Kebun organik Sadaya Farm terletak di Dusun Lengis Kidul, Desa Warung Menteng, Kecamatan Cijeruk, Bogor. Cukup berliku jalan menuju kesana. Dari pusat kota Bogor masuk ke jalan Paledang, bersambung lurus ke jalan Pahlawan, belok ke jalan RE Sumartadireja, Hj Halimi sampai akhirnya tiba di jalan Cijeruk. Walau peta dari Google jelas, masuk iring-iringan dan dapat tuntunan pula, tetap dong kita pakai acara nyasar. Soalnya di Kampung Cimenteng rombongan tercerai berai oleh keramaian Pilkades.
Kebun Organik Sadaya Farm baru berdiri beberapa bulan.Namun sudah menunjukan eksistensi yang bagus. Kelahirannya berawal dari sekelompok anak muda yang corncern pada pemakaian racun berlebih (pupuk dan zat kimia sintetis) pada sistem pertanian konvensional. Maklum mereka berlatar belakang LSM penggiat pertanian organik. Nah ditempat ini mereka mencoba mempraktekan semua ilmu dan pengalaman selama menjadi aktivis. ” Ada saat berteori dan ada saat berpraktek.” Ujar Arief Rifali Firman, salah seorang penggas, kepada saya saat bersama teman-teman Slow Food Jabodetabek berkunjung ke tempat itu tanggal 24 Maret lalu.
Baca juga  Hidup Organik dan Perilaku Selaras
Acara Slow Food Jabodetabek
Kunjungan ke kebun organik sadaya farm ini memang dalam rangka gathering berkala anggota Slow Food Jabodetabek. Sebuah convivium dari Slow Food International yang didirikan Carlo Petrini tahun 1986. Slow Food sendiri adalah gerakan global yang berusaha memberi alternatif terhadap makanan cepat saji (fast food), melestarikan makanan tradisional suatu daerah, mendorong pertanian dengan bibit (tanaman dan ternak) sesuai dengan karakteristik ekosistem lokal. Dengan kata lain Slow Food berusaha mengkonter keseragaman makanan yang diperkenalkan oleh berbagai coporate raksasa ke seluruh dunia. Slow Food memberi alternatif mengapa kita tidak makan makanan yang tumbuh dari sistem pertanian sendiri, bibit kita sendiri malah kalau perlu kita tanam sendiri.
 Tour Kebun Organik Sadaya Farm
Sebelum makan siang kami semua dibawa tour kebun organik. Kebunnya sendiri kurang dari satu hektar. Tapi pemandangan sekeliling sungguh memukau. Bukit-bukit hijau dengan latar belakang langit biru cerah.
Kebun ditanami beragam sayuran, mulai dari lobak, terong, tomat, wortel, hingga seledri. Hebatnya, semua dilakukan secara organik. Namun, apa yang sesungguhnya membuat saya tergelitik adalah bagaimana mereka mereka bikin pestisida nabati.
Pembuatan Teh Kompos Organik
Setelah beramah tamah dengan tuan rumah kami dipresentasikan cara pembuatan teh kompos organik yang digunakan pada kebun organik sadaya farm. Teh kompos organik ini adalah ekstrak air dari bahan kompos alami yang mengandung nutrisi terlarut. Kaya berbagai organisme seperti bakteri, cendawan, protozoa dan nematoda. Kegunaannya selain mengurangi penyakit sekaligus menambah gizi tanaman.
Selesai, acara yang paling saya minati pun tiba.Tour kebun organik. Kami dibawa berkeliling melihat berbagai sayur yang sedang tumbuh. Ada lobak, wortel, kacang panjang, terung ungu, daun bawang, tomat cerri dan lain-lain. Saya perhatikan banyak dari daun sayuran yang tumbuh berlubang di makan ulat. Sekalipun daun berlubang bukan ciri yang tepat dalam mengukur keorganisan sayuran,di kebun organik sadaya farm daun sayur membuktikan keotentikan dirinya.
Nah tentu saja peserta yang rata-rata adalah konsumen organik boleh belanja sayur yang sudah bisa dipanen. Jadi deh saya yang tidak suka bertanam tapi suka memetik memuaskan hasrat. Panen wortel, lobak dan terung ungu dengan sangat antusias. Kalau saja sayur-mayur itu bisa lama disimpan di kulkas, kayaknya mau deh belanja untuk sebulan 🙂
Merayakan Pangan Lokal
Menikmati wedang jahe bersama penganan rebus yang terdiri dari pisang, ubi dan kacang tanah memberi sentuhan tradisional dalam acara ini. Rombongan juga diberi pengetahuan seputar budaya minum teh yang disponsori oleh Banten Tea dari PT. Harendong serta Kedai Teh Laresolo. Mengenai tea culture akan saya tulis pada kesempatan lain.
