Perkawinan Adat Dayak Ma’anyan Bagunung Perak – Salah satu keistimewaan dalam mengikuti Adaro Blogcamp kemarin adalah kesempatan melihat upacara adat perkawinan langka dari Suku Dayak Ma’anyan di Desa Warukin, Kecamatan Tanta, Kabupaten Tabalong – Kalimantan Selatan. Saya sebut langka karena upacara perkawinan Bagunung Perak 20017 ini diadakan lagi sejak tahun 1970. Disamping yang berhak membuat perkawinan seperti ini pun hanya kaum bangsawan atau keturunan raja. Jadi tidak sembarang orang dapat melakukan upacara perkawinan ini.
Hari itu tanggal 8 April 2017 saya merasa sangat beruntung. Bagaimana tidak, setelah 47 tahun, masuk sebagai salah satu saksi mata dalam pengangkatan kembali adat budaya unik sebagai salah satu aset wisata Tabalong. Pun kegiatan yang masuk dalam memeriahkan Tabalong Ethnic Festival tentu saja disambut antusias masayarakat. Acaranya berlangsung di halaman Balai Adat Desa Warukin.
Pernikahan Adat Dayak
Diantara keunikan adat Dayak di Kalimantan Selatan, upacara Bagunung Perak, Dayak Maanyan memang istimewa. Seluruh ritual bisa memakan waktu sampai 4 bulan. Dimulai dari tahap ngantane (lamaran), tahap adu pamupuh (pertunangan), dan tahap piadu (perkawinan).
Yang saya saksikan ini hanya sebagian kecil. Dan itu pun bukan perkawinan sungguhan. Ini hanya gelar budaya yang jadi bagian dari Tabalong Ethnic Festival yang bisa dibaca di sini.
Jadi seperti halnya ritual perkawinan berbasis masyarakat patrilineal, pihak lelaki yang memulai mendatangi rumah perempuan. Mereka memegang peran sejak melamar, upacara adat sampai nanti istri diboyong ke rumah sendiri.
Dengan membawa berbagai hadiah, pengantin lelaki diiringi Balian (ahli spiritual dan pengobatan), anggota keluarga, dan penari, berjalan memasuki Balai Adat Warukin. Para penari menggemerincingkan gelang logam di pergelangan, memainkan selendang di pinggang, sambil terus berjalan. Di beranda rumah menyambut seperangkat alat musik yang dimainkan penuh semangat.
Pengantin pria berusia 15 tahun ini tidak bisa langsung masuk atau duduk di pelaminan. Di muka pintu sudah terpasang pagar yang terbuat dari rentang benang dan daun tebu. Dengan bahasa Dayak Warukin, Balian yakni ahli adat dan spiritual Dayak meminta izin lebih dulu untuk memasuki tempat upacara.
Kedua belah pihak melakukan pepatah petitih seperti halnya perkawinan suku masyarakat Minangkabau. Pihak pertama menguraikan maksuk, pihak tuan rumah memahami maksud tersebut. Mereka menerima dengan mengajukan beberapa syarat. Balian juga merapalkan mantra-mantra yang dilengkapi persembahan.
Video Adat Perkawinan Dayak Maanyan Warukin
Dan pagar pun dibuka melalui simbolisasi pengguntingan benang oleh Bupati Tabalong H Anang Syakhfiani.
Musik dan tarian terus mengiringi sampai sang mempelai pria duduk di atas pelaminan. Menerut literatur mestinya mempelai duduk di atas gong perak. Mungkin karena ini hanya gelar budaya, menghadirkan gong berbahan perak mungkin terlalu mahal, pengantin hanya duduk di atas bantal.
Tapi itu belum selesai karena masih ada beberapa ritual lagi yang harus ia lakoni. Ketua adat, tetua, dan hadirin diajak meminum arak sebagai tanda suka cita. Saat seperti ini disebut sebagai pengujian kesabaran yang dalam upacara adat Bagunung Perak diisi oleh sambutan-sambutan dan sedikit ritual yang berbau permainan.
Keunikan Ritual Perkawinan Adat Dayak Maanyan
Setidaknya lewat kaca mata saya, Bagunung Perak Perkawinan Adat Dayak Maanya Warukin ini punya unsur humoris.
