Keraton Pakungwati Kasepuhan Cirebon atau Dalem Agung Pakungwati adalah cikal bakal Istana Kesepuhan Cirebon. Dibangun oleh Putera Mahkota Pajajaran, Pangeran Cakrabuana pada tahun 1430. Tak lama kemudian, untuk alasan yang belum saya ketahui, Cakrabuana atau disebut juga Wulangsangsang menyerahkan keraton kepada putrinya Ratu Ayu Pakungwati.
Nama putri cantik inilah yang dijadikan nama Keraton Pakungwati, kerajaan islam pertama Jawa dan situs tertua di Cirebon.
Baca juga:
- Bertamu di Masjid Agung Keraton Kasepuhan Cirebon
- Situs Purbakala Sangiran
- Situs Tugu Gede Cengkuk Wisata Sejarah Sukabumi
- Makam Sunan Gunung Jati Cirebon Jawa Barat
Ratu Ayu Pakungwati menikah dengan sepupunya, Syarif Hidayatullah yang terkenal sebagai Sunan Gunung Jati. Pakungwati kemudian diserahkan pada sang suami yang akhirnya memperlebar keraton ke arah barat pada tahun 1479. Dari Sunan Gunung Jati lah tumbuh negara Cirebon, sebuah kerajaan Islam berpengaruh di sepanjang pantai Utara Jawa.
Situs Purbakala Pakungwati di Keraton Kasepuhan Cirebon
Walau Keraton Pakungwati sering disebut, sisa reruntuhannya tampaknya tak banyak dikunjungi orang. Wisata ke Keraton Kasepuhan sepertinya difokus kan ke istana yang memang masih terlihat kemegahan masa lalunya itu. Minimal itu pendapat saya setelah mencari di internet tak menemukan satupun foto reruntuhan Keraton Pakungwati ini 🙂
Ini dalam rangka kunjungan ke istana Kasepuhan beberapa waktu lalu. Saya masuk ke situs purbakala itu dengan deg-degan. Bukan takut tapi exited! Rasanya seperti masuk ke lorong waktu, merasakan denyut masa lalu, ketika anggota kerajaan yang baru berdiri itu mundar-mandir disana.
Di sebelah kiri situs terdapat ruang terbuka yang dihubungkan sebuah pintu beraksara arab diatasnya. Tempat itu petilasan Pangeran Cakrabuana dan Sunan Gunung Jati. D dalam juga terdapat Sumur Kejayaan. Airnya digunakan orang untuk berbagai keperluan ritual. Serperti siraman widoderani, nujuh bulan, membangun rumah, atau punya sareat tertentu dalam hidup. Dulunya untuk mengambil wudhu.
Cuma sayang dan bikin saya agak sedih dikit, perempuan di larang masuk. Melongok kan kepala saja dari luar sudah bikin guidenya ketakutan. Padahal di dalam gak ada apa-apa selain beberapa gazebo. Tapi ya sudah. Toh saya juga takut kalau jadi kualat kok.
Karena petilasan tersebut tak bisa dimasuki perempuan, bila sedang ada acara seperti maulid maka kaum wanitanya menunggu dalam bangunan disebut Paseban. Terletak di muka petilasasn. Selama ramadhan tempat ini sering digunakan untuk tadarus.
Masuk lebih kedalam ada Sumur Upas atau Sumur Soka. Berada dibawah sebatang pohon soka. Yang menarik bunga soka ini langsung keluar darikayu batang ranting, tidak pada ujung ranting seperti lazimnya bunga. Saya potret sih. Namun sayang fotonya tak jelas.
Nah sumur Upas/Soka ini sekarang tak digunakan lagi karena mengeluarkan gas berbahaya. Konon dulu sumur ini juga berfungsi sebagai mulut lorong rahasia menuju ke suatu tempat.
Selain sumur Soka ada sumur yang lebih keramat, namanya Sumur Agung atau sumur Bandungan. Hingga saat ini air dari sumur itu masih banyak dicari oleh para peziarah untuk ngalap berkah.
Guide yg saya sewa khusus (sebab akuh keluar dari rombongan :)) kemudian menunjukan bekas reruntuhan taman sari. Tempat pemandian puteri-puteri istana.
Kalau dipikir-pikir Keraton Pakungwati awal ini lebih mirip rumah besar ketimbang istana kerajaan. Taman sarinya juga kecil. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana bentuk taman ketika itu aslinya. Bentuk sekarang terhalang oleh berbagai tambalan pembetulan yang terlihat dipaksakan.
