Konglomerat Pertama di Asia Tenggara – Buka buku lama dari rak. Berjumpa salah satunya Oei Tiong Ham: Konglomerat Partama Asia Tenggara. Disunting oleh Yoshihara Kunio, seorang guru besar ekonomi pada Pusat Studi Asia Tenggara di Universitas Kyoto. – Oei Tiong Ham Concern –
Membaca buku ini membuka sedikit wawasan terhadap kerja keras, perjalanan hidup, dan sejarah gula di Indonesia.
Dalam pengantarnya Yoshihara Kunio menulis bahwa Oei Tiong Ham Concern, merupakan sebuah usaha konglomerat dengan bisnis utama gula. Didirikan oleh seorang Cina peranakan bernama Oei Tiong Ham (1866-1924) di Hindia-Belanda (Indonesia).
Di bawah Oei Tiong Ham Concern terdapat dua perusahaan. Yang pertama NV Handel Maatschappij Kian Gwan bergerak dalam perdagangan gula internasional. Yang kedua  NV Algemeene Maatschappij tot Exploitatie der Oei Tiong Ham Suikerfabrieken bergerak dalam pembuatan gula. Perusahaan ini juga  mengelola lima buah perkebunan dan penggilingan tebu di Jawa.
Konglomerat Pertama Asia Tenggara Dan Monopoli Usaha
Dari gula, Oei Tiong Ham kemudian membuat diversfikasi  usaha . Kian Gwan berkembang menjadi sebuah perusahaan dagang umum skala internasional. Pada awal 1930-an, perusahaan itu sudah memiliki Kian Gwan Western Agency, Ltd. di London, Kian Gwan (Malaya), Ltd., di Singapura, dan Kian Gwan Company, India, Ltd., yang meliputi British India dan Cina dengan kantor di Calcutta, Bombay, Karachi, Shanghai, Hong Kong, dan Amoy.
Untuk memudahkan perdagangan dan pengembangan usaha,  Oei Tiong Ham juga mendirikan pergudangan bernama NV Midden Java Veem, perusahaan perkapalan regional NV Heap Eng Moh Steamship Co.. Ia juga juga merah bisnis keuangan dengan mendirikan bank NV Bank Vereeniging Oei Tiong Ham.
 Selanjutnya di Krebet, Malang, Jawa Timur, tempat beroperasinya perkebunan tebu dan pabrik gula, Oei Tiong Ham juga memproduksi tepung tapioka. Disini terdapat  perkebunan ketela untuk menunjang kebutuhan pabrik. Dia pun terjun menangani masalah pengembangan dan pengelolaan harta kekayaan tak bergerak seperti menyediakan perumahan bagi para pekerja perkebunan.
Perkebunan di Jawa masa itu berbeda dengan apa yang biasanya dikenal sebagai perkebunan oleh kita sekarang. Contoh, Oei Tiong Ham Concern tidak memiliki kebun sendiri untuk menanam tebu. Kebun itu milik para petani pribumi dan tebunya juga ditanam oleh petani. Mereka harus menjual kepada Oei Tiong Ham Concern.
Jadi Oei Tiong Ham Concern adalah perusahaan gula monopoli. Karena petani tidak boleh menjual hasilnya ke tempat lain.Perusahaan-perusahaan lain pun dilarang membeli tebu dari petani. Jadi ceritanya lahan-lahan itu disewa dari petani. Selanjutnya, tenaga kerja tidak boleh didatangkan dari luar. Semua tenaga kerja harus diambil dari para petani yang ada di lokasi perkebunan itu.
Oei Tiong Ham Jadi Orang Terkaya di Asia Tenggara
Pada masa sebelum perang, Oei Tiong Ham Concern merupakan perusahaan konglomerat pertama dan terbesar milik orang Cina di wilayah ASEAN. Mereka tumbuh pesat pada 1890-an. Jadi kelompok perusahaan dengan bermacam-macam usaha pada permulaan 1910-an.
Pada masa sebelum perang, Thailand adalah negeri terbelakang di Asia Tenggara, dan baru pada tahun 1930-an embrio perusahaan konglomerat modern mulai muncul di sana (contohnya, kelompok Wang Lee).
Di Filipina, bisnis modern muncul lebih awal ketimbang di Thailand. Tetapi kebanyakan terbatas pada industri tunggal (contohnya, China Banking Corporation). Dan pada masa sebelum perang tidak ada perusahaan konglomerat modern di sana.
Di British Malaya, karena negara itu menjadi sumber pemasok bagi negara-negara Barat dan karena orang Cina diberi banyak kebebasan dalam bidang ekonomi seperti di Hindia-Belanda, kelompok perusahaan modern muncul relatif lebih awal. Tetapi tidak satu pun yang menyamai ukuran Oei Tiong Ham Concern.
