Nasi kuning salah satu varian dari sekian banyak menu nasi. Kegunaannya penting dalam kehidupan masyarakat. Digunakan sejak sarapan sampai upacara keagamaan. Jadi mari mengenal nasi kuning termasuk sejarah nasi kuning.
Selain nasi putih kita juga mengenal nasi uduk, nasi ulam, nasi goreng dan lain-lain. Berbeda dari temannya dimana dibutuhkan sedikit pengetahuan untuk mengenal mereka, nasi kuning sangat mudah diidentifikasi. Nama yang disandangnya sesuai penampilan fisiknya: Kuning.
Warna kuning berasal dari kunyit. Diparut dan dimasak bersama santan dan rempah-rempah. Dulu saya mengira bahwa bumbu untuk memasak nasi kuning sama dengan nasi uduk. Selain santan ada serai dan daun salam yang perlu ditambahkan ke dalamnya.
Belakang lebih bijak dan mau memperhatikan resep secara cermat. Terbuka deh kebodohan sendiri. Dalam nasi kuning ada daun pandan dan daun jeruk purut. Sementara dalam nasi uduk ada lengkuas, cengkeh dan bunga pala.
Perbedaan bumbu kuliner nasi kuning dan nasi uduk cukup mencolok. Pantasan nasi kuning dan nasi uduk yang saya buat rasanya sama. Sama-sama tak enak!
Sejarah dan Sebaran Geografisnya.
Jika ada yang mengklaim nasi kuning kuliner Indonesia asli cabutlah pernyataan itu sekarang saudara-saudara. Memang tumpeng berbahan nasi kuning sudah digunakan nenek moyang kita sejak berabad lampau dalam berbagai upacara. Tapi ternyata banyak pula suku bangsa di Asia Tenggara yang memasukan nasi kuning dalam ritual budaya mereka.
Sejarah nasi kuning bisa kita telusuri ke negeri tetangga seperti Malaysia dan Brunei.
Suku melayu di Selangor, Sabah dan Serawak dulu menggunakan nasi kuning sebagai persembahan di kuil-kuil.
Begitupun Brunei selalu menggunakan nasi kuning dalam upacara budaya seperti makan bersama. Seperti yang dilakukan kala memperingati hari ulang tahun kerajaan maupun raja.
Baca juga Kuliner Malang: Nasi Buk Madura
Budaya nasi kuning paling terkenal di Indonesia memang kita temui dalam nasi tumpeng. Seperti dimanapun di Negara-negara Asia Tenggara, makna simbolik yang dikandungnya sama yakni Persembahan. Mempersembahkan sesuatu sebagai wujud dari rasa syukur kepada Sang Pemberi.
Makanya tumpengan digunakan dalam peristiwa bernuansa kegembiraan seperti kelahiran, perkawinan dan ulang tahun. Tak ketinggalan syukuran-syukuran lain seperti menempati rumah baru, naik jabatan, dapat rejeki lebih, sembuh dari sakit dan sebagainya.
Nasi Kuning Dalam Tradisi Minangkabau
Begitupun di Minangkabau, Nasi Kuning masuk ke dalam makanan adat. Tepatnya kudapan adat. Bahanya bukan beras cerai atau beras untuk nasi umumnya melainkan beras pulut atau ketan. Tapi kedudukannya setara dengan Singgang Ayam dan Rendang. Kalau Singgan Ayam dan Rendang jadi kepala jamba (hidangan) dalam kategori lauk, nasi kuning kepala jamba ketegori kudapan.
Dalam upacara perkawinan, saat pemuka adat dan ninik mamak berkumpul, mereka akan bertukar kata dalam Persembahan (Pasambahan), suatu dialog yang mengunakan petatah-petitih. Isinya tata nasihat berumah tangga, kehidupan, adat dan agama. Setelah usai baru dikeluarkan hidangan pembuka berupa ketan kuning ditemani pinyaram dan pisang. Tak lama disusul hidangan utama berupa nasi beserta kerabatnya.
Begitu pun dalam upacara pengangkatan Datuk (pemimpin adat). Datuk baru yang baru dilantik diarak keliling kampung untuk memperkenalkannya pada masyarakat bahwa kaum (suku) tertentu sudah punya pemimpin baru. Dalam iring-iringan ini penghulu dari kampung lain berbaris di depan datuk baru. Dibelakang diikuti ibu-ibu yang menjunjung beban di kepala. Beban itu berisi makanan yang salah satunya adalah ketan kuning tadi.
Tak hanya suku Minangkabau. Suku Aceh yang mengkhitankan anak tak luput dari kehadiran nasi kuning. Selain untuk dimakan bersama, dukun yang melaksanakan khitanan pulangnya akan dilepas oleh beras putih dan nasi kuning.
Bagaimana kisah nasi kuning di tempatmu kawan?
Salam,