melayu yang di Bengkalis n di Rokan Hilir aja bisa beda. hehehe…
Kalo di Indonesia brarti Dato Ismail tuh ibaratnya Farah Quinn lah ya.. hehehehe…
Siputnya hampir mirip sama yang di Bengkalis tuh… enaakk..
Iya adat Melayu mengalami diversifikasi yang sangat beragam. Tergantung tempat dan mungkin juga iklim. Mungkin Dato Ismail kadarnya adalah Farah Quinn kalau di Indonesia. Sama-sama selebritis dalam hal masak-memasak 🙂
Masakan Melayu tuh sedap-sedap juga. Cuman belum coba Siput Lemak nenek. Haha. Seru kayak tutut kalau di Sunda mah. Jadi pengen ke KL, Melaka atau Penang buat kulineran deh Bu
Yuk Kang, kapan-kapan kita hunting kuliner Melayu di negeri seberang 🙂
Makanannya bikin ngiler banget! Belum pernah ngulik banget sih kuliner Malaysia. Jadi penasaran buat bandingin cita rasanya sama kuliner Sumatera.
Kalau kuliner Melayu nya kurang lebih sama lah dengan kuliner Sumatera Melayu. Sama-sama padat bumbu dan berunsur santan, Mbak Nidy
Kalau sama Malaysia, bisa dibilang hampir sama kayak Indonesia sih. Soalnya kita juga Melayu, makanannya banyak yang sama, cuma namanya aja yang beda hehe.
Di Bandung juga banyak yang jual siput keliling, namanya tutut, tapi saya sama sekali nggak pernah cobain hahaha. Makan kerang pun jarang banget, hampir nggak pernah.
Kenapa tidak suka kerang atau Tutut ya Mas Nugie?
Makannya ribet, mbak. Hehehe, aku ini orangnya agak pemalas dan suka yang praktis 😀
Benar banget makan kerang itu butuh kesabaran 🙂
Ya Allah, sungguh tega… itu siputnya manggil2 mbak.. huhuhuhuh….
Betul banget siputnya manggil-manggil minta dilahap. Sayangnya cangkangnya keras Jadi butuh perjuangan untuk memecah sebelum isinya dapat disantap
Saking banyaknya pilihan…aku pasti cuma milih satu ajaa… btw, mbak evi, kapan nraktir kita ? hehehe
Kapan ya neraktir nya? Nantilah atau tunggulah sampai ada sponsor Mbak Vika