Bako National Park Sarawak – Satu bulan setelah kembali dari Taman Nasional Laurenzt yang terletak di Pegunungan Jayawijaya, kaki saya kembali menginjak taman nasional. Kali ini trip ke Taman Negara Bako. Cagar Alam ini terletak sekitar 37 km dari Kuching – Sarawak – Malaysia.
Sekalipun tidak terlalu luas namun Taman Nasional Bako adalah yang tertua di Sarawak . Rumah bagi Bekantan yang disebut Monyet Belanda di sana ( Proboscis Monkey). Karakter unik lainnya terdapat tujuh eko sistem : vegetasi pantai, vegetasi tebing, hutan hujan, hutan mangrove, hutan dipterokarpa campuran, vegetasi padang rumput dan hutan rawa gambut. Pengunjung yang beruntung berkesempatan pula melihat buaya air asin yang hidup di sungai dan hutan bakau.
Daftar Isi
Dermaga Keberangkatan Trip Taman Negara Bako
Menyisir Kota Kuching menuju Jetty Terminal di Kampung Bako sebagai titik awal, kami berkendara kurang lebih 45 menit. Melintas jalan-jalan lebar dan mulus, melewati jalan perkampungan (juga mulus) sampai akhirnya terlihat tulisan “ Welcome Bako Terminal. A gate way to Bako National Park”.
Sekalipun bukan hari libur tempat parkir penuh. Mbak-mbak berjilbab berbaur dengan turis-turis bercelana pendek. Banyak bapak-bapak yang duduk di pintu masuk. Entah siapa mereka, pengemudi perahu atau guide yang akan siap memandu pengunjung . Kak Ana, guide kami, dan Kak Kevin dari Sarawak Tourism Board, seturun dari bus langsung menuju konter tiket dan mengurus perahu untuk keberangkatan.
Video di Bako National Park Sarawak
Jetty, turis-turis yang bersemangat, Sungai Santubong berair coklat, dan Kampung Muara Tebas di seberang. Suguhan permulaan menawan bagi wisatawan yang akan berangkat ke Taman Negara Malaysia ini. Saya tak melihat orang memancing di tepi sungai. Tak melihat aktivitas penduduk menggunakan air sungai seperti terlihat di Sungai Martapura sesaat saya ke Lok Baintan. Mungkin penduduk di sini sudah tak kekurangan air bersih jadi tak perlu menggunakan air sungai warna kopi susu itu untuk cuci dan mandi.
Angin semilir, panas sedang-sedang saja. Saya membalurkan krim tabir surya sambil asyik mendengarkan celoteh khas bahasa Melayu Malaysia yang bercampur Bahasa Inggris. Mengarahkan saya bertanya tak berjawab: Mengapa Belanda tak meningglkan warisan het Nederlands di negeri yang ratusan tahun mereka jajah? Lalu bersiap mengenakan jaket pelampung dan mengambil bangku paling depan dari kapal berkapasitas 15 orang. Butuh waktu 20 menit untuk sampai di mulut Muara Tebas yang terhubung ke Laut China Selatan.
Bukit Batu Pasir (Sandstones) di Taman Negara Bako
Karena air sedang surut kami mendarat di Semenanjung Muara Tebas dengan “nyebur” ke laut. Biasanya pengunjung turun di dermaga tanpa perlu membuka sepatu dan berbasah-basah seperti yang kami lakukan. Tapi saat itu kemarau. Air menyurut, meninggalkan batas deret di permukaan pasir. Di sana ada jejak hewan laut, bersuka ria membuat ratusan lubang di tengah.
Tatkala kaki menerima pijitan air hangat dan pasir lembut, kamu langsung melupakan celana kuyub. Pikiranmu disibukan panorama padang pasir. Pesisir landai yang luas, ombak kecil penjelas batas, imaji padang pasir lebih eksotis.
Bertambah dramatis dengan Bukit Batu Pasir (sandstones) di belakangnya. Visualisasi gradasi coklat, kuning gading, merah muda (pink), dan abu-abu membuatmu sangat besyukur tak buta warna. Lengang dan hening menghadap laut. Seperti Ibu Malin Kundang menunggu anak tercinta, terkoyak musim dan sabar ditempa iklim.
