Walimatul Hamli – Pesta Kegembiraan Menyambut sang Jabang Bayi Usia Kandungan 4 bulan
Bukan tanpa sebab Tuhan meletakan anak tepat di jantung hati para orang tua. Tempat dimana kehidupan bermula dan berakhir itu dipenuhi energi cinta. Karena Zigot yang kemudian berkembang jadi makluk tak berdaya membutuhkan banyak pengorbanan tanpa syarat sampai dia lahir lalu meneruskan kehidupan.
Maka kesukacitaan bakal memperoleh anak dirayakan oleh berbagai upacara. Tergantung bangsa, suku, etnis, agama atau kepercayaan yang dianut orang tua. Yang jelas maksud dari tiap upacara itu selain ujud dari rasa syukur juga minta keselamatan kepada Sang Pencipta agar anak yang akan lahir kelak memenuhi harapan mereka.
Baca juga  Prosesi Aqiqah di Minangkabau
Salah satu upacara itu adalah Walimatul Hamli atau tingkepan dalam bahasa Jawa. Arti walimatul hamli adalah selamatan untuk wanita hamil. Kendurian atau syukuran saat kehamilan ibu masuk bukan ke-4 atau ke-7 dengan mengundang kerabat serta handai tolan untuk sama-sama bersyukur. Upacara berlatar agama Islam yang berakar pada Sunah Rasul, Nabi Besar Muhammad SAW ini, dari sisi agama tidak wajib sebetulnya. Namun dari sisi budaya ada semacam kelegaan jika keluarga mampu menyelenggarakan, terutama pada kehamilan pertama anak mereka.
Berbagai Ritual Kehamilan di Indonesia
Upacara ritual ibu hamil di selanggarakan di berbagai daerah di Indonesia. Seperti Mappanre to-mangideng pada Suku Bugis. Pada saat menginjak kehamilan satu bulan, keluarga akan melakukan ritual menyuapi sang ibu yang disebut sebagai mappanre to-mangideng. Yang disuapkan adalah makanan kesukaan calon ibu dan juga makanan sehat. Dengan upacara mappanre to-mangideng diharapkan ibu hamil akan senang dan bahagia. Sehingga bulan-bulan kehamilan dilalui dengan nyaman. Doa-doa juga dilontarkan agar ibu dan bayi selalu sehat, tidak ngidam sesuatu yang sulit didapatkan keluarga. Sebab mengidam yang tak mungkin dikabulkan akan membawa ketidak bahagiaan bagi sang ibu yang tentu juga berdampak paga bayi. Ini lah alasan dibelakang mengapa di bulan pertama kehamilan ibu hamil ibu-ibu pada suku Bugis langsung diberikan upacara ini. Menyenangkan mereka dengan doa dan suguhan makanan kesukaan mereka.
Begitu pun upaca Mangirdak pada Suku Batak, kurang lebih sama  seperti upacara tujuh bulanan suku Jawa. Di mana saat kehamilan tujuh bulan dibuatkan prosesi di rumah keluarga pihak wanita. Ibu sang wanitalah membuatkan makanan kesukaan anaknya. Seperti rendang di Minangkabau, ikan mas arsik sebagai “panglima menu” harus hadir dalam upcara Mangirdak ini.
Baca juga   Masak di Rumah Adat Lonthoir
Sang ibu akan menyuapi anaknya langsung sembari didoakan segala yang baik dan bermanfaat untuk kehamilannya. Dalam tradisi kehamilan ini pihak keluarga akan diundang dan orang-orang tuanya akan memberikan wejangan kepada ibu hamil bagaimana merawat kandungannya serta doa supaya ibu dan anak selamat ketika saat melahirkan tiba.
Bukan hanya Suku Bugis dan Batak, Suku Minangkabau, Aceh dan Dayak juga memiliki ritual kehamilan. Upacara intinya adalah kegembiraan menyambut anggota keluarga baru dengan syukuran berupa doa dan makan-makan.
Ritual Walimatul Hamli 4 Bulan
Di Jawa, upacara usia kehamilan empat bulan disebut dengan mapati. Istilah ini diambil dari Bahasa Jawa papat yang berarti empat. Sedangkan untuk upacara selamatan tujuh bulanan disebut mituni atau sering diucapkan mitoni. Asal katanya adalah pitu yang berarti tujuh.
