Kemegahan Kerajaan Pagaruyung – Entah apa yang terjadi dalam sejarah Minangkabau seandainya Belanda dengan VOC tidak merangsak masuk ke Sumatera beratus tahun lalu. Mungkin kah Kerajaan Pagaruyung tetap menempati Sumatera Barat sekarang, diperintah bangsawan, menggunakan sistem pemerintahnya berdasar sistem politik konfederasi dengan lembaga musyawarah dari berbagai Nagari dan Luhak itu? Atau kah mengikuti semua negara-negara di dunia yang lebih suka tata pemerintahan demokratis seperti Republik, Republik Federasi, Monarki Konstitusional seperti di Inggris, dan lain-lain? Seperti kita tahu Inggris Raya bentuk negaranya kerajaan namun pelaksana pemerintahan adalah badan eksekutif yang tidak dapat diganggu gugat kekuasaannya. Raja hanya bersifat simbolis karena kekuasaan sebenarnya berada di tangan Perdana Menteri yang memimpin para Menteri. Jika Kerajaan Pagaruyung masih bertahan sampai sekarang, tidak masuk ke NKRI, mungkin kah bentuk pemerintahnnya akan seperti itu, di pimpin oleh Rajo Alam namun pemerintahan dijalankan oleh Perdana Mentri besama menteri-menterinya yang berunsur tunggu tigo sajarangan? Mungkin kah?
Sekalipun sangat mencintai saya tak mengenal banyak sejarah maupun budaya Minangkabau. Ada semacam gap dari pernyataan mencintai dengan fakta ketidaktahuan di dalamnya, ya? Bukan kah mencintai harus pula mengetahui? Namun untuk mengisi gap itu biasanya kalau berada di kampung saya akan jalan-jalan ke berbagai tempat. Lihat saja kategori Sumatera di JEI ini maka sebagian besar postingnya adalah tentang Sumatera Barat dan Minangkbau. Guna menambah destinasi jelajah itu pun suatu hari saya berangkat menuju Batu Sangkar. Ingin bermain hati dengan sisa kemegahan Kerajaan Pagaruyung, melihat dari Istano Basa yang baru, Situs Batu Basurek, Makam Bangsawan Minangkabau di Ustano Rajo Alam.

Naik Colt Diesel ini dari Terminal Aur Kuning
Perjalanan ke Istano Basa ini dimulai dengan menaiki angkutan umum dari Terminal Aur Kuning. Karena banyak menurun-naikan penumpang Bukittinggi-Batusangkar menghabiskan waktu 2 jam lebih. Di sebuah persimpangan kami turun, melanjutkan dengan ojek Rp.10.000/orang kami pun sampai di pusat Kerajaan Pagaruyung. Bangunan Istano Basa bentuk gonjongnya mirip kapal kalau dilihat dari jauh. Terletak di kecamatan Tanjung Emas, kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Senang juga akhirnya sampai di obyek wisata budaya paling terkenal di Sumatera Barat ini.
Penyuka sejarah atau pun bangunan budaya tak perlu berharap banyak dari Istano Basa ini. Anggap saja sedang berkunjung ke museum atau Taman Mini. Sebab yang berdiri sekarang hanya lah replika dari istana asli yang dulu terletak di atas Bukit Batu Patah. Istana asli itu sudah musnah, terbakar habis pada kerusuhan berdarah yang terjadi pada tahun 1804. Sekalipun didirikan kembali ia kembali terbakar pada tahun 1966.

Dari jauh bentuknya seperti kapal
Namun istana adalah pusat peradaban, hukum, seni, dan jati diri. Yang musnah perlu dihadirkan kembali. Jangan sampai generasi setelah ini hanya mendengar ceritanya dan tak melihat sedikipun buktinya. Lagi pula orang Minang memang suka banget menggunakan filosofi Mambangkik Batang Tarandam, mengangkat kembali keagungan masa lalu. Maka atas insitif berbagai elit Minangkabau maka proses pembangunan kembali Istano Basa kembali di lakukan pada 27 Desember 1976. Ditandai dengan peletakan tunggak tuo (tiang utama) oleh Harun Zain, Gubernur Sumatera Barat waktu itu. Bangunan baru ini tidak didirikan di tapak istana lama, tetapi di lokasi baru di sebelah selatannya.