Teluk, formasi batu pasir, pantai landai dan tebing terjal, lukisan semesta yang tak terasa asing . Ini lah hasil erosi konstan selama jutaan tahun. Bila kamu mendekati dinding batu pasir, gurat lingkar tahun yang biasa tampak pada pohon besar, bercerita tentang musim-musim yang telah ia lewati. Endapan besi bertumpuk-tumpuk mengumpamai Kue Lapis Surabaya.
Untuk informasi lengkap mengenal Bako National Park Sarawak silahkan intip website Sarawak Tourism
Tambahan jejak air membuat mulut berdecak. Entah berapa juta kali gelombang telah membenturnya. Dan berapa banyak pasirnya terkuras dan melebur ke samudera? Entah lah! Yang tinggal sekarang hanyalah lansekap berkekasih dengan mata. Lengkungan laut dan bebatuan di sepanjang tepi pantai. Spot ini jadi rebutan untuk latar belakang foto. Bukan hanya kami tapi juga turis manca negara.
Activities – Trekking di Taman Nasional Bako
Taman Negara Malaysia Bako mencakup area seluas 27,27 kilometer persegi. Terletak di ujung Semenanjung Muara Tebas, di mulut Sungai Bako. Menurut teman saya kurang luas untuk sebuah Taman Nasional. Tapi hei..Jangan tanya isinya. Bahkan untuk trekking dan hiking disediakan 16 jalur yang menawarkan pilihan tingkat kesulitan dan lama perjalanan. Kamu boleh memilih trek waktu tempuh, 30 menit, satu jam, satu hari atau berkemah di dalamnya.
Contohnya trek Tanjung Sapi, yang termasuk jalur santai, cuma butuh 30 menit. Kita akan dibawa menyusur tebing pendek tapi curam dan melihat keragaman vegetasi tebing.
Sepanjang perjalanan mata dimanjakan panorama ke Sungai Santubong, Telok Assam, dan Laut Cina Selatan. Kemarin kami memilih Telok Paku yang butuh waktu sekitar satu jam. Tapi itu kalau kamu berstamina prima dan masih muda ya. Untuk ibu-ibu seperti saya rasanya butuh waktu lebih dari itu. Sebab kita akan melewati hutan tebing, turun naik, tanah tidak rata oleh tonjolan akar pohon di sana-sini sebelum sampai ke pantai terpencil di ujungnya. Tapi itu waktu pergi, kali dua deh untuk waktu kembali.
Prima Dona Bako National Park Sarawak – Proboscis Monkey
Walau Telok Paku jalur treking jarak pendek, saya merasa banyak sekali yang bisa di lihat di Taman Bako ini. Bekantan (proboscis monkey) adalah primadona di sini. Boleh dibilang mereka impian semua wisatawan yang datang ke Bako National Park Sarawak ini .
Monyet hidung mancung (proboscis monkey) atau orang Malaysia juga menyebutnya sebagai Kera Belanda, membuat semua orang penasaran. Saya melihat bayangnya melintas. Bak gadis malu-malu kucing ia menari di kanopi pohon, menyembunyikan tubuhnya di balik dedaunan rimbun lalu dengan genit mencericit.
Baca juga Kuching Sarawak di Akhir September
Gerakannya terlihat, suaranya terdengar, tapi bentuknya sendiri ia sembunyikan. Belum cukup, ia pun berpindah-pindah, membuat leher saya pegal berputar-putar mencari. Beruntung lah yang sempat membawa lensa tele. Dengan santai si photographer mengikuti gerakan hewan lucu ini kemana pun ia pindah. Tapi saya tetap tak yakin ia dapat gambar bagus karena tebalnya kanopi pohon.
Terdapat pula monyet kecil yang tubuhnya mirip tupai. Kecil dan lincah. Karena sudah merasa gagal dengan si Bekantan, usai makan siang, merasa ogah diajak masuk hutan lagi melihat penampilannya.