Walimatul Hamli 4 bulan untuk keponakan saya kemarin diselenggarakan bersama kelompok pengajian ibu-ibu. Dibuka dengan pembacaan doa oleh guru mengaji. Lalu dilanjutkan dengan pembacaan surat Yusuf oleh ibu si calon bayi. Seperti teman-teman ketahui, dalam agama Islam, Yusuf adalah seorang Nabi yang sangat rupawan disertai pribadi yang agung. Kemampuannya menafsir mimpi dan kepandaiannya dalam berdiplomasi diharap ikut menurun kepada anak yang sedang di kandung ibu. Itu lah sebab mengapa dalam tiap upacara kehamilan 4 atau 7 bulanan surat Yusuf selalu dikumandangkan.
Usai pembacaan Al Quran, diikuti salawat Nabi. Saya sampai bergidik mengikutinya. Setelahnya kelompok Rebana Ketimpring memainkan lagu padang pasir yang meriah. Saat musik berkumandang itu si calon ibu berkeliling menyalami tamu. Salain mengucapkan terima kasih atas kehadiran mereka juga menerima ucapan selamat karena sebentar lagi akan jadi ibu. Di belakangnya mengiringi seseorang sambil menyemprotkan parfum kepada baju tiap tamu. Seketika ruangan berubah jadi semerbak. Diharapkan anak yang akan lahir berbudi, dicintai banyak orang karena kehadirannya menyenangkan.
Acara kemudian ditutup dengan wejangan dari guru ngaji seputar pendidikan anak. Bagaimana nama dan kata-kata yang kita ucapkan kepada anak adalah semacam doa. Maka beri mereka nama-nama yang baik dan panggil mereka dengan yang baik juga.
Group Rebana Ketimpring
Makanan dalam Walimatul Hamli
Rujak tentu saja hadir. Berbeda dengan rujak biasa, rujak walimatul hamli buahnya diserut seperti untuk salad. Baru kemudian dituang bumbu berupa cabe dan gula merah. Ada kepercayaan kalau rujaknya kurang pedas, kelak akan lahir anak perempuan. Tapi kalau sebaliknya yang akan lahir laki-laki. Padahal sih menurut saya, itu hanya perkara banyak atau sedikitnya cabe. Atau daya tahan lidah si pembuat 🙂
Seperti halnya syukuran dimanapun, nasi kuning tak ketinggalan, bertabur kalapa gongseng, bawang goreng dan gula. Begitu pun untuk dinikmati bersama tersedia pula tumpeng nasi kuning dan lauk pauknya. Karena keponakan saya berdarah Jawa-Minang sementara suaminya Sunda, jadi deh walimatul hamlinya dalam selera Nusantara. Itu berarti masakan pedas seperti rendang dan masakan manis seperti ayam kecap tersedia 🙂
34 comments
Wkt aku bikin acara syukuran ky gini, ibu2 pengajian nya ga ada yg bawa rebana ky gini, pdhl aku pengen ada rebana nya tp drmh ku ga ada yg pk itu huhuhu. Kynya seru aja gt yah Mba klo ada rebana nya, jd tambah meriah hehehehhehe
Iya Mbak Yeye, acaranya jadi tambah seru pakai musik dan lagu padang pasir hehehe..
Kalau nggak baca artikel ini, mungkin saya masih berpikir antara tingkepan dan walimatul hamli itu beda Mbak, haha..
Hehehe..Yang satu bahasa arab dan satunya lagi bahasa jawa. Beda disitu saja kok, Mas Hakim…
sewaktu di bandung aku sering juga menghadiri syukuran 4 atau 7 bulanan.. acaranya seperti yang uni paparkan di atas, cukup meriah.. sedangkan di kampung kita boleh dibilang gak ada acara semacam itu ya uni.. nanti saat bayi sudah lahir saja, acara turun mandi.
Iya May orang kampung kita praktis banget ya…Padahal kalau baca literatur dahulu ada lho acara nujuh bulan. Itu yang pakai mengguling-gulingkan telur bebek ke dalam minyak, yang maksudnya agar kelahiran nanti lancar. Tapi seumur hidup aku emang gak pernah menyaksikan langsung..:)
Saya pernah dengar kalau di kampung kita ada tradisi “mambubua” (lebih kurang begitu namanya). Yakni tradisi memasakkan bubur labu untuk anggota keluarga yang sedang hamil. Saya tidak tahu persis seperti apa acaranya, sebab kami belum pernah mengalaminya. Maklum, kelamaan tinggal di rantau, hehe…
Apakah Bundo atau Uni pernah mendengar soal tradisi ini?
Sekarang ingat, memang pernah mendengar soal tradisi mambubua, Nyiak..Tapi hilang timbul juga sih karena tak pernah melihatnya langsung. Kayaknya pernah baca di majalah wanita
wah… baru tahu tentang acara seperti ini. terima kasih mba atas sharingnya.