Warna-warni ngejreng di tiap sudut
Sayang niat para Mamak yang hendak menghadirkan kembali sekelumit sisa kemegahan Kerajaan Pagaruyung kembali berujung pada abu. Pada tanggal 27 Februari 2007, Istano Basa kembali kebakaran. Penyebabnya petir yang menyambar dari puncak istana. Karena materi bangunan berupa ijuk dan kayu memang bersahabat dengan api, bangunan penuh ukiran falsafah adat Minangkabau ini musnah seketika. Pilu juga membayangkan bahwa yang ikut musnah tersebut juga dokumen-dokumen penting dan kain-kain hiasan yang sangat bernilai. Diperkirakan hanya sekitar 15 persen barang-barang berharga yang selamat. Diantara yang lolos itu sekarang disimpan di Balai Benda Purbakala Kabupaten Tanah Datar. Sementara harta pusaka Kerajaan Pagaruyung disimpan di Istano Silinduang Bulan yang berjarak sekitar 2 kilometer dari Istano Basa.
Bermain Hati dengan sisa Kemegahan Kerajaan Pagaruyung
Singgasana Bundo Kanduang
Siang itu saya berdiri sejenak di pintu masuk (disebut Bandua) Istana. Mencoba menghadirkan masa lalu ke dalam ruang panjang penuh warna meriah, berlantai kayu, bertonggak kokoh dengan berbagai perkakas yang memungkin saya bermain hati dengan sisa kemegahan Kerajaan Pagaruyung ini. Sejajar dengan pintu masuk mata langsung bersirobok dengan Singgasana Bundo Kanduang. Mirip pelaminan pengantin masa kini dengan tirai melambai lembut berbahan kain sutra cantik. Di sinilah pada masanya Bundo Kanduang (Sang Ratu) menerima tamu, melihat-lihat ke halaman, atau mengawasi siapa saja yang belum datang bila sedang berlangsung musyawarah.
Bagian Rajo Babandiang
Menengok ke kanan terdapat Anjung Rajo Babandiang. Sepertinya bagian pangkal rumah (Istana) dengan 3 langgam (tingkat ) ini bagian paling penting dari Istana Pagaruyung. Menurut guide yang sepenuh hati menerangkan segalanya, langgam pertama berfungsi sebagai tempat sidang, langgam kedua tempat peristirahatan raja dan permaisuri, sementara langgam ketiga kamar tidur mereka.
Di kirinya adalah Anjuang Perak. Tempat rapat Bunda Kanduang mengenai masalah-masalah rumah tangga dan kewanitaan. Selain tempat musyawarah terdapat tempat beristirahat dan tempat tidur Ibu Suri pada langgam ketiga. Mungkin karena keterbatasan ruangan bagi saya tidak begitu jelas kronologis dari pembagian langgam-langgam di atas. Mestinya pada istana asli ada pemisah yang jelas.
Peraduan Ibu Suri
Memasuki Istano Basa berarti belajar tentang bagaimana pemerintahan negeri di jalankan atau cara hidup dilakoni Suku Minangkabau saat lalu. Karena Istano Basa juga tak lain dari rumah gadang, tempat tinggal tetap anggota keluarga berdasarkan garis keturunan ibu. Maka di bagian tengah ada Bandua (lantai yang ditinggikan), letaknya tepat di depan pintu masuk (surambi papek). Ini merupakan ruang berkumpul para penghulu. Posisi duduk mereka harus membelakangi jendela, simbolisasi dari perhatian, pengawasan, kepedulian, dan tanggung jawab penghulu kepada anggota kaumnya.