Keragaman Isi Cagar Alam Sarawak
Bako National Park menyimpan semua tumbuhan yang hidup di Kalimantan. Pernah dengar Tongkat Ali? Benar, herbal yang banyak dipercaya untuk memerkasakan lelaki. Namun sebenarnya tak hanya untuk kaum lelaki, karena sifatnya melancarkan peredaran darah, perempuan pun cocok menggunakannya.
Baca juga:
- Rainforest World Music Festival – Music Dunia di Sarawak
- Foto Jembatan Darul Hana Kuching Sarawak
- Melukis Kenangan di Kota Kuching
Kak Ana berusaha keras memberi kami pengetahuan. Bahwa daun Tongkat Ali ternyata alot, tak mudah remuk, dan rasanya pahit.
Kami juga berjumpa tumbuhan semacam pakis menjalar yang batangnya digunakan sebagai tali pancing oleh penduduk Kalimantan jaman dulu. Menemukan berbagai tumbuhan berduri. Di sini untuk pertama kali saya melihat rotan hidup. Dan ratusan jenis tanaman obat hidup sejahtera di cagar alam Sarawak Malaysia ini.
Forest Lodge, Tempat Bermalam
Tamen Negara Bako menawarkan suara-suara hutan di malam hari. Ingin mendengar namun yakin lingkungan aman? Ingin tahu bagaimana suasana taman nasional malam hari yang ditemani pemandu? Trip ke Taman Negara Bako menawarkan itu itu.
Menginaplah semalam atau dua malam. Taman Nasional Bako menyediakan pondok-pondok terbuat dari kayu. Bermacam type yang dapat dipilih sesuai budget.
Yang jelas semua unit di kawasan cagar alam Sarawak ini dirancang mengikuti tema hutan hujan. Selain rumput, di halaman belakang dan samping ditumbuhi pohon tinggi untuk mendinginkan ruang di dalam. Jendela dipasang kawat nyamuk selain untuk mencegah serangga atau nyamuk masuk juga melancarkan sirkulasi udara.
Untuk sarapan, makan siang dan malam ada ada kantin dengan menu Malaysia (melayu). Pokoknya puas deh jalan-jalan ke Bako National Park Sarawak ini
52 comments
Kebayang kalau lg Sunset pasti cakap itu suasananya ya mba.
Iya apalagi kalau kita foto dengan for ground formasi batu purba tersebut, pasti Gila banget rasanya, Kak Rico
Taman Nasionalnya lengkap pisan. Wisata geologi, wisata botani, wisata satwa, wisata kuliner. Mantap!
Iya nih konsep taman nasional Bako memang sudah mantap untuk tujuan wisata, Mbak Ulu
Ah, mbak Eviiiii, jadi kangen ih bareng2an ngetrip. Blm pernah nih aku ke Taman Nasional, wkwk. bayangin lari2 diantara sand stones seru yaaaaa
Aku juga kangen ngetrip bareng Mbak Prita lagi. Kapan ya mbak? Semoga nggak lama lagi ya. Eh tapi dirimu kan sudah punya dedek kecil, harus nunggu lama juga kayaknya hahaha
aih tulisan selalu memesona…. ditambah foto yang kece… always bikin yang baca tu comfor table kalo kata kids jaman now mbak. wkwkwk….
btw taman nasional memang selalu punya kekhasan sendiri2 di masing2 daerah…. aku masih pengen ke taman nasional di makassar yang banyak kupu2nya tuh mbak,,,, semoga kesampaian ntar.. hehe
Terima kasih Mas Uwan…
Iya Yang menarik dari taman nasional mereka punya ciri khas sendiri, yang tak terdapat di Taman Nasional lain
Rasanya pengen menginap barang semalam di Taman Nasional Bako, tentu ditemani pemandu. Pengen merasakan suasana malam hari di sana.
Aku bisa membayangkan betapa serunya kalau nginap di Taman Nasional ini. Sambil baca buku, mendengar suara hewan-hewan liar dari belakang rumah. Orkestra malam yang pasti indah untuk mengantar tidur, Mas Edy
Babinya unik banget 😀
Itu jenggotnya bisa dikepang kayak pepi yang di empat mata kayaknya. Gondrong banget. hehehe
Seru ceritanya!