Balik dari kebun makan siang sudah menanti. Mata langsung saja dimanjakan warna-warni ngejreng alami diatas meja. Para juru potret pun langsung riuh untuk beraksi. Membidik kesana-kemari sebelum makanan itu tandas sambil memperbincangkan kearifan yang terkandung di dalamnya. Tentu saja faktor sehat dan rasa jadi topik nomor satu. Dan saya tanpa ragu melahap nasi dari beras merah organik, goreng ayam, ditemani sayuran dan urap dari kebun organik sadaya farm sendiri. Sedap euy!
Dan saya berpikir bahwa kebun seperti ini harusnya diperbanyak lagi. Pendapat mu temans?
@eviindrawanto
71 comments
huwaaaa….sayurannya hijau dan segar begitu ya tante, kepengen ih..
Emang, yang hijau segar seperti ini selalu mengundang selera Teh 🙂
Foto urapnya kok menggoda ya mbak …
Dan rasanya juga enak Mbak Dey..Kriuk-kriuk hehehe..
waduh komplete ya ,,,
Terima kasih 🙂
Di bandung ada gerakan Bandung berkebun yaitu kegiatan urban farming memanfaatkan lahan-lahan yang tidak terpakai. Sebetulnya sangat menguntungkan ya Mbak, minimal ketika butuh bumbu tidak perlu menanti tukang sayur lewat, cukup mengambil dari pot atau pekarangan…. Dan bisa jadi kegiatan diakhir minggu sambil ngorek-ngorek tanah hihihihi
Urban farming ini kayaknya juga terlibat di Sadaya Farm deh Mbak Nita…
Iya saya juga pengen banget nih bisa nanam..Apa daya tempat untuk naruh pot pun terbatas hehehe..
Slow Food …
as an opposite of fast food
Gerakan ini boleh juga nih Bu Evi … yang jelas … sore-sore gini saya ngiler juga melihat urap-urap itu …
segar sepertinya
salam saya Bu
Ayo Om ikut gabung dengan Slow Food. Nanti kapan2 kalau ada acara lagi aku infokan ya Om 🙂
Waa… seger2 bikin kemecerrr….
Eh, soal males nanem tapi hobi manen, kaya’nya kita sama deh..hehe…
Hahaha..Kalau gitu kita toss ah Mbak..Teman sejiwa…
suka banget liat sayur mayur berlimpah begitu, uni..
memang slow food akan membuat pencernaan kita sehat
ayo kita dukung gerakan slowfood ini.. dan mulai rajin bertanam juga
#xixi, klo aku curang.. ada mama yg hobi banget berkebun.
Ayo May..Kita dukung gerakannya. Gak pakai nama Slow Food juga gak apa-apa, yang penting adalah pesan moralnya, mengembalikan makanan kita pada jati dirinya. Jangan mau di dikte oleh makanan asing yg sudah distandarisasi dan bersistem itu. Makanan kok ya diperlakukan kayak mesin..:)
Kalau punya tanah ya lebih baik dimanfaatkan buat bercocok tanam, bisa menghemat pengeluaran dapur ;).