Istana Pagaruyung lapang namun banyak pembagian ruang di dalamnya:
Bandua Tangah
Dalam ruangan yang terlihat tanpa batas ini sebenarnya banyak batas. Hanya saja bukan dalam artian dinding. Sentral hidup bersama harus dibatasi oleh aturan-aturan ketat namun tak terlihat. Seperti Bandua Tengah ditujukan bagi para sumando (lelaki yang masuk ke dalam lingkungan keluarga perempuan karena perkawinan) bersama keluarga mereka. Bandua tengah adalah simbolisasi penghormatan masyarakat Minangkabau yang bersistem sosial matrilineal terhadap para urang sumando.

Ruang memanjang khas tempat tinggal keluarga besar dengan beberapa keluarga inti
Labuah Tangah
Ada Bandua Tangah ada pula Labuah Tangah. Labuah dalam bahasa Minang artinya jalan. Dalam Istana Paga Ruyung terdapat sebuah ruangan persegi empat yang terbentuk oleh empat buah tiang. Ruang ini disebut Labuah Tangah (jalan tengah) terletak persis di muka Singgasana. Labuah tangah juga membagi Istano menjadi dua bagian, kiri dan kanan.
Kemudian Labuah Gajah yang terletak antara Bandua Tapi dan Bandua Tangah. Lengkapnya sebuah rumah selain dinding terdapat jendela lebar. Jendela menghubungkan rumah dengan dunia luar. Simbol dari masyarakat yang aktif mengawasi dan mengikuti perkembangan dalam anggota keluarga, anggota kaum, maupun masyarakat secara umum.
Pose Raja dan Ratu
Anjung Peranginan terletak di lantai dua. Para putri yang belum menikah di tempatkan di sini.Mengingat tempatnya terletak di lantai atas ini juga lambing bahwa sang putri terjaga dengan baik dalam lingkup rumah gadang berpenghulu (dipingit).
Naik lagi ke lantai tiga bernama Mahligai. Namun saya tidak sampai masuk ke sini karena tertutup saat itu. Bisa dimaklumi karena di sini adalah tempat menyimpan benda-benda berharga. Seperti perhiasan, baju, dan mahkota Kerajaan. Peti penyimpannya disebut Aluang Bunian.
Bagian belakang dan selasar penghubung bangunan utama dengan dapur
Unsur Penunjang Istana Pagaruyung.
Puas mengelilingi ruang dalam Istana saya turun kembali ke halaman. Berputar searah jarum jam pertama bersua dengan Surau lengkap dengan Tabuah Larangan. Surau tempat anak-anak raja belajar mengaji dan tempat tinggal anak lelaki yang sudah akil baliq. Sementara tabuah Larangan digunakan sebagai media penyebar berita seperti sedang terjadi situasi mendesak di perkampungan seperti bencana alam atau kebakaran. Tabuah Larangan juga digunakan untuk memanggil para penghulu agar datang ke istana untuk rapat. Yang membedakan keduanya adalah hitungan tabuh dan langgam bunyi.
Rangkiang Patah
Sementara Rangkiang Patah Sembilan berda di pekarangan sebelah kiri Istano. Rangkiang berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi. Selain itu fungsi rangkiang di Sitanao adalah sebagai simbol kemakmuran dan kekuatan Alam Minangkabau.
Beringsut ke halaman belakang saya menemukan bangunan. Sebenarnya dapur bisa dicapai dari lantai dua karena dihubungkan oleh sebuah selasar. Namun saya lebih menyukai mengawasi dapur yang mempunyai dua ruang itu dari bawah. Ruang kanan berfungsi sebagai tempat memasak, tempat menyimpan perkakas, termasuk Pisau Dapur. Sementara ruang sebelah kiri tempat tinggal para dayang yang berjumlah dua belas orang.