Seperti dinding bata merah yang mengeliling Sumur Bandungan menutup separuh mulut gua bikinan pada situs asli. Mengintip ke dalam terihat mulut gua mungil yang masih jadi bagian dari taman sari masih berair.
Sebetulnya pengen berlama-lama disitu. Merasakan auranya lebih dalam. Namun karena datang kesini bersama rombongan mana bisa seenaknya.
Namun menjelang keluar dari situs purbakala Keraton Pakungwati Kasepuhan Cirebon ini masih sempat mengagumi susunan bata merah yang jadi pagar kompleks Istana Kasepuhan Cirebon. Tidak menggunakan semen. Diatur secara matematika agar bata yang satu mengikat yang lain. Entah direkat oleh apa hingga detik ini pagar tembok itu masih kelihatan kokoh.
Bukankah reruntuhan Keraton Pakungwati Kasepuhan Cirebon ini menarik, Temas? Baca tentang cerita Nyimas Pakungwati di sini
Salam,
35 comments
kenapa jmn dulu bangun candi gapake semen.ayo…karna blom ada pabrik semen tiga roda,
adanya batu ajh ,…
Salam kenal Bu Evi,
sebenarnya kesepuhan punya Taman Sari tersendiri yg lumayan luas namanya Goa Sunyaragi,letaknya di Jl.A.Yani Cirebon (by Pass)
Info yg sangat bagus. Makasih, Mbak 🙂
===================
Sama2 makasi kembali mas Evan
Akkk, aku dan suami sepertinya sudah pernah juga ke tempat ini, Mbak.. *loncat2 senang*
Mbak Nunik, kayaknya kalau ada waktu tempat itu bagus deh buat hunting foto 🙂
Aku belum pernah kesonoh mba…
Tapi kalo gak salah waktu ke Garuda Wisnu Kencana yang di Bali ituh, perempuan haid gak boleh masuk mba…takut ada apa apa katanyah…
Untunglah kalo jalan di mall gak ada aturan kayak gituh ya mbaaaa…hihihi…
*komen gak penting*
Kalau di mall ada pemisahan lelaki-perempuan, bakalan banyak perceraian Bi..Soalnya perempuan kalau sendirian sering kebablasan kalau belanja. #balasan komen lebih gak penting lagi hahaha…
dari tangerang ke cirebon…. tempat seperti ini perempuan dilarang masuk.. tapi biasanya larang itu hanya kalau sedang datang bulan saja…
Ini gak sekedar datang bulan kok Bro..Perempuan emang di larang masuk 🙂
pertama mau komen soal foto yg pertama dulu, itu bu Ev bukan ya? bajunya bagus beli dimana bu? 😀
iya bu, kenapa ga boleh masuk ya itu perempuan? sampe ketakutan gitu pula guide nya , hmmm
Iya itu aku Miss..Bajunya beli di mangga dua hehehe..
Awalnya mungkin cuma sekedar pemisahan-lelaki perempuan Miss..Namun kemudian dilindungi oleh mistis dan kesakralan. Mungkin guide itu takut aku kualat dan pastinya dia tak ingin bahwa dia penyebabnya..Guide yang baik 🙂
Kenapa perempuan gak boleh masuk tuh mbak? 😀
Iya yah, jaman dulu orang merekatkan batu2 pake apa ya, tanpa semen bangunan yang mereka buat bisa kokoh bertahan hingga kini..
Yang beginian dalam agama Islam biasa kok Jeng Lis, pemisahan lelaki-perempuan ada dalam salah satu syariat.
Tak hanya disini Jeng..Di Borobudur dan istana-istana kuno di jawa tak melibatkan semen dalam pembangunannya..:)
wah asik nih abis jalan2 dari keepuhan, hihihihy, wanita emang gak boleh masuk ke situ mba, entah kenapa ya, mungkin dulunya untuk menghindari mudorot kali ya 😀
tapi memang gak pernah liat tuh reruntuhannya 😀
Mungkin begitu Mas Bro, mencegah mudorot hehehe..Zina kan dimulai dari mata ya..
wah aku suka deh sama postingan seperti ini. jadi nambah pengetahuan buadaya negara sendiri.padahal udah pernah ke cirebon … tp kok ga tau ada pakungwati ini ya.
Terbiasa fokus sama kuliner, jd tempat bersejarahnya terlewatkan 😀 Lainkali insyaAllah pgn mampir.
