Makam keramat itu terletak di tepi pantai Pulau Angso Duo. Panjangnya 4,5 meter. Ini lah persemayaman terakhir Tuanku Katik Sangko. Beliau dipercaya secara turun temurun sebagai sahabat dan sekaligus kerabat dari Syekh Burhanuddin Ulakan (1646-1704),dua ulama Minangkabau yang selain menyebarkan agama juga pemimpin gerakan Islam melawan penjajahan Belanda di Sumatera Barat. Sejarah Pulau Angso Duo berawal dari sini.
Hari ini adalah hari ke-4 membawa bapak yang sudah sepuh pulang kampung sekaligus piknik. Kami sudah ke Magek menengok makam ibu, ke Bukittingi dan Danau Maninjau. Nah hari ini dari Danau Maninjau menuju Padang melewati Pariman lalu Paby memutuskan mampir sejenak. Hore kita mau mantai!
Panas sedang melangkang sesaat kami sampai di Pantai Gandoriah, dermaga perahu menuju Pulau Angso Duo. Gondoriah salah satu andalan destinasi wisata Kabupaten Pariaman. Terletak kurang lebih 1 kilometer dari pusat Kota. Hari Jumat kala itu. Wajar tidak terlalu ramai. Pantai cukup sejuk karena dilindungi daun pohon ketapang yang lebar-lebar.
Tiba di Pantai Gondoriah
Paby memarkir mobil tak jauh dari Stasiun Kereta Pariaman. Kereta Sibinuang yang dicat warna ngejreng sedang menaikkan penumpang. Ia melayani koridor Padang-Pariaman. Tidak ada tiket masuk ke pantai Gandoriah alias gratis. Sambil menuntun Bapak menuju pantai, saya dengan hikmat menyeberangi rel kereta yang sudah eksis sejak zaman Belanda. Semasa tinggal di Padang berpuluh tahun lalu pernah main ke sini. Mungkin tidak ada yang terlalu berkesana sehingga semua seolah terhapus dari ingatan. Jadi ya semua yang saya temui siang itu seolah baru.
- Baca juga  Makam Pangeran Diponegoro
Pantai Memang sepi. Tapi warung nasi di seberang jalan menyebar karyawannya di pantai untuk menawarkan makan siang kepada setiap pengunjung. Begitu pun ibu-ibu penjaja aneka gorengan yang disusun dalam panci dengan sigap menghampiri kami.
Untuk menikmati suasana pantai, hembusan angin dari Samudra Hindia, menikmati makanan, bercengkerama, pengelola menyediakan balai balai yang ditutup tikar plastik. Kami memilih pas di mulut pantai. Dari sana pemandangan terbuka Pulau Angso Duo.
Ngomong-ngomong, tatkala menuliskan nama pulau ini teringat pada pantun nasihat Minangkabau. Pantun ini juga sering disisipkan ke dalam lagu Rasa Sayange. Begini bunyinya: Pulau Pandan jauh di tengah, dibalik pulau si angsa dua. Hancur badan dikandung tanah budi baik dikenang juga.
Menikmati Nasi Sek Sebelum Menyebrang ke Pulau Angso Duo
Sudah sampai di Pariaman tentu saja sayang jika tak mencoba mencoba kuliner khas tempat ini yaitu Nasi Sek. Berakhiran K ya bukan X. Kalau yang terakhir lain lagi ceritanya.
Nah Nasi Sek sebetulnya nasi biasa. Dibungkus daun pisang dengan porsi kecil. Mungkin kalau di Bali atau di Jawa disebut Nasi Kucing. Ternyata ada sejarah dibalik penamaan istimewa ini.
Sek singkatan dari Saratuih Kanyang. Atau dalam bahasa Indonesia, Seratus Kenyang. Iya dulu harga per bungkus nasi ini hanya Rp100. Sejumput nasi dibungkus daun pisang ditambah gulai jengkol, sambal dan daun singkong rebus. Selesai!
Kalau dilihat dari harga sekarang Nasi Sek memang super murah. Jadi tak heran bila sangat digemari oleh masyarakat Pariaman.
Sekarang walaupun namanya masih sama harga nasi menyesuaikan keadaan. Apalagi bila teman makannya adalah gula kepala ikan kakap batu, gulai jengkol, rendang, ikan balado, sala lauak yang menjadi ciri khas masakan Pariaman. Teman-teman tinggal memesan di warung dan minta diantar ke balai balai di dekat teman-teman duduk. Rasanya tambah enak menikmati makanan sambil dibelai sepoi angin dari laut.
Biaya Menuju Makam Keramat di Pulau Angso Duo
Selesai makan kami menyewa perahu untuk menuju Pulau Angso Duo. Biaya naik perahu menuju Pulau Angso Duo Rp40.000 per orang. Kapal boleh juga kamu carter dengan rombongan sendiri. Kalau hanya beberapa orang bergabung dengan orang lain tentu lebih murah.
Sesaat meninggalkan Gandoriah, dari Masjid sayup-sayup terdengar suara Adzan. Angin bertambah kencang saja rasanya. Cukup bikin deg-degan selama 15 menit penyeberangan dengan menaiki ombak yang cukup besar. Beberapa kali kapal oleng ke kiri atau ke kanan. Menurut seorang Bapak yang duduk di belakang saya, kebetulan pelaut, biasanya laut di Gondoriah tenang seperti danau. Sesekali ia ikut mengarahkan anak buah kapal memilih jalur pelayaran.
Pulau Angso Duo Pariaman tidak hanya memiliki pantai pasir putih nan lembut serta air biru tosca. Secara umum fasilitas yang ada sudah terbilang lengkap. Ada penginapan, mushola, tempat bilas dan kamar mandi.