Di belakang dapur terdapat Pincuran Tujuh yang merupakan tempat pemandian keluarga raja. Disebut demikian karena tempat pemandian ini mempunyai tujuh buah pincuran yang tebuat dari batang bambu dan dilengkapi juga dengan jamban tradisional.
View dari gerbang Kompleks Istano Basa Pagaruyung
Sebelum meninggalkan Istana Pagaruyung, di atas Batu Tapakan, kembali menatap ke arah Istana yang halamannya penuh wisatawan. Berharap bangunan ini tak terbakar lagi. Sebab menurut cerita keluarga yang tinggal di Batusangkar, istana yang sekarang kurang megah di banding sebelumnya. Baik bantuk bangunan maupun koleksi. Kalau terbakar lagi saya kuatir Istano Basa berikutnya mutunya semakin berkurang. Kalau mau bermain hati eloknya kan dengan yang cantik.
38 comments
Jangan banyak2 main hatinya bu Evi 😀
Emang ada takarannya seberapa banyak atau sedikit dalam mengatur takaran bermain hati, Mas Yo? Hahaha..
suka banget sama istana satu ini. pengen kesana terus pake kostum adat Padang dan selfie2 heheheh…
Nah iya foto dengan kostum pengantin Minang. Kemarin aku enggak sih Mbak Muna..Sudah out of date dengan pakaian pengantin hahaha..
Aduh foto-fotonya megah sekali.
Iya Mbak. Tiap tiang ada nama. Begitu pula tiap ukiran yg ada di sana 🙂
kalau saya kesana lebih suka main lensa kamera aja. Indah. Sayang untuk dilewatkan begitu saja
Main, lensa, main hati, dan main mata, Mbak Nanik. Kayaknya dengan cara itu sempurna menikmati keagunangannya
Istano basa mematerikan kenangan agung yo Uni Evi, kami mengunjunginya dari jalur Padang, Sitinjau lauik, Solok lalu Batusangkar. Istano nan megah penuh prada keemasan. Terima kasih bisa menikmati postingan seapik ini. Salam
Iya Mbak Prih. Ternyata nenek moyang saya hidup dalam kemewahan juga ya hehehe…
terakhir ke sini belum buka istanannya… katanya habis terbakar
Balik lagi Mas Danan. Semoga tak terbakar lagi ya 🙂
Aku suka banget interior nya istana ini, dalam nya itu warna warni gonjreng menyegarkan mata
Interior seperti blognya Kakak Cumi, warna-warni 🙂
Ambo lah pai ka siko, tapi alun lain masuak ka dalam 🙁
Mungkin saya termasuk orang yang “mencintai tapi kurang mengetahui” juga ni, tapi jauh di dasar hati tetap ingin mengenal lebih jauh mengingat setengah dari darah saya berasal dari sana -walaupun bukan dari garis ibu-.
Saya kok jadi penasaran dengan tempat asli istananya ya dan jadi punya banyak pertanyaan. Saat ini tempat itu menjadi apa? Mengapa Istano Basa tidak dibangun di tempat aslinya saja? Lalu Istana Silinduang Bulan, bisa dikunjungi juga atau tidak?
Pengen deh punya kesempatan kembali ke Sumbar dan belajar lebih jauh tentang sejarah dan kebudayaan aselinya. Semoga bisa segera. Amiiin 🙂
Sayangnya waktu itu saya tak kepikiran bertanya tentang istana lama itu, Bart. Keburu terpaku saja dengan pemandangan di depan mata. Namun pasti ada pertimbangan khusus mengapa dibangun di tempat yang sekarang bukan di tempat yang lama. Sebab tanah tempat berdiri istana baru ini juga sama-sama milik keluarga kerajaan.
Amin. Semoga Bart cepat balik ke Sumbar dan belajar lebih banyak tentang budaya dan sejarah nenek moyang kita 🙂
Colt Dieselnya khas bgt ya…
Iya full music dan warna-warni 🙂
Megah banget! Juga tulisannya detail, Mba. Kayak apa ya rasanya punya rumah kayak gitu….
