Makam Pangeran Diponegoro – Perjuangan Pemimpin Perang Jawa yang sengit itu berakhir dengan penghianatan. Ajakan berunding dari Jenderal de Kock ternyata diikuti dengan penangkapan.
Hari itu tanggal 28 Maret 1830, Magelang seolah gelap gulita bagi pengikut Pangeran Diponegoro. Dan hari itu juga dimulainya perjalanan panjang sang Putra Sulung Hamengkubuwono III sebagai orang buangan. Dari Magelang ia dibawa ke Ungaran, Semarang, Batavia, Manado, dan berakhir di Makassar. Di Makassar lah jasadnya terkubur hingga kini. Saya berkesempatan melihat Makam Pangeran Diponegoro di Makassar.
Saat berada di kota Anging Mamiri saya tak melewatkan kesempatan mampir ke makam Bangsawan Mataram – Yogyakarta yang lahir pada tanggal 11 November 1785. Sekalipun statusnya anak raja ia terusir begitu saja dari kampung halaman. Perlu penggalian yang dalam untuk tahu kisah sebenarnya.
Namun kesuraman nasib Diponegoro hari itu berbanding terbalik dengan sinar surya yang seolah bergembira mengikuti mood saya. Terang namun tak terlalu panas. Dari SD sudah membaca tentang pahlawan Perang Jawa atau Perang Diponegoro dari buku pelajaran sekolah. Sekarang baru kesampaian melihat tempat persemayamannya. Senang dong kakak!
Komples Makam Pangeran Diponegoro yang Teduh
Kami menepi tepat di muka kompleks makam yang berpagar tembok bercat putih itu.Di dalam tampak teduh dan pintu besinya tidak terkunci. Perlahan melangkah sambil menebar pandang sekeliling, “wah banyak makam di sini”, pikir saya.
Di sebelah kiri, yang paling besar, tinggi dan dilindungi cungkup adalah makam Pangeran Diponegoro bersanding dengan istri R.A. Ratu Ratna Ningsih yang wafat 1865. Kompleks makamnya sendiri rapi dan ditumbuhi bermacam bunga seperti soka merah. Jadi tidak ada kesan angker sama sekali.
Apa lagi di bagian belakang kompleks makam berdiri bangun dengan teras yang dilengkapi sofa. Di sini lah para kuncen yang berasal dari keturunan Diponegoro menyambut para tamu. Di dindingnya tergantung lukisan Sang Pangeran sedang mengendarai kuda.
Tak lama keluar Bapak R. Muhammad Saleh, keturunan ke-4, pengurus makam sehari-hari. Beliau mempersilahkan kami duduk di teras. Pak Muhammad menerangkan siapa saja yang tertanam di sana. Selain pangeran dan istri mereka adalah putra-putri, para cucu, cicit dan pengikut setia Diponegoro sampai akhir hayatnya.
Memandang kompleks makam dari teras itu saya ingat pada artikel Perang Jawa di majalah National Geographic yang terbit beberapa bulan lalu. Ada kecurigaan bahwa pihak Keraton Jogjakarta terlibat dalam penangkapan Pangeran Diponegoro yang dramatis itu. Kalau lah itu benar apa yang membuat Keraton merasa terancam oleh anaknya sendiri? Dalam hati pun timbul tanya tanya, sekalipun beliau putra seorang selir toh tetap seorang putra raja, mengapa pula ia hidup terpisah di luar istana?
Iya selama hidupnya Diponegoro tinggal bersama neneknya di Tegalrejo. Seandainya Diponegoro tetap di Jawa sampai akhir hayatnya akan di manakah pusaranya? Di kompleks makam Raja-raja Mataram atau tetap di Tegalrejo di kampung ia dibesarkan?
Hoax kalau gak foto yang nulis
Misteri Makam Diponegoro
Makam para cucu Pangeran Diponegoro
Ada misteri yang menilingkupi Makam Pangen Diponegoro. Konon yang di Makassar bukan lah makam asli. Makam asli pahlawan perang Jawa ini, menurut cerita yang sedikit berbau mistis, terletak di Sumenep Madura.