Begitu pula dengan penambang timah seperti Eu Tong Sen dan Loke Yew, ukuran dan ruang lingkupnya terbatas, dan mereka tidak bertahan lama.
Kelompok Ho Hong yang didirikan oleh Lim Peng Siang pada tahun 1910-an adalah kelompok yang paling beragam bidang usahanya di Malaya pada waktu itu. Tetapi tidak lebih besar dari Oei Tiong Ham. Dan kelompok Ho Hong berumur singkat, dia mulai merosot setelah Perang Dunia I.
Perusahaan konglomerat Tan Kah Kee yang mencapai puncaknya sesudah kelompok Ho Hong, juga terbatas ruang lingkupnya. Seperti halnya kelompok Ho-Hong, umurnya singkat pula.
Fasilitas Hindia Belanda, Disiplin, dan Kerja Keras
Tidak bisa dipungkiri, campur tangan pemerintah Belanda sangat besar dalam kibaran bendera Oei Tiong Ham Concern saat itu melahirkan konglomerat pertama di Asia Tenggara ini.
Tapi dia sendiri adalah produk pendidikan dari sebuah kerja keras dan hidup hemat yang di lakoni sang ayah Tjie Sien. Sekalipun Tiong Ham kecil berkali-kali memberontak atas kehematan dan kekolotan ide-ide sang ayah, Tjie Sien tidak mengindahkan semua omong kosong anaknya. Malah dia juga tidak ragu menjatuhkan hukuman tangan besi.
Perusahaan dagang Kian Gwan didirikan oleh ayah Oei Tiong Ham, Oei Tjie Sien (1835-1900), seorang imigran dari Tong An di Distrik Ch’uanchou, Propinsi Fukien. Tidak seperti kebanyakan orang Cina yang datang ke Asia Tenggara pada abad ke-19, Tjie Sien mengenyam sedikit pendidikan dasar Cina klasik pada masa remajanya. Karena suatu sebab, ia terlibat dalam Pemberontakan Taiping, dan terpaksa melarikan diri dari negerinya.
Sekitar tahun 1858 ayah dari konglomerat pertama di Asia Tenggara ini tiba di Semarang, Jawa Tengah. Dan mulai berdagang kecil-kecilan. Cucu perempuannya, Oei Hui Lan, menggambarkan keadaannya pada tahap ini sebagai berikut:
“Dengan simpanannya yang sedikit ia membeli piling dan mangkok porselen murahan dan menjajakannya dari rumah ke rumah dalam keranjang yang dipikul dengan bambu. la berjual beli dan melakukan tawar-menawar dengan amat ulet dan cerdik untuk setiap mata uang tembaga. Kemudian keuntungan yang amat kecil itu ia tanamkan kembali dengan membeli lebih banyak piling dan mangkok serta beras dalam bungkusan-bungkusan kecil. Lambat laun, dengan susah payah,Tjie Sien berhasil menabung”.
Ini lah sejarah kewiraswataan di Indonesia. Melalui Oei Tiong Ham Concern, Hindia Belanda pernah mencatatkan diri sebagai pemilik kelompok bisnis terbesar di Asia Tenggara. Bukan itu saja, mereka juga mendapat pengakuan sebagai raja gula dari Eropa.
Setelah merdeka dan mendapat pendidikan lebih baik semoga generasi pasca perang dunia II Indonesia bisa mengikuti jejak Oei Tiong Ham.
Sering mendengar nama Oei Tiong Ham disebut kan teman?
Salam,
44 comments
saya juga pernah baca buku ini dan pernah menulis hal serupa seperti ini…Hanya saja kalau saya nulisnya based on novelnya agnes D… keren ya ada orang indonesia paling kaya dulu…
Waktu itu dia belum bisa disebut orang Indonesia sih Bro..Bisnisnya kan dln proteksi pemerintah hindia belanda..tp untuk jamannya oei tiong ham emang keren sekali
sering denger,tp baru tahu kisah detailnya setelah baca tulisan mba
ternyata beda ya dengan orang barat tempo dulu,yang terkenal karena usaha percetakan surat kabar dengan orang Indonesia.Tp walaupun begitu ini menjadi salah satu contoh alasan kita untuk tidak menjadi males selagi masih muda
Betul Mas Andy..Oei kaya dari gula yg datang dari perkebunan tebu tanaman paksa 🙂
Pernah denger namanya mbak, tapi baru tahu di sini kisah tentang perjuangan ayahnya hingga nama Tiong Ham jadi sebesar itu..