Iya Mbak Nella, semoga aku tertular semangatmu menanammu 🙂
seger banget bun lihat yang hijau-hijau
Kayaknya blogger mesti sering2 melihat yg hijau Mbak Lid, biar mata berganti pemandangan dr layar kompi
liohat foto fotony ajadi ingat kebunku di musim panas mbak, aku juga suka nyabut wortel sendiri di halam rumah 🙂
Asyik deh mbak El, kalau nyabut wortel dari kebun sendiri 🙂
Bener mbak, suamiku suka juga nggado wortel di kantor, jd kl pas musim panas itu kuselipkan di luch boxnya, kriuk kriuk deh, segar 😛
Nah ngegado wortel mentah baru petik itu rasanya nikmat banget Mbak El..:)
Cita2 ku pengen punya rmh yg ada kebun blkgnya biar bs ditanemi sayur dan buah *ngayal*
Salaman! Mari aku temani ngayalnya Mbak 🙂
wah makin banyak kebun organik nih, bu
kayaknya aku harus bilang ke ibue ncip untuk beralih ke produk organik setelah bertahun-tahun sukses hidup tanpa msg…
Bagus sekali Mas Rawins,msg mah gak ada manfaatnya,cuman mengelabui daya pengecap yg berakhir jadi racun di tubuh kita. Iya mas saatnya beralih ke organik. Kalau bisa tambahkan dng beras merah atau hitam 🙂
Mba Evi… Saya lihat poto sayurannya itu seger banget ya. Sehat banget sepertinya kalau makan sayuran yang organik terus gitu. Tertarik sama gerakan slow food nya Mba. Saya membayangkan betapa banyak fastfood yang terkonsumsi selama ini…
Iya, sayuran organiknya itu bikin ngiler deh mba Evi. Lebih asyiknya lagi kalo berkesempatan memetik sendiri seperti itu ya, Mba. Wah, kapan ya bisa berinteraksi langsung seperti itu. Pengen deh. 🙂
Mbak Alaika, di Bandung kan banyak kebun-kebun yg menyediakan diri sebagai tempat wisata. Bisa panen sendiri 🙂
Iya Mas Dani. Sayuran dari kebun konvensional sangat mengkuatirkan treatmentnya. Jadi kalau emang punya akses ke sayur organik diusahakan beli. Untuk pemakaian jangka lama ini lebih sehat Mas. Ayo ikutan gerakan slow food Mas Dani 🙂
menggiurkan sekali, mbak…
taulah kalo cijeruk sih, cuma kampung cimenteng itu mah.. heuu, pasti nyasar2 saya… 🙂
Sering ke Cijeruk ya Mbak Hil..Iya masuk ke Cimenteng jalannya berkelok-kelok..sekarang kalau aku disuruh sendirian jalan kesana yah bakal nyasar lagi 🙂
pake sambel mentah plus nasi hangat mantab bgt itu pasti makannya 😛
smoga pangan lokal semakin berkembang dan semakin diminati oleh konsumen dan produsen,sehinggal harga bisa bersaing
Amin. Kalau bisa tiap belanja bahan makanan, yg lokal saja Ronal 🙂
waaa seger banget nih mata liat foto sayuran nya adem ayem gimanaaa gitu …
*lebay ga yaa xixixiix
Gak lebay kok Dea..Emang sayurannya segar 🙂
Aihhh sedap benar itu makanannya…. bikin ngiler ya.
Saya suka makan makanan organik, tapi biasanya yang kita pilih untuk minyak goreng, beras, dan jus. Kalau sayuran sih masih beli yang di pasar saja hehehee..
Makanan organik yang masih segar emang agak sukar mendapatkannya Mbak Zizy. Maklum gampang rusak. Berbeda dengan beras dan makanan olahan lainnya..:)
jujur saya baru tahu kalau ada istilah slow food …
makanannya bikin kepengem bu, kelihatan segar … *jadi pengen pulang lagi …
Di Taiwan kayaknya Slow Food juga sudah ada deh Mas Hindri..:)
saya tahunya baru model makanan organik-organik gitu, yang tentu saja kurang bersahabat untuk kantong mahasiswa … *ups, terlalu polos
Kalau kebun organik sudah banyak, mungkin tak mahal lagi Mas..Tapi beli di kebun langsung seperti aku kemarin, gak beda dari harga di pasar. Tapi jauhnya itu lho ya hehehe..
Assalaamu’alaikum wr.wb, mbak Evi…
Enaknya makan makanan dari kebun organik. Segar dan masih baru untuk disantap segera. tambah lagi kalau sudah penat di kebun lalu balik ke rumah sudah siap dengan hidangan yang enak dari kebun organik. Carrotnya merah dan besar ya mbak. Saya sangat sukar minum jus carrot susu.
Saya suka sekali melihat foto-foto ketikan mbak Evi, ada nuansa semulajadi yang indah dan relax. Tempatnya juga menarik dengan pemandangan indah yang menenangkan. Melihat kehijauan alam memang mendamaikan.
Salam manis dari Sarikei, Sarawak. 😀
Waalaikumsalam,
Hehehe..iya Mbak Siti. Andai saja tiap hari bisa begini ya, makan sayuran segar yang baru di petik. Mestinya punya kebun sendiri ya..
Carrotnya juga manis Mbak Siti..Jadi dibikin juice enak banget, apa lagi kalau ditambah susu..maknyes! Hehehe..