Bener juga ya kalau jenggotnya bisa di kepang pasti terlihat lebih manis di foto. Tapi nanti dia jadi hewan domestik lagi
Babinya kok berantakan banget sih TanEv? Dicukur atuh itu jenggotnya biar rapi sedikit.
Menginap 2 malam kayaknya jadi opsi yg pas deh TanEv buat aku kalau mau berkunjung ke sana
Hahaha Kalau jenggotnya dicukur nggak bisa dikasih nama babi berjenggot lagi dong, Dar
Tempat menginapnya kayaknya menggoda.. di dalam hutan, tenang dan jauh dr kebisingan..
Iya kalau ingin mendengar suara suara hutan di malam hari, Pasti seru nginep disini, Mbak Vika
Itu babinya pakai krim Wak Doyok ya, Bun? Lebat amat jenggotnya! Hahaha. Btw, baca cerita bunda jadi berasa lagi ikut jalan2 kesana juga.. Keep posting cerita seru ya bun!
Regards,
Dee – heydeerahma.com
Haha mungkin juga gitu, Dee, pulsanya kita pinjam biar rambut tidak gampang rontok ya
Setau saya Jetty itu artinya sudah “dermaga”, mbak. Jadi tidak perlu disebut “jetty dermaga”, cmiiw 😀
Belanda (juga Portugis) meninggalkan warisan bahasa juga ke Indonesia. Misalnya: kantor, sepur, handuk, kamar, bioskop, koran, kulkas, tante, dan masih banyak lagi.
Babi jenggotnya lucuk :3
Iya Belanda meninggalkan bahasa yang jadi serapan bahasa Indonesia tidak bahasa percakapan seperti British meninggalkan bahasa Inggris di Malaysia…
Banyak spesies primata ya mba di sini? Babinya juga beda ya, ada jenggotnya hehee
Boleh dibilang seluruh primata yang terdapat di Kalimantan ada di dalam Taman Nasional Bako Ini, Mas Leonard
Ooo tongkat ali itu utk memperlancar peredaran atau sirkulasi darh gtu ya mbk… Taunya jg buat cowok heheheTFS
Iya selama ini khasiat akar tongkat ali hanya dipromosikan untuk menjaga kegagahan kaum laki-laki. Ternyata kalau fungsinya adalah melancarkan peredaran darah, juga cocok digunakan oleh wanita, Mbak April
monye belanda nya ga kefoto juga ya kak? penasaran… hehehe… itu yg hidungnya gede itu kan ya?
Betul Mas Andi, ternyata sulit memotret hewan di habitat aslinya. Habis rumah mereka sih ya, suka-suka merekalah mau memperlihatkan diri atau tidak. Yang disebut monyet Belanda di Sarawak betul bekantan Yang hidungnya besar itu…
Seru sekali sepertinya, hutan dalam hal ini taman nasional bisa dikemas secara menarik. Ada pula pilihan trekking untuk ditapaki.
Iya taman nasional yang dijadikan destinasi rekreasi dan edukasi, rancangan program ya haruslah dengan hati-hati. Hutan atau Taman Nasional nya tidak terganggu, di wisatawan juga mendapat sesuatu
Subhanallah.. ak takjub sama batunya itu.. sekilas td liat seperti perahu layar hehe
saya baru ngeh juga ternyata ada babi jenggot
Kalau jalan ke suatu tempat dan ada Ada hal menarik yang berbeda dari tempat lain, rasanya gimana gitu ya Mas Alan
Asyiik banget Mbaaa Evi niy jalan2nya. Mupeng sama poto2nya, jadi berasa ikut jalan2 deh. Ahh, pokoke Mba Evi selalu kece kalo traveling, sukaaaaa!
Hahaha, Nchie memang selalu pandai menyenangkan hati teman. Terima kasih sudah mampir ya
formasi batu tebingnya emang kece mbak, aku pun baru kali ini lihat babi berjenggot. ahh serius menarik fam trip kalian ke sabah ini 🙁 menyesal gak ikutan.
Iya ternyata famtrip kita kali ini berubah sangat menyenangkan. Bukan hanya destinasinya tapi juga orang-orang yang terlibat di dalamnya, seru semua. Semoga lain kali juga bisa ikut ya Ko
si hidung mancung kok ngumpet sih… bkin penasaran ngelihat langsung di tempat aslinya ..