Kalau saya teruskan, cerita sukses yang panjang Jeng Liss 🙂
wah bukunya meskipun jadul tapi sangat bernilai sejarah 😀
Betul Mas Arif, buku2 sejarah semacam ini membantuk kita memahami masa lalu untuk diambil manfaatnya untuk masa depan 🙂
Pernah denger namanya Uni, tapi kisahnya baru tahu, penuh hikmah, tfs
Dulu kayaknya ada oei tiong ham award deh Mbak Keke..Saya lupa award untuk apa..Nah saya pertama mendengar nama oei ini pada award itu..
aku baru baca kisahnya nih bun, terima kasih ya
Sama-sama Mbak Lid..Selalu ada yang pertama untuk segala sesuatu 🙂
Mbak…saya termasuk yang baru tahu tentang kisah Om oei tion ham ini…hiks:(
Eh iya, hepi idhul fitri..maaf lahir dan batin ya Mbak
Gak apa2lah Mb Ririe..Tahu atau tidak gak istimewa banget sih efeknya. Terima kasih ya..Selamat idul fitri..
gak pernah tuh mbak, baru kali ini dengar. Kalau Evi Indrawanto saya malah sering dengar hehehe..
Hmmm hebat dong kalau gitu Indonesia, pernah jadi konglomerat pertama di Asia Tenggara. Saya juga salut dengan sistemnya yang enggak monopoli beli lahan, tapi justru membuka lapangan pekerjaan bagi petani lokalan..
eh mbak Evi.. minal aidzin wal faidzin ya..
Haha..Evi Indrawano lbh terkenal dunk Mas Akbar…
Bisnis jaman dulu rupanya emang belum seserakah jaman sekarang ya, tanah masih dibiarkan milik rakyat walau dipaksa menanam tanaman jenis tertentu.
kerja keras, ulet, hemat dan cerdik …
Ulasannnya sangat menginspirasi bu Evi …
Sepertinya spirit itu memang yg membantu sukses Oei, Mas Pur..Melihat ke masa depan dan tak tetpaku pd penderitaan ke kinian..
Wah tebu Indonesia zaman dulu hebat ya, bisa membangun konlemarasi kayak Oei Tiong Ham. Kira-kira kalo fokus lokasi perkebunan dan pabrik gula saat sekarang ini dipindah ke luar jawa yg punya lahan perkebunan luas, bisa gak ya?
Aku pikir asal lahannya memenuhi syarat untuk tumbuh tebu, pasti bisa dipindah ke luar jawa, Mas Noer..Itu kan dilakukan dng perkebunan sawit. Hanya saja saya heran kok tidak dilakukan oleh bumn ya? Apa keenakan impor atau kurang menguntungkan dr sisi ekonomi?
Saya orang Sumatera Selatan, dan di Propinsi sayakebun tebu dari sisi ekonomi kurang sexi ketimbang sawit atau karet, makanya di Desa saya dan kebanyakan Desa di Sumatera Selatan orang pada berlomba menanam karet dan sawit, bahkan di kecamatan saya begitu buka hutan orang bahkan langsung menanam lahan dengan karet. Padahal dulunya sementara menunggu karet tumbuh besar petani menanam padi dan palawija.
Karet dan sawit rupanya lebih menguntungkan Mas..Kalau gak mana mungkin orang lebih suka menanam tanaman tersebut ketimbang tebu..Saat perkebunan tebu langka, kitapun terus2an impor gula. Entah gimana caranya keluar dari mindset pedagang hehehe..
Jaman dulu pemodal dan pekerja bisa bersinergi…
Selain belum banyak campur tangan pihak lain, persaingan juga belum sedahsyat saat ini. Kalau sekarang amat susah merekrut tenaga dari orang sekitar karena kadang dibutuhkan skill yang lebih, sementara keahlian tenaga kerja yg ada di sekeliling tak memenuhi syarat.
Kalau dipikir2 secara ekonomi, kalau Indonesia msh jadi Hindia Belanda, mungkin negara ini akan lbh makmur ya P Mars..Sdh 67 tahun merdeka, bukannya jd swasembada gula, eh malah jadi pengimpor gula. Mungkin ada yg kurang dlm penataan sistem pendidikan kita, belum mampu melahirkan insan2 yg lentur terhadap perubahan. Mestinya ketika persaingan meningkat, kecerdasan kita juga bertambah untuk mengatasinya..
tau namanya dan kisahnya dari Intisari jaman dulu ni…
Iya Intisari jaman dulu kalau bikin artikel sangat mencerahkan Mbak Mon..Kayaknya aku juga pernah membaca oei tiong ham di sana 🙂
Banyak ilmu yang saya dapet dari blog ini Mba Evi, salah satunya ya artikel ini. Baru tahu semua ceritanya.