Ceritanya dua orang penari masuk ke dalam kerumunan pengunjung. Mereka berkeliling. Lalu dengan selendang mereka akan menangkap sepasang remaja kemudian diseret ke atas panggung.
Mereka yang terpilih tidak boleh menolak ataupun memutuskan tali yang diikat di leher. Sebab kalau itu terjadi mereka akan dikenakan denda.
Nah Di atas panggung Balian akan bertanya apakah ini mereka pengantinnya? Kalau jawabannya Iya saat itu mereka akan langsung dinikahkan. Tapi kalau tidak mereka akan dikembalikan kepada orang tua masing-masing dengan dibekali ongkos pulang.
Seru kan?
Acara menangkap “pengantin salah” tersebut berlangsung meriah. Yang tertangkap tentu saja merasa terkejut dan kegugupan mereka di atas panggung jadi hiburan tersendiri bagi saya dan penonton. Untung langsung menjawab ” tidak” sehingga dikembalikan dengan disertai pemberian selembar amplop berisi ongkos pulang.
Baca juga :
Pentingnya Manik-Manik Bagi Suku Dayak
Mengenal Tradisi Suku Sasak di Dusun Ende Lombok
Kemudian setelah diselingi oleh tari-tarian lagi akhirnya pengantin pria naik ke atas rumah untuk menjemput impian jiwanya. Mereka berjalan turun menuju pelaminan, beriringan dengan kerabat dan masing-masing menggengam sehelai selendang yang terikat kepada pengiring. Mungkin ini adalah simbol bahwa mereka diiringi memasuki kehidupan baru disertai doa dan restu oleh segenap keluarga. Sekalipun mereka sudah membentuk keluarga baru, ikatan terhadap keluarga besar tetap terjalin erat.
Di atas panggung barulah kemudian pernikahan di resmikan oleh Balian. Kembali mereka merapal mantra, berpesan dan memberi nasihat kepada sang mempelai dalam bahasa Dayak Warukin.
Berbagai Tarian Dayak Maanyan
Cukup banyak tarian yang disuguhkan dalam ritual perkawinan adat tradisional Dayak ini. Menarik karena selain diringi suara gendang, gelang-gelang besi yang mereka gunakan di pangkal lengan berfungsi juga sebagai musik. Kerincingannya mengikuti gerakan tangan dan langkah kaki membuat saya pun ingin melakukannya. Tapi cuma dalam pikiran…..
Semoga acara seperti ini terus di hidupkan. Tidak hanya di Tabalong tapi di seluruh Indonesia. Seperti harapan pemerintah daerah yang diwakili Bapati Anang Syakhfiani yang berharap budaya Dayak Ma’anyan yang dipusatkan di Balai Adat Desa Warukin tetap terjaga. Semoga warga Dayak Ma’anyan dapat melaksanakanya setiap tahun. Karena itu sangat berdampak tak hanya pada pelestarian tapi juga bisa mereka kesatuan dan kekompakkan diantara meraka.
27 comments
Kukira tante Evi sedang menyaksikan pernikahan beneran dengan pengantin pria masih 15 tahun. Syok. Ternyata hanya peragaan di Festival Tabalong hahaha. Menarik juga acaranya, berupaya mengingatkan generasi muda akan kekayaan budaya dan adat pernikahan di sukunya. Semoga tahun depan terus digiatkan agar suku-suku lain di Indonesia ikut tergerak hatinya untuk turut melestarikan adatnya masing-masing yang nyaris punah. 🙂
Awalnya aku juga Sok karena mengira pengantin laki-laki yang berumur 15 tahun dan perempuan berumur 17 tahun itu sebagai perkawinan sungguhan. Malah ada yang nyeletuk, kalian jangan lupa sekolah ya. Untunglah ini hanya gelar budaya.
Tapi Sesungguhnya orang Dayak terutama yang masih tinggal dalam komunitas seperti rumah panjang memang banyak yang menikah muda 🙂
gerakan tariannya enerjik, pasti meriah ditambah suara gemerincing gelang-gelang di tangan.