Menurut cerita saat Perang Jawa berakhir Pangeran Diponegoro bersembunyi di Sumenep. Raja Sumenep yang bernama Sri Sultan Abdurrahman membantu menyembunyikan beliau ke dalam Masjid Ladju, Kelurahan Kepanjin, Kecamatan Kota Sumenep.
“Belanda mengeluarkan Sri Sultan untuk menyerahkan Pangeran Diponegoro. Tahu Belanda, tidak hafal dengan wajah Diponegoro. Akhirnya, ditukarlah dengan salah satu yang mirip dan diserahkan ke Belanda,” katanya. Orang inilah yang kemudian, dibawa Belanda ke Ujung Pandang ( Makassar ).
Sementara Pangeran Diponegoro hingga meninggalnya menetap di Sumenep, dan dimakamkan di luar Komplek Asta Tinggi. Barulah pada 1984, Ketua Asta Tinggi kala itu, Rb Abd Rasyid bersama peneliti, menemukan makam yang diperkirakan makam dari Pangeran Diponegoro.
Setelah puas berbincang dengan Pak R. Muhammad Saleh kami pun minta diri. Saya sudah lapar.
@eviindrawanto
The only thing you need for a travel is curiosity.
33 comments
di Makassar sebelah mana nih mbak ? Salam kenal..
Lokasi makam Pangeran Diponegoro di Jalan Pangeran Diponegoro, Melayu, kecamatan Makasar, Kota Makassar, Mas 🙂
Mbak Evi bikin aku penasaran nih . .
Mudah-mudahan kesempatan berikut ke Makassar aku bisa mampir ke situ juga.
Masih di pusat kota Makassar, Mas. Iya mudah2an Mas Krish sampai juga di tempat ini 🙂
lapar??? habis kunjungan ke makam, enaknya dilanjut makan ikan bakar … hehehe
Lukisan Pangeran Diponegoro yang menunggang kuda itu sangat melegenda. Kalau saya ditanya atau mendengar nama Pangeran Diponegoro yang kebayang lukisan pangeran gagah berani berpakaian putih dan bersorban menunggang kuda hitam dengan dua kaki depan terangkat . Gak tau generasi jaman milenium ini kalo ditanya Pangeran Diponegoro atau Tuanku Imam Banjol apa yang melintas dipikirannya.
Dulu waktu gawe di Bontomarannu, Gowa gak terpikir ziarah ke makam beliau. Semoga bisa juga suatu saat nanti ziarah ke makam Pangeran Diponegoro dan Tuanku Imam Bonjol, aamin.
Amin. Imam Bonjol juga pahlawan yg terusir dari kampung halaman. Saya pun semoga suatu saat bisa ke Manado dan ziarah ke makam Tuanku Imam, Pak Alris. Amin 🙂
aku selalu menikmati perjalanan sarat sejarah, cerita dan legenda…seru ya mba, apalagi kalau tokohnya yang kita tau dari sejarah negeri kita sendiri…kompleks makamnya bagus..
Betul Mbak Indah. Peninggalan, jejak sejarah para pahlawan akan mendefinisikan siapa kita 🙂
Wah Mba. Ke makamnya langsung ya. Kalau dulu mah ingetnya kapan perang Diponegoro dari tahun sampai tahun berapa. Tapi makam di mana gak tahu. Nambah wawasan nih mba. Makasih sharingnya.
Sebetulnya aku juga lupa-lupa ingat di mana makam beliau sebenarnya Mas Ryan. Dulu malah aku berpikir di Manado. Untung jalan bareng sama penduduk asli Makassar makanya sampai ke sini 🙂
jalan2nya penuh makna banget mba Evi….Sekarang apa anak2 masih tau pangeran Diponegoro ya>
Kalau pelajaran sejarah masih ada, sesekali kalau mempelajari tentang pahlawan nasional, mungkin ada Mbak Fitri 🙂
Lukisan Sang Pangeran Diponegoro sedang naik kuda itu begitu melekat dalam kesan saya semenjak kecil.