Habis gimana lagi, kuliner di Cirebon emang menggoda hati sih Mbak Icha. Nasi jamblangnya seuuudap….Terus yg banyak dibicarakan emang sekitar istana kesepuhan….Nanti kalo balik, jangan lupa mampir yah..:)
Memang gak banyak orang yg berminat atau menghargai warisan sejarah masa lampau. Kelihatan dari gambar-gambar yg diambil mbak evi, situs ini kurang terawat, mungkin anggarannya yg keci atau gimana ya?. Padahal sejarah peradaban masa kini kan ditentukan oleh peradaban masa lampau…
Soal anggaran pasti lagu lama lah Mas Noer. Duit untuk melindungi cagar budaya kayaknya gak dianggarkan khusus ya..
Terima kasih, mbak Evi…. meski belum sampai ke sana, aku sudah bisa inguk2 melihat situs yg ‘terlupakan’ itu di sini 🙂
Jd ntar kalo ke Cirebon lg bisa mampir sejenak melihat reruntuhan pakungwati kuno mb Mechta 🙂
wah komenku dimakan spam ya Ni…
uni tahu tentang kundi?… ke tempatku ya ni
Aku jd aneh thd blog ini Mb Mon. Kemarin Mb Dani, menurutnya komemnya jg ditelan spam. Tp dari kompiku tak terlihat ada masuk ke folder spam. Komennya langsung muncul di list komentar. Komen Mb Mon dibawah jg langsung muncul tanpa melalui folder spam. Duh puyeng deh aku
aduuuh, aku juga nggak tahu ini uni Evi…., musti diulang ke sana lagi deh…
dulu ke keraton juga dengan rombongan jadinya ya gitu deh, pada pengennya beli oleh2 aja sih…
reima kasih banyak ya uni..
Mb Mon, penemuanku itu (cailleeee.. ) gara2 lihat gang di pintu sebelah timur. Terus aku longok, ada galary dan balai pertemuan yg bagus. Eh disebelah kirinya kok ada bangunan mencurigakan ya hehe.. jadi kesanalah aku nyamperin..eh ternyata banyak bata kuno berlumut di dalamnya dan keluar lah daku dr rombongan sejenak.
Mungkin pemugarannya kurang memikirkan cara merokostruksi bangunan aslinya ya Mbak.. Sayang banget itu mulut gua kok ketutp setengah..
Padahalkelihatannya gua itu mungkin juga sebuah situs yang penting,,
Nah itu dia Mbak Dani. Mungkin sumur bandungan masih bisa dikaryakan alias airnya masih bisa dikomersilkan sehingga dapat tempat khusus dengan di pagar. Kalau gua kecil itu enggak barang kali 🙂
tu kan uni jalan2 lagi.. bikin kita jadi pingin juga ke sana. 😛
istilah paseban tyt berbeda tiap daerah ya un..
klo di bukik, paseban artinya penjara.
dan luar biasa itu bata disusun gak pake semen, hebaat.
semoga keraton ini terjaga ya..
selamat berhari minggu buat uni sekeluarga.
Ah ini bagian perjalanan seperti dalam note shalat lohor di Masjid Ciptarasa Kok May..Kemarin-kemarin malas nulisnya…Masih ada satu seri lagi, yakni tentang istananya yg keren banget itu..Tapi mesti ngumpulin semangat lagi buat cari bahan. Soalnya gak konsentrasi waktu guidenya menerangkan, lebih asyik moto hehehe…Selamat berhari minggu juga ya May..:)
wah ternyata ada yang luput dari pelajaran sejarah ya.
Peninggalan sejarah yg ini tampaknya emang sedikit luput dari perhatian Mas Yitno 🙂
Hohoho…rupanya saya tamu pertama siang ini…permisiiii, boleh duduk sebentar nggak?
😉
Silahkan duduk Mbak..Sayang gak punya suguhan aku hehehehe..
Menarik sekali mbak Evi…
Saya belum pernah ke situs purbakala Pakungwati di istana Kasepuhan Cirebon ini. Nyesel juga mbak, saya kira tuh nggak sebagus dan seeksotis ini…bener-bener bikin kagum 🙂
Padahal waktu tinggal di Garut, tempat ini dekat ya Mbak Irma. Hehehe..Yah begitu lah, tampaknya yg dieksplorasi wisatawan istana yg masih berdiri saja, gak sisa peninggalannya. Semoga pas berkunjung ke Cirebon bisa mampir Mbak 🙂