Selamat berakhir pekan saudariku di Sarikei
Salam manis dari Serpong 🙂
Aku suka banget yang beginian Mbak…
jadi pengin punya kebun organik sendiri, jadinya…
#gedang godog,kacang godog aku seneng Mbak.. urap apo neh ! klangenanku !
Mbak Lies, yuk kita sama-sama berdoa agar diberi Allah kebun organik yg kita impikan. Amin 🙂
Keren banget, mauuu punya kebun kek gitu.
Aku penasaran sama tea culturenya mbaaaakkk 😀
Iya Un, ntar kalau sudah besar (sekarang belum ya Un, maafffff…) jangan lupa sisihkan uangnya untuk beli kebun…:)
Kak … harga sayuran organik lebih mahal daripada sayuran non organik kan ya?
Kalau di pasar sih emang gitu Niar. Tapi kalau beli di kebun harganya sama saja. Habis mereka kan tidak mengenakan biaya distribusi dan transportasi 🙂
wah..seru banget ya Mbak Evi.. ikut dong sekali-sekali ke acara seperti ini Mbak..
Mudah-mudahan ada yang weekend Mbak..
Mbak Daniiii…Duh senang deh kalau kita bisa bareng ikutan acara ini. Nanti gathering berikutnya aku SMS ya..Biasanya sih emang diadakan diakan diakhir pekan 🙂
ya.. sudah bisa ngebayanginnya Mbak Evi..Seru pasti!
Mudah2an secepatnya kita reuni darat ya Mbak Dani hehhe..
Di sini makanan organic udah gampang ditemukan juga mba dan memang udah jadi pilihan alternatif gitu deh. Cuma memang sayang yaaa, harganya lebih mahal daripada yang biasa. :((
Kelemahan produk organik sama rupanya Mbak Bebe, lbh mahal dari produk konvensional 🙂
Kiprah Uni Evi pegiat slow food, trim Uni tuk info kiprah slow foodnya. Tour de kebun selalu penuh warna ya Uni. Salam
Sedang belajar berkiprah di luar bisnis Mbak Prih. Karena sejalan dengan keinginan hidup lebih sehat, ikutan deh aku jadi membernya slow food..Makasih Mbak 🙂
kali-kali bikin kebun organik sendiri donk mba, biar lebih seru 🙂
aku walaupun bukan anak agrobisnis, tp udah buat tanaman system hidroponik sederhana di belakang rumah 🙂
Aku kepengen sih Mas Andy..Doakan yah biar aku punya kebun. Dan selamat dengan Mas Andy yg sudah memulainya dari belakang rumah..:)
Alhamdulillaah…., rasanya segeeeer gitu ya, Mbak Evi, betapa menyenangkannya. Saya juga termasuk orang yang sangaaaaat suka akan sayur (maupun buah), makanya sejak kecil saya jarang makan yang berbahan daging. Mantaf…, Mbak 🙂
Sayur mayur seperti itu membuat kita jauh lebih segar Pak Azzet. Sekalipun daging2an tetap perlu, namun mengurangi porsinya dan menambah porsi sayur atau buah saya kira langkah bijak menabung pola kesehatan kita..:)
Kebayang, kalo aku ada di kebun kayak gitu, pasti jadinya kalap kayak mbak Evi. Pengen mborong buat sebulan, hehe….
Memang harusnya kebun kayak gini ada di mana-mana ya mbak…biar kita juga jadi lebih sehat..
Hahaha..Pasti itu Jeng..Kalau kita berdua yg kekebun, pasti berubah jadi arena perburuan..
pengalaman yang sangat seru sekali nih Mbak,,jadi pengennnnnnnnn
Kami sangat mengapresiai artikel-artikel seperti yang dikupas diatas, HIDUP sehat dengan investasi murah.
Mbak evi, akhir2 ini aku lagi nyoba berkebun. Pengen deh mampir ke sadaya farm. Mbak masih punya kontaknya gak ya?
pengen sekali mempunyai kebun sendiri buat bercocok tanam..
Saya juga pengen Mbak Mariya 🙂
ibu maaf sebelumnya saya alip mahsiswa IPB, bermasud bertanya apakah ada kontak sadaya farm?
saya ingin beli bibit brokoli jika ada. guna penelitian
Maaf Alip. Kunjungan saya ke sadaya Farm sudah lama sekali. Dan kontak Mereka pun sudah hilang dari ponsel saya