Lembah Harau Payakumbuh – Pagi-pagi seorang teman mengirim link ke WA Group Travel Blogger Indonesia Corners. Isi tautannya tentang satu post akun Instagram Faces of Minangkabau. “Masa iya begini sih?” Tanyanya
Penasaran saya pun mengklik link tersebut. Ternyata sebuah video yang menggambarkan destinasi wisata Lembah Harau terbaru dan sedang sibuk berbenah. Sebentar lagi akan dilengkapi ikon Negara Eropa yang salah satunya adalah Menara Eiffel. Rasa Eropa di Lembah Harau Payakumbuh? Saya pun terhenyak.
Ini bukan tentang akun Instagram Faces of Minangkabau ataupun videonya. Ini tentang pertanyaan yang perlu diajukan oleh siapapun yang concern, akan dibawa ke mana pariwisata Lembah Harau? Sepertinya pertanyaan ini selayaknya diajukan kepada para penanggung jawab Pariwisata Sumatera Barat. Atau kalau menukik lagi, kepada Dinas Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota di mana Lembah Harau terletak. Sebab tanpa kebijakan mereka, bangunan ala-ala Eropa tersebut tidak akan berdiri di sana.
Menara Eiffel di Harau – Pertanyaan yang Menggugah
Baik lah bila Lembah Harau memang perlu ditingkatkan agar menarik lebih banyak wisatawan, perlu kah memasukan ikon negara orang ke dalamnya? Menara Eiffel di Harau? Memangnya Minangkabau kekurangan icon untuk membuatnya tampak lebih hebat?
Baca juga   Kalau ke Paris Harus Datang ke Tempat ini
Beneran Saya tidak mengerti jalan pikiran mereka yang merasa perlu menambahkan Menara Eiffel di Lembah Harau Payakumbuh, ngarai yang terbentuk ratusan tahun lalu. Pangung , kupu-kupu atau sayap bidadari mungkin masih bisa ditoleransi. Namun bangunan yang tak identik Minangkabau sama sekali? Apakah sebelum memutuskan membangun rasa Eropa di Lembah Harau Payakumbuh, gak ada pemufakatan atau uji kelayakan? Tak didiskusikan siapa saja target marketnya?
Tak perlu terlalu jenius untuk menyatakan bahwa Lembah Harau terlalu indah jika target marketnya hanya untuk kebutuhan selfie. Ngarai ini terlalu eksotis untuk di downgrade jadi destinasi wisata ala-ala.
Sebelum menulis post ini saya mencari tahu kondisi Lembah Harau terbaru. Banyak yang berubah sejak kunjungan saya tiga tahun lalu. Sekarang sudah tersedia aneka spot foto milenial, taman bermain, dan bahkan ada motor ATV segala. Saya pikir ini pun masih oke. Bila ngarai yang dipenuhi karpet hijau saat musim tanam pagi ini ditujukan sebagai destinasi wisata massal, hal-hal di atas dibutuhkan sebagai penunjang.
Tapi sekali lagi, perlukah Eropa di Lembah Harau?
Saya berkunjung ke Lembah Harau tiga tahun lalu. Saat itu saya melihat banyak wisatawan asing berjalan-jalan di sekitar lembah. Terlihat juga para fotografer. Dan mayoritas memang wisatawan domestik. Berdasarkan ini coba tanyakan, terutama bila wisatawan asing tersebut berasal dari Eropa, Australia, Amerika, dan dari belahan Asia mana pun, apakah mereka membutuhkan Menara Eiffel di Lembah Harau? Apakah fotografer yang akan membuat tempat ini lebih banyak dikenal di dunia luar, membutuhkan background Eropa? Sementara untuk wisatawan domestik, Lembah Harau tentu tetap menarik, sekalipun tanpa rasa Eropa.
Membangun Desa Wisata Minangkabau
Saya pikir alih-alih merubah Lembah Harau jadi rasa Eropa, lebih baik bila penentu kebijakan pariwisata Sumatera Barat atau Dinas Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota merencanakan pembangunan desa wisata Minangkabau di sini. Akan sangat menarik bila berdiri museum atau semacam Taman Mini Minangkabau. Di mana para pengunjung dapat belajar sejarah maupun adat istiadat suku yang menganut sistem matrilineal ini. Adat di Minangkabau itu hanya seluas Nagari. Beda nagarinya beda pula adatnya. Nah kalau ini bisa diperkenalkan kepada wisatawan, gak perlu teriak-teriak kepada generasi muda bahwa mereka telah kehilangan jati diri. Seperti kata pepatah Minangkabau, “Adat dipakai Baru. Baju dipakai usang”.
Baca juga   Brussels Dalam Satu Hari
Desa Wisata membutuhkan banyak penunjang, selain homestay yang sudah banyak terlihat di sana, menyediakan kebutuhan wisatawan dengan melibatkan UKM setempat, dampaknya tentu lebih maksimal bagi peningkatan ekonomi masyarakat.
Kalau sudah ada desa wisata, untuk kebutuhan selfie misalnya, ketimbang menyewakan Hanbok atau baju tradisional Korea, sediakanlah baju tradisional Minangkabau. Banyak sekali jenis baju tradisional di Sumatera Barat. Karena beda suku beda pula atribut pakaiannya. Bangunlah panggung-panggung Rumah Gadang, atau rumah-rumah tradisional yang ada di pedalaman Sumatera Barat yang umumnya terbuat dari kayu. Ini bagus banget dalam foto.
Originalitas dan otentik Minangkabau tentunya mempunyai nilai lebih tinggi.
Lembah Harau Payakumbuh
Lembah Harau merupakan sebuah ngarai yang terletak di Kota Payakumbuh Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Lembah ini diapit oleh bukit-bukit batu pasir warna-warni yang terjal dengan ketinggian 30 sampai 300 meter. Batuan tesebut terbentuk 30 sampai 40 juta tahun yang lalu. Lembah Harau Payakumbuh dulunya merupakan sebuah lautan yang dibuktikan dengan endapan endapan laut yang masih ada hingga saat ini. Menurut penelitian geologi Jerman pada tahun 1980, batuan di perbukitan Lembah Harau adalah breksi dan konglomerat, jenis batuan yang terdapat di dasar laut.
Cara Menuju Lembah Harau
Dari Bandar Udara Minangkabau, perjalanan akan dilanjutkan menuju Terminal Aur Kuning di Bukit Tinggi. Dari sini cari angkot menuju Payakumbuh. Sampai di terminal Payakumbuh, kita bisa mencarter angkot atau naik secara eceran. Angkot yang melintas di Jalan Sudirman berwarna putih. Kita akan diturunkan di Harau lalu lanjutkan dengan menyewa ojek untuk berkeliling. Setidaknya itu yang saya lakukan saat berkunjung ke sini tiga tahun lalu.