Makasih Mba Evi 🙂
Terima kasih Mas Dani..Senang kalau blog saya bisa menambah informasi untuk teman-teman 🙂
artikel sejarah yg bagus…
mengajarkan ttg kegigihan berusaha…
ijin copas bu…
Terima kasih Mas 🙂
saya pernah baca bukunya waktu kuliah di solo, sekarang saya cari kok gak ada. apakah ada yang tahu toko buku mana yang jual
makasih
Saya menemukan buku ini di Palasari Bandung. Ditempat lain saya tak tahu dimana dijualnya. Tapi kalaupun gak ada versi cetak, saya lihat di internet ada versi ebook yang bisa di download..
Belum pernah dengar sebelumnya.
Terimakasih sudah menceritakan sedikit dari Kisah oey tiong ham. (mungkin seru ya kalau di”angkat ke layar lebar”, hhehehe…).
Saya mengira juga begitu.Pasti seru melihat Oie Tiong Ham di filmkan.Kita akan tahu sejarah lebih lengkap, kondisi sosial saat itu dan yang paling penting semangatnya itu lho yang harus paling ditonjolkan..:)
Oei Tiong Ham itu tidak pernah berusaha kecil-kecilan , hanya kalo sudah tua itu ya mau gimana lagi , hidup irit lah … lagian Oei Hui Lan itu anak perempuan terkecil sama yang paling disayang .. saat itu yang paling sayang sama Oei Tiong Ham juga Hui Lan sendiri , karena diantara 8 istri (resmi-tak resmi) dan 42 anak , yang paling disayang juga Oei Hui Lan sendiri , kabarnya waktu itu mau dibawa ke China tapi Oei Tiong Ham menolak karena bisnis gulanya menurun , maka menolak .. beberapa bulan kemudian Hui Lan mendapat kabar bahwa Oei Tiong Ham mati dalam keadaan mengenaskan secara mendadak .. sebatas itu saja yang diceritakan oleh keluarga saya karena kebetulan juga marga keluarga saya adalah ‘Oei’ 😛
Hui Lan pasti istimewa ya mengapa paling disayang oleh anaknya..Saya kepikiran, dengan 42 anak, apakah kerajaan Oei mirip dengan kehidupan di istana kuno, sesama selit, anak dan mantu saling sikut memperebutkan perhatian dari Raja? Semoga tidak ya..:)
yang di untungka secara financial pada waktu itu adalah pemerintahan hindia belanda, lalu apa yang didapat oleh negeri tercinta ini, mungkin hanya sejarah tentang sukses seorang cina keturunan yang pada waktu itu tidak bisa dikatakan sebagai orang indonesia, karena negeri ini pada saat itu dibawah penjajahan hindia belanda
Setuju Mas Wahyu. Tulisan saya yg penuh kebanggaan terhadap Oei Tiong Ham sebagai orang Indonesia mungkin agak berlebihan. Waktu itu belum ada negara Indonesia dan mungkin juga Mr. Oei tak mau juga di potret sebagai bangsa Indonesia 🙂 Makasih ya atas pencerahannya
semangat perjuangan hidup yang luar biasa
Oei Tiong Ham Concern ini jejaknya masih ada sampai sekarang, menjadi salah satu BUMN PT. RNI karena di nasionalisasi oleh pemerintah.
Pernah baca di koran ..tapi ulasan Mbak Evi lebih komplit plus ada dokumentasinya juga
[…] ilmu ekonomi moderen dimana sistem keuangan sudah berlaku, definisi tentang uang lebih kompleks. Uang tak sekedar alat pembayaran. Uang juga […]
Aku selalu penasaran dgn sejarah keluarga ini, baik dr cerita usahanya. Maupun intrik di dalam keluarga mereka itu sendiri. Dan kalo membaca ttg mereka, aku seperti ikut larut ke zaman dulu. Ngebayangin gimana suasana tanam paksa, perbedaan kasta yg cukup mencolok antara rakyat pribumi dan bukan pribumi, dan suasana perang dunia yg mencekam, dll.
Andaikan ada produser film yg tertarik, dijadikan film bagus banget ini 🙂
Tfs Mba Evi.
Setuju Mbak Nining. Andai saja ada yang mau mengangkat cerita tentang keluarga UI Tiong HAM ini pasti akan menarik sekali. Sebab tanpa dibumbui drama sekalipun keluarga mereka sepertinya sudah banyak dramanya. Tantangannya adalah bagaimana membuat film sejarah tetapi punya daya tarik bagi penonton Indonesia 🙂