Wah aku juga senang bisa sharing dan nambah pengetahuan kalau gitu Mas Ryan. Makasih kembali ya..
ha ha.. seru juga itu, si pedas ketemu si manis.
BTW aku belum pernah melihat musik rebana langsung lho Mbak Evi..
Betul Mbak Dani, lidah kami jadi menyesuaikan diri pada rasa nano-nano. Semoga kelak ada arakan penganten sunat betawi berjumpa dengan dirimu. Karena biasanya mereka diarak dengan rebana ketimpring ini..
Dari semua proses acara seperti ini, saya hanya bisa menyimpulkan secara sederhana. Dengan kita melakukan shodaqoh maka kita akan diberikan kelancaran dan kemudahan serta keselamatam. Adapun pernak-pernik didalamnya memuat syiar pembelajaran yang diambil dari kebiaasaan masyarakat dan sunah seperti penyemprotan dengan minyak wangi.
Tapi,,,,,, kenapa jadi kangen dengan rujaknya ya Mba. Ha,,,, ha,,, ha,,,,,
Salam wisata
Shadaqoh bukan lah harta yang pergi begitu saja ya Pak Indra. Tapi ibarat menanam padi. Benihnya yang sedikit akan memanen hasil yang lebih besar..
Ngomong2 nanti siang silahkan dinikmati rujaknya Pak Indra, biar hilang kangennya..
semoga anak yang dikandung kelak bisa lahir sehat…dan bahagia selamanya, serta berguna bagi agama dan kedua orang tuanya….salam 🙂
Amin. Terima kasih atas doanya Pak Hari 🙂
saya juga sepakat mbak. Pedas atau ga pedas itu tergantung jumlah cabe dan selera yang menikmatinya saja
Kalau cabe sedang mahal, ada kemungkinan anak yang akan lahir cewek ya, Mbak Nanik 🙂
acaranya meriah ya bu …
menu makanannya juga lengkap, ada pedas dan manis … 😀
semoga sang keponakan kehamilannya bisa lancar sampai melahirkan …
Acara ibu-ibu memang selalu meriah, Mas Hindri. Maklum mulutnya banyak hehehe..Amin. Terima kasih atas doanya 🙂
pengucapan syukur mengawal kehamilan, dan betapa sejak dalam kandungan buah hati dibuai lafal doa ya Uni Evi, semoga kehamilan hingga persalinannya lancar. Salam
Iya betul Mbak Prih. Menggantungkan harapan terbaik kepada sang pencipta. Amin. Makasih doanya, Mbak 🙂
Jadi menunya komplit ya mbak, dari yang pedes sampe manis, ada semua 😀
Selamat buat kehamilan keponakannya ya mbak Evi 🙂
Bhineka tunggal ika, Jeng Lis. Amin. Makasih doanya 🙂
acaranya lengkap ya bun, kalau saya biasanya hanya pengajian biasa saja. Smeoga lancar ya kehamilannya sampai melahirkan nanti
Kayaknya ibu-ibu ini emang niat banget agar acaranya berlangsung seru tapi khusuk, Mbak Lid…:)
di kampungku sana namanya mitoni mbak, ada rujak dan ketan kuningnya juga 😛
Sepertinya walimatul hamli ini emang banyak mengambil tata laku dari mitoni atau tingkepan dalam bahasa Jawa itu, Mbak El 🙂
semoga kehamilannya sehat selamat dan bahagia ya 🙂
Amin. Terima kasih Mbak Ndutyke 🙂
Jadi inget waktu saya selamatan 7 bulan pas hamil Risa dulu, mbak…
Kalo dipikir-pikir rasanya waktu cepet sekali berlalu.
Dulu, saya menggunakan adat Jawa, alasannya sederhana, karena kami tinggal di kota Malang yang kental sekali dengan budaya Jawa 😀
Ibarat peribahasa dimana bumi dipijak disana langit di junjung ya, Mbak Irma. Tinggal di pulau Jawa, sedikit banyak adat jawa lah yg dipakai 🙂
Aku juga penasaran dengan makna menyemprot parfum.
btw biasanya yg suka pedes kan ce yaaa, kok ini kebalik yeee, kalo pedes maka anak nya co ??? Hehe
Mungkin karena wewangian membawa unsur positif Mas Cum. Jadi menyemprotkan wewangian pada yang hadir, semangat positif di sana akan terus menetap pada sang anak 🙂