Untuk menikmati laut tersedia wahana donat dan banana boat. Harga Rp30.000 dan Rp25.000 per orang. Saya lihat banyak juga yang snorkeling. Peralatan bisa disewa dengan harga Rp25.000. Perairan dan terumbu karang yang masih bagus memang jadi salah satu daya tarik pengunjung Angso Duo.
Makam Keramat Katik Sangko
Yang menarik dari pulau Angso Duo ini, selain sebagai destinasi wisata umum juga destinasi ziarah.
Sejarah Pulau Angso duo ditelusuri lewat cerita dari mulut ke mulut.
Menurut cerita, Katik Sangko merupakan kerabat Syekh Burhanuddin Ulakan. Ulama yang terkenal dengan Tarekat Syattariyah. Beliau dimakamkan di Ulakan Kabupaten Padang Pariaman. Tapi ada juga yang mengatakan bahwa Katik Sangko merupakan pengawal Syekh Burhanuddin.
Sejarah Pulau Angso Duo
Katik Sangko datang ke Pariaman bersama Syekh Burhanuddin dari Aceh. Setelah keduanya selesai menuntut ilmu kepada Syekh Abdurrauf Singkil. Saat itu Islam belum diterima secara luas. Filosofi adat bersandi sarak dan sarak bersandi Kitabullah pun belum lahir. Tak heran bila awalnya mereka berdua mendapat penolakan keras di Minangkabau. Tapi setelah kembali ke Aceh dan mendapat bekal dari Sang Guru perlahan mereka mulai berdakwah.
Nama pulau Angso Duo pun berasal dari kehadiran dua tokoh ini: Katik Sangko dan Syekh Burhanuddin Ulakan. Saat kedatangan mereka berdua yang mengenakan pakaian putih putih yang melambangkan kesucian. Dari jauh mirip dua angsa.
Ada kepercayaan dari umat muslim yang berziarah ke Pariaman. Agar lebih lengkap sebelum berziarah ke makam Syekh Burhanuddin mereka harus ziarah dulu ke makam Katik Sangko.
Makam Katik Sangko terletak persis di belakang Surau dengan nama yang sama. Sebuah makam sepanjang 4 setengah meter berlindung di sebuah cungkup bergonjong Rumah Gadang. Tidak ada cerita pasti mengapa makamnya begitu panjang. Kalau dari legenda sih karena sosok Katik Sangko memang jangkung.
Yang jelas pemerintah Pariaman sudah merawat tempat bersejarah ini dengan baik. Suasana makam adem karena di bawah naungan pepohonan dan kelapa yang cukup tinggi. Bersih. Makamnya sendiri diberi pagar dan kelambu.
Ketika mendekat kelambu putih yang menutupi makam tersebut bergelombang ditiup angin. Hawa dingin langsung menyergap dada. Cepat-cepat saya mengucap salam dan membaca Al Fatihah.
Video piknik ke Padang dan Makam Keramat di Pulau Angso DuoÂ
Gima tertarik datang ke Pulau Angso Duo? Ayo datang ke Pariaman
Ingin membaca tentang makam-makam lainnya? Baca di bawah :
15 comments
Saya lebih tertarik sama itu menu sex, seh salah sek. Lihat gambarnya saja saya sudah ngeces.
Enak banget lauk dan sayurnya itu, Kang hahaha
Tertarik banget. Pantai-pqntai di Sumbar ini kayaknya bagus-bagus banget Tan.
Jadi berapa harga nasi yg pake K dan bulan X itu tan satu porsinya?
Aku sudah gak nanya harga nasinya, Dar. Lupa. Soalnya sudah dihitung semua barengan dengan lauknya 🙂
Kalau aku lebih tertarik naik kereta di tanah Sumatera sih. Hehehe
Di Sumbar ada kereta khusus Wisata. Nama locomotifnya Mak Itam. Khusus menarik penumpang dari Sawahlunto ke Padang, Mas Gallant. Tapi naik kereta api penumpang Pariaman-Padang kayaknya juga seru. Kemarin aku juga hendak naik itu ke Padangnya tapi tiketnya tinggal yang berdiri. Gak jadi deh 🙂
Suraunya sederhana namun menarik. Cakep.
Baru tahu kalau nama Angso Duo itu berasal dari dua ulama yang kharismatik ini.
Suatu saat saya niatkan kesini.
Iya Suraunya sederhana. Tak besar pula. Kalau rombongan besar harus gantian. Insya Allah sampai ke sini, Pak Alris. Amin
Pasir pantainya bersih banget itu Mba, gak ada sampah sama sekali
Iya Mas betul sekali. Pantai gondoriah maupun pantai di Pulau Angso Duo dipelihara dengan baik. Kesadaran pengelola dan pengunjungnya sudah cukup baik ya untuk menjaga lingkungan
Cantik ya pantainya Uni, baru tahu di Sumbar jjuga ada nasi kucing hehe isinya rendang jengkol pula, mantap..
seru juga ya naik kapal jukung buat nyebrangnya hee
Menurutku sebuah pantai itu memang sudah sewajarnya bebas diakses tanpa biaya, kecuali bila ia dikelola swasta sebagai resor atau masuk kawasan taman nasional.
Itu Nasi Sek-nya kayaknya enak bangeeettt! Nasi Kucing nggak semewah itu 😀
Sepertinya nasi Sek di pantai gondoriah ini sudah kehilangan maknanya ya Mas Nugie
Mungkin begitu, mengikuti tuntutan permintaan 😀