Saya dan gaya ibarat kaos dan cardigan. Saling melengkapi secara sederhana. Sebab saya bukan perempuan yang terlalu detail memperhatikan mode. Bukan pengejar  produk fashion hanya karena sedang trend apa lagi sedang diskon. Berpakain untuk saya hanya lah sepanjang  nyaman di tubuh, warnanya memenuhi selera, dapat menutupi kekurangan, dan kalau bisa menonjolkan kelebihan. Begitu pun dengan segala aksesoris, cenderung memilih bercorak etnis klasik karena secara model cenderung bertahan lama. Fashion harus sejalan dengan minat saya sebagai travel blogger.Â
Fashion itu  melingkup banyak hal. Pemikiran yang terbentuk  karena sejak remaja terbiasa membaca tentang Coco Channel dari majalah-majalah wanita. Maklum walau masih di SMP tapi bacaannya sudah Femina, Pertiwi, dan Kartini ( iyah angkatan emak kamu banget lah ini!). Desainer perempuan spektakuler yang mulai berkiprah di Paris, pencipta merek fashion paling ikonik sepanjang sejarah, berpikiran maju, dan terutama sangat tahu apa yang ia mau dari kehidupan. Salah satu contoh perkataannya yang masih ingat sampai sekarang: “Fashion bukanlah sesuatu yang hanya ada dalam gaun. Fashion ada di langit dan di jalanan. Mode berkaitan dengan ide, cara kita hidup, cara kita bereaksi terhadap apapun yang terjadi”
- Baca juga di sini tentang :Â Kalau ke Paris Harus Datang ke Tempat ini
Tapi tentu saja saya tak abai sama sekali dengan dunia fashion. Terutama cara berpakaian. Punya lah satu atau dua potong  celana panjang wanita terbaru di lemari.
Yang membuat nama Coco Channel menempel kuat di kepala, salah satunya, sejarah hidupnya. Â Tinggal di panti asuhan dan melewati masa remaja yang tak mudah. Usahanya sempat tutup selama Perang Dunia II, Â aktif berbisnis kembali di usia 71 tahun, dan ia sukses. Itu lah mengapa ia layak dijadikan inspirator. Tak hanya berpakain bagus, mengenakan perhiasan dan tas mahal, menggunakan parfume bermutu, kalimat-kalimat inspirasinya sejalan dengan kehidupan yang dikoni. Singkatnya Coco Channel adalah apa yang ia katakan.Â
- Baca juga di sini Cerita Piknik ke Ngong Ping 360 di Pulau Lantau Hongkong
Saya dan Fashion Wanita Di Atas 40
Anak-anak  saya sudah dewasa, sudah punya kehidupan sendiri, banyak meninggalkan rumah. Tiba-tiba mendapati dunia terbentang luas di depan mata. Hobby yang tertunda  selagi membesarkan anak, krik..krik..bikin bulu kaki gatal. Jadi mengembara lah saya sejauh budget bisa membawa.  Kadang-kadang beruntung diundang famtrip yang tak perlu memikirkan biaya kecuali angle foto dan tulisan.
Nah  berkaitan dengan aktivitas traveling ini saya pun tak punya aturan ribet soal berpakain. Begitu pun asesoris penunjang. Tapi tentu saja diantara kerumitan terbang, jet lag, berpindah dengan bus, mobil atau kereta, menggeret koper, menyandang ransel dan camera, saya tetap seorang perempuan. Kalau bisa tampil modis mengapa tidak? Untungnya tidak terlalu banyak usaha agar bisa tampil gaya selama di jalan.
Dunia fashion punya aturan tak tertulis, semua yang di dalam didikter umur. Saya memilih mengikuti fashion  wanita usia 40 tahun ke atas bukan tanpa sebab. Bukan rahasia lagi bahwa tubuh berubah secara fisiologis mengikuti hitungan tahun. Rambut  menipis, kulit berkurang kelenturan, cenderung kusam, dan otot melemah . Paha dan perut jadi sahabat selulit.
Jadi tak mungkin lah mempertontonkan bagian-bagian minus itu kepada dunia. Bukan menyembunyikannya namun memantaskan keadaan agar tidak membuat sakit mata orang lain.
Saya dan Gaya yang Sederhana saja
Saya dan Gaya ibarat adalah tentang identitas personal. Saya memilih busana tertutup tapi tidak tertutup-tertutup amat. Kaos dan jeans wajib ada di koper. Kebetulan tak merasa cocok cuma dengan  kaos dan jeans lalu menambahkan outer berupa cardigan atau kemeja. Agar tidak terlalu polos. Saya mengoleksi batik dan tenun nusantara. Selain untuk acara resmi seperti undangan perkawinan dan semacamnya, sewaktu-waktu mereka diselipkan ke dalam koper. Sebab tak jarang ada situasi meminta berpakain lebih resmi di suatu destinasi. Dan tentu tak lupa juga  menyelipkan celana panjang wanita terbaru.
Usia boleh terus bertambah. Traveling jalan terus. Dalam hal gaya, yang terbaik bagi pengelana perempuan di atas 40, menurut saya, tetap menyegarkan diri dan modis. Tantangannya adalah mencari celah diantara tren yang sedang berlangsung. Mengikuti tren tapi tetap seorang Evi Indrawanto. Di sana lah saya mulai kritis sejak dari dari aksesori, sepatu,  tas, lalu pakaian. Saya tak sreg melihat perempuan baya berbusana ala gadis remaja. Mengenakan celana panjang wanita terbaru bukan dosa, tapi adaacara tersendiri untuk menyusupkan ke dalam lemari kita. Sexy, misalnya, tak menggangu pemandangan orang lain. Tak membabi buta memperlihatkan bagian-bagian tubuh yang seharusnya sudah layak di tutupi.
Berdandan Ala Social Media Influencer
Hobby yang dilakoni sepenuh jiwa membuka banyak peluang. Kesukaan saya menulis catatan perjalan, blogging, memaintain Instagram dan Twitter belakangan bisa menghasilkan uang. Memang tak sebanyak kerja untuk Arenga Indonesia, namun hobi yang dibayar bisa membuatmu tersenyum sepanjang hari.
Saya dan gaya saya juga mengambil inspirasi dari Miuccia Prada. Menurutnya  apa yang kita  kenakan di tubuh adalah bagaimana kita menampilkan diri kepada dunia. Sebagai salah satu aktivitas micro  social media influencer saya menyadari bahwa kita sudah berkelindan dalam dunia dimana kontak manusia terjadi begitu cepat. Dan fashion bisa jadi salah satu juru bahasa instan. Yang penting adalah kenali siapa kita. Modis itu soal ide dan cara berpikir juga, bukan?
Terakhir, apabila ada gadis muda tertambat di pos ini, kamu wajib memperhatikan penampilan. Beruntung bila dirimu bisa mengikuti trend dan tak masalah dengan dana. Bagi yang tidak, fashion bukan soal berapa tebal dompetmu tapi seberapa cerdik, kreatif dan tahu selera yang cocok bagimu. Selalu sadari satu hal penting ini: Bahwa kamu bisa memiliki apa pun yang kamu inginkan dalam hidup jika kamu mendandani isi hati dan kepala. Tiru lah Coco Channel.