Yang jelas pasti repot ngurusnya Kawan Nurul. Rumah sebesar itu butuh beberapa orang staff rumah tangga 🙂
Aku sendiri ingat betul beberapa tahun lalu lihat istana ini terbakar. Sayang sekali. Biaya pembangunannya nggak sedikit.
Semoga kelak berkesempatan ke sini. Cakepnyaaaa
Iya membangun istana seperti ini pasti mahal sekali, Mas Yayan. Sedih banget kalau terbakar lagi. Semoga tidak ya. Amin
pernah ke sini tapi sudah lamaaaa sekali mba..dan sempat terbakar hebat kan ya. Btw itu coltnya lucu bangeeet…ungu 🙂
Hahaha..Iya Mbak Indah. Sepanjang jalan full music juga ..
padahal cantik ya, mba evi. tapi ternyata pernah terbakar, baru tahu aku. semoga bisa singgah ke sana suatu hari nanti. 🙂
Semua orang menyayangkan Mbak Illa. Habis gimana lagi kategorinya sudah bencana alam sih. Bahan bangunannya emang mudah terbakar. Semoga yang ini alat penangkal petirnya lebih canggih 🙂
Wah, jadi saya bingung kak dengan kak Evi disini,,,, ini masalah Kak Evi yang mencintai kebudayaan Minangkabau apa masalah cinta Si Api dengan Istano Baso Pagaruyung nya? pasalnya tuh Api bolak – balik selalu saja menghampiri tuh Istano nya. Istilah anak mudanya, “Ku tak akan jera mencintaimu dan tak akan jera menghampirimu”. Nah si Api ini selalu saja menghampirinya.,,, terus yang terakhir berarti boleh yaw kak kalau bermain hati dengan yang cantik?,,,, hehehehe, kasihan kak yang nggak cantik (bukan berarti jelek loh), kok nggak dimainin, hahahaha 🙂
Pokoknya di sini banyak cinta Mas Anis. Tapi berharap api tidak terlalu mencintai Istana Pagaruyung lah. Cintanya berbahaya soalnya 🙂
Pingin ngerasain mandi di Pincuran Tujuh. 😀
Mandi cantik bak bidadari ya Mbak Idah. Awas simpan selendangnya dengan baik biar gak dicuri hehehe…
foto2nya bagus bu, mantap ! Jadi kangen pulang kampung nih 😀
Terakhir eksplor sampai solok selatan, jenguk sepupu disana, dkt perbatasan jambi
Yuk pulang kampung Abah Shofi..Eksplor kampung halaman dengan segala cerita uniknya 🙂
3 tahun lalu ke Pagaruyung, istana tersebut belum dibuka untuk umum, sehingga baru sekedar menikmatinya dari luar… Lucu juga ya membayangan kalau Kerajaan Minangkabau masih eksis sampai hari ini. Yang jelas, kalau ada rapat kerajaan bakal lama, karena dipenuhi dengan petatah petitih dan pasambahan… 😀
Cuman sedikit negara kerajaan yang masih bertahan saat ini. Kalau Pagaruyung masih eksis Istananya pasti lebih mewah, Nyiak 🙂
Halo Mbak Evi, saya baru dari sini. Luar biasa sekali.
Aduh aku senang banget Mbak Susi sudah sampai di sini. Di sini banyak nilai-nilai budaya yang perlu digali lebih dalam oleh orang Minang, Mbak 🙂
Benar-benar megah ya mbak.
Saya membayangkan bagaimana kerajaan pada masa itu dijalankan. Luar biasa nenek-moyang kita.
Beruntung banget mbak Evi bisa singgah disana.
Salam dari saya di Sukabumi.
Iya bentuk rumah gadang nya megah Pak Titik. Rumah yang asli mungkin detail dan tata filosofi alam takambang jadi guru yang jadi filosofi masyarakat Minangkabau benar-benar diterapkan saat itu