Iya mereka menari sambil memainkan musik di tangan, Mbak Rahma. Gerakan kaki dan tangan mereka sama lincahnya 🙂
upacara yang memakan waktu lama sekali hehe
tak kira cuma sehari dua hari, sampai 4 bulan? wow! butuh dana banyak banget ya mbak?
Upacara ini untuk kalangan bangsawan Jadi segala sesuatu dilakukan dengan sempurna. Maka tak heran memakan waktu cukup lama dan biaya cukup besar. Itulah mungkin Mengapa upacara bagunung perak sekarang jarang dilakukan oleh orang Dayak warukin 🙂
Bahasannya asik ni, acaranya seru banget, masih pengen liat tari tariannya yg keren
Mudah-mudahan tahun depan kita bisa melihat lagi, Ni Rai. Amin
waaa infonya menarik 😀
kalo aku ditangkep selendang hijau bareng sama raisa aku bilang aja iya ah *eh
Hahaha Tapi harus dengan persetujuan berdua. Kalau Raisa nya bilang tidak ya tetap tidak bisa dilakukan. Jadi make sure dulu Raisa harus bilang yes!
pakaian pengantinnya memang aslinya begitukah?
terasa ada unsur Melayu dengan kembang goyang di sanggul pengantin
Mungkin karena sudah bercampur dengan suku Banjar, MM, jadi pakaian pengantin mereka menyesuaikan asimilasi tersebut 🙂
Ah kalau menyaksikan pernikahan adat seperti ini emang sangat seru banget Tante. Kalau di Lampung ada juga yg seperti ini..
Itu penari nya cantik-cantik Tante..
Pernikahan adat selalu meriah dengan busana-busana yang ngejreng dan berkilau. Gambaran dari bumi khatulistiwa, dua musim yang selalu penuh warna
Suku Dayak sebenarnya beragama apa ya, mbak ?
Saat ini banyak dari mereka yang beragama Kristen, Islam maupun Kahariangan, agama nenek moyang mereka
Ealah. Pengantinnya masih muda ya, Mbak. Kirain udah umur 20an gitu.
Btw, makasih ya mbak ulasannya. Bena suka deh sama adat istiadat kayak gini. Dari perkawinan sampe telusuknya. Jaman sekarang jarang soalnya yg mau ngerayain pesta perkawinan dengan adat. Hft.
Perkawinan adat seperti ini memang selain ribet juga membutuhkan biaya yang besar, Ben. Makanya orang sekarang lebih cenderung menggunakan Adat perkawinan modern ketimbang yang tradisional. Untungnya upacara perkawinan tradisional seperti ini tidak harus punah, karena bisa diadakan dalam festival atau event-event yang sifatnya sesekali. Lumayan untuk mengingatkan generasi muda
ahahah pengantinnya muda…. untung cuma peragaan Mbak…..
Btw pake janur juga ya dayak…. tak pikir cuma di Jawa aja…
Iya penggunaan janur mengingatkan kita pada Adat perkawinan Jawa dan Sunda.
Waaah, unik dan beneran langka ya Kak acara adat ini. Btw, kita sama, pengen gerak kalo ada musik, tapi hanya di pikiran. Hahaha
Tozzz kalau gitu, Kak. Soalnya kalau mau joget-joget beneran malu hahahaha
Kirain penontonnya yg jadi mempelainya.. hehehe…
Permainan yang cukup menarik juga, upacara tradisional tapi interaktif 🙂
Kaaakkk, itu kok pengantinnya masih brondong kayak SMA? 🙁
Duh, rangkaiannya sampai 4 bulan, ada bagusnya sih. Kalau mau cerai dan nikah lagi, bakal mikir 2 kali hahaha. Dua orang remaha yang tercyduk itu nggak saling kenal ya mbak? Apa jadinya ya kalau mereka iseng bilang “iya” hehehe
Iya upacara yang sebenarnya bisa memakan waktu 4 bulan. Mungkin juga kesulitan ini ditambah biaya yang digunakan serta orang-orang yang terlibat, bisa menghalangi laju angka perceraian. Bayangkan Ya sudah upacara menikahnya begitu sulit Sayang kalau harus bubar begitu saja
betul betul betul, hahaha