Biralle Punu’ adalah bahasa Makassar untuk menyebut jagung pulut atau jagung ketan. Kalau di makan jagung berwarna putih susu ini rasanya memang legit seperti uli ketan.
Biralle Punu’ dan bumbu rujak pelengkapnya
Ini adalah kunjungan pertama ke kota Makassar. Sahabat kami yang asli orang Makassar dan memandu selama berada di kota ini sebelumnya mengatakan bahwa jika sedang diet atau tak ingin badan bertambah lebar sebaiknya tak melakukan perjalanan ke Makassar. Bagaimana tidak? Dalam kota yang dulu disebut Ujung Pandang ini terlalu banyak penggoda peruntuh iman. Dan sambil terkekeh peringatan itu ia ulang lagi saat membawa kami singgah di warung biralle punu’ atau jagung pulut makassar rebus. Maklum makan malam baru saja usai lah kok mau makan lagi? Namun peduli berat badan adalah satu soal dan mengayomi rasa penasaran duduk di depannya. Lagi pula salah siapa yang tadi mengimingi bahwa jagung rebus di kota Daeng ini di nikmati dengan bumbu rujak? Sebagai pendatang baru rasanya bakal mati gaya kalau tak turut mencoba.
Sebetulnya sih tak persis bumbu rujak. Ini cara saya saja menyebut karena tak tahu nama dari garam yang digiling bersama cabe kemudian diberi perasan jeruk nipis.
Cara menikmati jagung pulut Makassar rebus ini cukup sederhana. Kerat, cocolkan ke dalam bumbu rujak, gigit, dan nyammmmm….. Awalnya lidah saya agak terkejut. Namun pengalaman sebagai penyuka masakan rasa asam membuatnya dengan cepat menyesuaikan diri. Rasa legit dari jagung ketan makassar ini pas banget beradu dengan segarnya cabe dan jeruk nipis. Saya menghabiskan satu tongkol dengan perasaan aman. Konon jagung pulut kalorinya tidak terlalu tinggi, itu lah mengapa dikonsumsi oleh penderita diabetes. Lagi pula makan jagung rebus seperti ini tentu lebih sehat ketimbang di oles margarin atau saos sambel botolan seperti kultur makan jagung rebus di Puncak Cisarua.
Rupanya warung serupa yang saya masuki banyak terdapat di sepanjang jalan Sultan Alauddin – Takalar. Mereka specialty warung, khusus menjual biralle punu’ dan minuman ringan. Awalnya saya pikir ini adalah semacam tempat hangout anak muda. Namun selama duduk di dalam tak terlihat tanda-tanda kehadiran mereka. Malah tamu berikutnya adalah pasangan suami istri bersama anak-anak mereka yang masih kecil-kecil.
Satu porsi berisi 7 jagung pulut makassar dengan harga Rp.10.000. Walau cuma memesan 1 porsi, tiap tamu dapat jatah satu wadah kecil bumbu rujak. Uurannya jagungnya tak terlalu besar jadi cocok lah sebagai makanan icip-icip untuk melewatkan malam.
Biralle Punu’, anyone?
31 comments
Iya mbak… ini ENAK sekali hehehe. Tak terasa tangan ambil terus dan makan ya. Mungkin karena ukurannya lebih kecil (tidak sepanjang) dari jagung biasa ya. Kalau lihat warnanya… loh kok “bule” tapi rasanya.
Semoga saya masih bisa makan jagung ini lagi kalau ke Makassar nanti
Imelda
Iya Mbak Imel, gak berasa kalau makan cuma satu buah hehehe…
dari tadi blogwalking, ketemu cerita makanan khas suatu daerah, lumayan jadi referensi kalo berkunjung2 he
Untuk beberapa hari ke depan, blog ini akan penuh dengan cerita mengenai makanan khas Makassar, Mbak Dina. Keep in touch )
Assalaamu’alaikum wr.wb, mbak Evi. Di tempat saya ini sangat banyak jagung pulut putih ini mbak. Tidak mahal berbanding jagung manis. Cuma saya tidak pernah merasainya dan tidak tahu kalau jagung pulut itu dimakan bersama sambal rujak yang seperti itu. Biasanya di sini hanya rebus dengan garam aja, mbak. Salam manis dari Sarikei, Sarawak. 🙂
Waalaikumsalam Mbak Fatimah. Sama kalau begitu ya, di sini jagung pulut juga rrlatif lebih mahal dari jagung manis biasa. Iya nih orang Makassar ternyata suka makanan menggunakan sambel. Salam mqnis dari Serpong, Mbak 🙂
penasaran sama rasa sambalnya, baru tahu kalau ada camilan macam ini
Sedap deh Mb Lid 🙂
Wah dapat info makanan baru nih kali ini 🙂
Jadi jagungnya terasa agak lengket juga ya Mbak?
Betul Mas Krishna, jagungnya agak lengket kalau dikunyah
Saya belum pernah merasakannya …
dan kalaupun nanti saya berkesempatan untuk merasakannya … apakah saya bisa menikmatinya ?
mungkin bisa … tapi dengan “perjuangan” yang tidak biasa … hahaha (nasib-nasib)
salam saya Bu Evi
(19/9 : 12)
Hahaha gitu ya Om. Sabar ya…
Jagung pulut yang enak Uni Evi, pernah nyoba jagung tuanya dibawa pulang biji ditanam walah kurang pulut dibanding di daerah asalnya.
Menunggu sajian Makasar ala Uni
Ooo gitu ya Mbak Prih? Zat lengketnya bergantung pada tanah atau iklim tumbuh juga ya…
hi..aku juga pernah nyobain jagung pulut ini dan suka banget… enak ya..belum pernah lihat di tempat lain.
Iya makan pakai sambal dan garam ini baru ketemu di Makassar, Mbak Dani 🙂
rasanya unik ya un ..?
aku bisa bayangin deh pasti sama lezatnya seperti makan pisang goreng dengan sambal, kebiasaan di Balikpapan…
Nah ternyata di Makassar makanan pisang goreng juga pakai sambal, MM 🙂
Kalau yang lagi diet, pastinya agal ya, Bu. Lha wong banyak masakan sedap di sana. 🙂
Harganya sangat terjangkau.
Betul Mbak Idah. Apa lagi yang suka icip-icip namun care dengan berat badan, mending jangan datang deh 🙂
waktu ke makassar enggak nyobain jagung itu. diajakinnya makan mie titi sama iga bakar
Saya malah gak mencoba mie titi, Mas. Gak sempat )
Saya bacanya sambil menelan ludah .. hehehe
O iya, Pulut kalau dalam bahasa sunda artinya mengggulung. Tadi saya kira jagung yg di gulung 😀
Tapi lengketnya emang menggulung-gulung di gigi kok Teh Dey hehehe..
Warna jagungnya pucat ya Bu? Saya sampai scroll lagi untuk melihat lebih jelas. Hmm… saya agak gak terbiasa makan rujak hahah….
Iya warnanya pucat Mbak Zizy…)
Jadi pengen coba nih mbak Evi. Bumbu rujaknya gampang dibuatnya. Kayaknya seger tuh bumbu rujaknya
Iya Mbak Ika, bumbu rujaknya mudah dibuat. Idenya bagus utk dicontoh ya 🙂
Baru sekarang tau jagung pulut, mana di cocol sambal lagi makannya, perpaduan yang luar biasa di lidah ya Uni.
Betul, Buk 🙂
mau tanya kalo di kota mkasar ad gk yg jualan jagung itu.kalau haru ke takalar jauh tu 1jm perjlnana ksna,kalo ad yg dket ksih infox dong dijlan ap&dket ap?