Kuda simbolisasi gagah berani dan kepahlawanan dalam berbagai budaya dunia ya Pak Azzet. Dalam lukisan naik kuda ini Sang Pangeran gagah seakli. Mungkin kalau dia hidup di era sekarang fotonya diatas helicopter 🙂
Wadduhhh pelajaran ilmu sejarah saya dapat berapa ya dulu? Saya tahu beliau dibuang tapi baru baca disini kalau beliau dimakamkan di sulawesi ahhhh ketiwasan.
Terimakasih sudah berbagi info bu Evi 🙂
Hehehehe terima kasih juga Rangi …
Mbak, awal November tahun 2014 lalu, saya juga ke makam ini, ke bentengnya pula lihat tempat Pangeran Diponegoro diasingkan sama keluarganya. Sayang saya nggak foto-fofo…dianggap hoax nggak ya… 😉
Hahahaha Mbak Irma pasti punya fotonya lah cuma gak mau lenjeh kayak aku saja. Dan dirimu bukan tipe hoax lho Mbak 🙂
Menelusuri jejak catatan sejarah di beberapa situs nisan si pelaku sejarah memang petualangan yang mengasyikan, diperlukan sebuah keberanian dalam menggali dari sudut pandang luas akan sebauh nilai sejarah agar tidak terlupakan oleh jaman ya Mba, hm,,,, enak kali ya bisa berwisata seperti ini,,,,,, ajarin saya dong mba…. 😀
Yah ngajarin Pak Indra mah, ibarat ngajarin polisi berbaris atuh hehehe..
Memang Pak jelajah sejarah itu bikin ketagihan…:)
Huwaaa, pas ke Makassar ngga sempet ziarah ke makam Pangeran Diponegoro, Mba Evi. Ngga kepikiran deh malahan, waktu itu. Udah riweuh buru-buru mau ke Maros. Huhuhu ..
Sulawesi Selatan itu banyak Nian yang mempesona, Mbak Noerazka. Waktu terbatas jadi halangan utama deh untuk explore semua 🙂
Tentang keturunannya, apa pernah pulang ke Jawa? Sowan ke Keraton Ngayogyakarta?
Dan kalaupun memang ada intrik dalam peristiwa 1830 itu, kayaknya saya tidak bisa ngomong apa-apa. Royals and nobles. Hehe.
Para keturunan Dipanagara punya perkumpulan sendiri, Sobat Gara. Sekali setahun mereka berkumpul atau dalam haul Dipanagara. Jadi mereka pastilah saling mengunjungi 🙂
Aaah,.,,jadi pengin ke sana mbak. Tengkyuu infonya ya mbak 😀
Terima kasih kembali Mbak Yusmei 🙂
Ahh waktu ke Makassar nggak sempat mampir ke sana, malah dapat makam Sultan Hassanudin di Gowa aja. Andai Pangeran Dipanegara nggak dibuang, beliaulah yang seharusnya meneruskan tahta Kesultanan Ngayogyakarta dan jadi Hamengku Buwono IV. Malang nasibnya 🙂
Iya kalau melihat sepak terjangnya dari sejarah dia akan jadi raja yang besar, Mas Halim. Mungkin itu yang bikin Belanda dan musuh-musuhnya takut sehingga pwrlu dibuang dari Jawa…
ke makamnya ya kak evii
Mampir sebentar doang Winny 🙂
Artikel natgeo ini pengen banget aku baca deh mbak…aku juga penggemar cerita n prninggalan sejarah soalnya ^-^
Tulisan yang disusun oleh Mahandis Y. Thamrin itu keren banger Mbak Muna. Ini ada versi onlinenya http://nationalgeographic.co.id/feature/2014/08/kecamuk-perang-jawa