Betul MM, sampai sakit rasanya Leherku melongok ke atas sambil berputar-putar. Bahkan waktu menengok ke bawah agak pusing.. Tapi tetap saja si mancung tidak muncul. Sepertinya Harus melihat ke kebun binatang baru puas melihat seluruh wujudnya
Kaget pas lihat foto babinya. Tapi itulaj menariknya berpetualang di alam, terlebih lagi taman nasional kayak gini ya mbak Evi.
Semakin ke sini, aku mulai nyoret satu demi satu taman nasional. Semoga bisa nyobain lagi taman nasional di seluruh penjuru dunia 🙂
Aku juga baru menyadari, Yan, ternyata eksplorasi Taman Nasional itu sangat menarik. Banyak benda-benda yang kita butuhkan sebenarnya berasal dari alam tapi jarang tahu asal-usul mereka. Dengan masuk ke taman nasional seperti Bako ini pengetahuan dasar kita tentang skill hidup di alam mulai tersentuh.
Jalan-jalannya seru sekali bun! Pantai dan tebing batunya juga indah banget! Duh, jadi ikut penasaran pengen lihat bekantannya…
Terima kasih ya Gung. Tebing-tebing batu pasir itu memang indah banget. Anak-anak Instagram pasti akan senang banget kalau datang ke tempat ini 🙂
waduh itu foto babinya benar-benar nyata he he he.. ga takut disrudug semacam babi hutan mbak? nice experience bisa jalan-jalan kesana, salam kenal ya mbak
Waktu motret ini tidak terbayang bakal diseruduk, Mbak. Berpacu dengan waktu soalnya. Dia kan cuma nongol sebentar Habis itu masuk lagi kedalam semak belukar. Salam kenal
Menarik sekali melihat taman negara negeri tetangga. Bisa jadi bahan pembanding buat Kita. Yg bagusnya bisa ditiru. Btw, nyobain tongkat alin kkhasiatnya bagaimana ? Terasakah??
Kita cuma nyobain daunnya, Kang Aip. Sementara khasiat untuk melancarkan darah terdapat pada akarnya. Pohon yang ada di Taman Nasional yang tak boleh diganggu dong. Jadi tidak bisa menceritakan Bagaimana hasilnya hahaha
Sebenarnya udah dijual bebas dlm berbentuk Kopi sachet, suka ada tulisannya tongkat alu
Betul Kang Aip, tongkat ali sebagai herbal sudah diperjualbelikan dalam kemasan praktis.
Seru banget deh ini. Gimana rasanya trekking ke taman nasional negeri tetangga Mba? :))
Aku piker Taman Nasional Bako masih ada hubungannya sama istilah Bako di Minang. Ternyata salah. Hehehehe.
Mungkin dulu baku-baku orang Minang merantau ke Sarawak, lalu memberi nama taman nasional ini, Num hahaha….
Gimana rasanya menjelajah taman nasional negara lain? Perasaannya sama, happy. Jadi lebih banyak tahu jenis-jenis tanaman dan hewan serta lingkungan yang ada di tempat itu
Tempat seperti ini bakalan menarik untuk dikunjungi. Aku malah fokus lihat hewannya, itu liar atau sudah jinak ya. Nggak kebayang kalau dikejar hahahhhahah
Babi hutan yang masih liar, Mas. Aku juga tidak membayangkan kalau sampai dikejar-kejar olehnya. Tapi kemarin Untunglah tidak hahaha
Seru banget kayanya ya uni? Apalagi kalau bisa tinggal barang semalam dua malam di situ, jadi lebih puas merasakan suasana hutannya. Btw, itu babi hutannya jinak dan terbiasa dengan manusia atau tidak? Seperti yang ada di Pulau Peucang?
Sepertinya babi hutan yang berkeliaran bebas di area yang banyak manusia. Mungkin karena sudah terbiasa tapi tidak mengganggu sih. Waktu kemarin itu dia rada malu-malu atau takut-takut, muncul sebentar terlalu banyak lagi ke hutan