Konservasi gajah Way Kambas Lampung Timur. Wisatawan hits  tak perlu pergi ke Thailand untuk bersafari gajah. Apa lagi kalau sekadar berputar-putar di padang sabana,  foto-foto dengan gajah imut, Way Kambas akan memberikan pengalaman itu. Tak usah takut kelaparan juga di sini, ada warung makan, walau sederhana. Sebelum sampai ke taman wisata, juga taman nasional, tempat penangkaran gajah ini saya singgah di Desa Wisata Braja Harjosari.
Taman Nasional Way Kambas  dibangun tahun 1985. Lokasi terletak di Kecamatan Labuhan Ratu, merupakan Sekolah gajah pertama di Indonesia. Berfungsi  sebagai Pusat Konservasi Gajah,  penjinakan,  pelatihan, juga perkembangbiakan. Pokoknya jika kamu ingin kenal  segala sesuatu tentang gajah,  Way Kambas Lampung Timur lah jawabnya.
Baca juga Pesona Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
 Yang penting jangan lupa tetap jaga keselamatan. Bagaimanapun gajah tetap gajah. Sekalipun sudah makan bangku sekolahan mereka tetap berasal dari keluarga hewan liar. Kamu pun harus mencari pawang terlebih dahulu bila ingin berfoto di atas pangkuan atau selfie bersama gajah seperti yang terdapat di posting ini.
[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=JTJhPqe2e5U[/embedyt]
Video Way Kambas
Menginap di Rumah Dinas Bupati
Perjalanan saya bersama Travel Blogger Indonesia Corners ke Lampung Timur kemarin menetapkan Way Kambas sebagai prime destinanation. Sebagian besar dari kami belum pernah ke sana. Bisa dibayangkan antusiasnya usai mengikuti Festival Panen Padi,  menginap di rumah dinas Bupati Lampung Timur agar keesokan paginya berangkat ke Way Kambas lebih awal?  Rumah bernuansa etnis Lampung dengan ukiran kapal cadik, gajah, dan tapis di beranda depan. Rumah yang membetahkan juga  untuk mengobrol dan berkelakar sampai malam. Saat makan malam sekalian juga belajar membuat Seruit (makanan khas Lampung) dan nyeruit (menikmati seruit bersama-sama) dengan Indra Pradiya- Travel Blogger Lampung.
Desa Wisata Braja Harjosari
Perjalanan ke Lampung kali ini sedikit beda warna. Tak melulu mengeksplorasi tempat yang sudah jadi tapi kami juga dibawa singgah ke sebuah desa yang sedang  dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata. Namanya Desa Braja Harjosari, terletak di Kecamatan Braja Selebah. Menarik.
Bagaimana sebuah desa dengan segala potensi, Â kearifan, dan aktivitas yang dilakukan dikemas menjadi paket wisata. Selain Bandar Lampung sendiri, kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan membutuhkan alternatif liburan unik seperti ini.
Kamu yang selama ini cuma tahu ikan, nasi, ayam, dan aneka sayuran sudah tersaji di atas meja, akan dibawa melihat asal-asul bahan makanan yang disantap. Mungkin setelah itu perspektifmu terhadap makanan akan berubah.
Baca juga Taman Nasional Jiuzhaigou: Sejumput Surga di Bumi
Sebuah destinasi wisata haruslah memberi manfaat terhadap masyarakat sekitar. Pengelola Taman Nasional Way Kambas mempunyai tanggung jawab terhadap pemberdayaan atau peningkatan ekonomi masyarakat sekitar. Mereka telah merancang berbagai program.
Salah satunya dilaksanakan di desa Braja Harjosari. Dengan harapan hasilnya langsung bisa dinikmati  penduduk. Maka Desa Braja Harjosari yang bertetanga dengan Hutan Taman Nasional Way Kambas ditetapkan sebagai penyangga, bersama pihak Taman Nasional merancang program pemberdayaan.
Kami singgah di sebuah Homestay yang mendukung Braja Harjosari sebagai kampung wisata. Halaman yang asri, ditumbuhi berbagai macam tanaman herbal dan buah-buahan. Pemilik Homestay bercerita sendikit tentang desanya sambil menikmati jeruk Bali dan kacang rebus. Jeruknya baru dipetik di halaman dan kacangnya  hasil kebun penduduk. Sedap!
Baca juga  5 Aktivitas Seru di Taman Nasional Tunku Abdul Rahman Sabah
Desa Wisata Braja Harjosari ternyata tak hanya menerima wisatawan lokal. Bahkan yang lebih banyak datang adalah wisatawan asing. Terlihat dari  kehadiran sekelompok turis dari Filipina tak lama kami bercengkerama di teras homestay. Mereka baju saja selesai menyusuri Sungai Way Kambas. Agar tak terlalu sesak kami pun  undur diri guna meneruskan perjalanan ke Way Kambas.
Gajah Way Kambas Lampung Timur
Sebelum masuk area wisata Taman Nasional kita melewati jalan kecil yang sudah diaspal. Di kanan kiri hutan lebat. Sepanjang jalan ini pula bersua dengan  kawanan monyet berekor panjang (Macaca fascicularis). Mereka bermain di tengah jalan di tepi atau di atas pohon. Mungkin karena  sering berinteraksi dengan manusia, monyet kra terlihat tidak begitu takut kepada kami. Malah saat berhenti mereka mendekati mobil kami seolah minta makan.
Baca juga  Taman Negara Bako National Park Kuching
Tak lama mata langsung saja disergap oleh Padang Sabana yang bertemu langsung dengan kaki langit. Cuaca sedang cerah. Awan menggurat putih. Langit biru malu-malu. Danau-danau kecil yang di bangun untuk keperluan minum dan memandikan gajah mengkilat bening ditimpa matahari yang membara.
Masuk beberapa meter seekor bayi gajah  menyambut kami. Baru tahu bahwa anak gajah ternyata belalainya seperti terpotong.
Gak salah dong bila penumpang mobil langsung antusias. Â Berebut menyorongkan lensa kepada anak gajah yang seperti Bona dalam majalah Bobo. Dunia Indra malah turun, minta difoto dengan gaya memberi salam. Di mobil kami terpingkal-pingkal. Pantas saja Film Trinity the Nekad Traveler menggunakan tempat ini sebagai salah satu lokasi shootingnya.
Mengapa Kaki Gajah di Sabana Way Kambas Lampung di Rantai?
Beberapa hari lalu saya post Instagram saat duduk di pankuan Rahmi, gajah dewasa yang kami temui. Teman-teman mempertanyakan mengapa kakinya di Rantai? Ini lah jawaban dari pertanyaan tersebut:
Gajah-gajah dewasa yang menikmati hari di sekitar kawasan terbuka wisata semua kakinya dirantai. Mereka masih dalam pelatihan.
Jangan kuatir ini bukan bentuk penyiksaan karena rantainya cukup panjang sehingga mereka tetap leluasa bergerak ke sana-kemari. Tentu saja ini perlu dilakukan agar gajah-gajah tersebut tidak lari keluar kawasan atau atau berjalan ke arah wisatawan, ke warung-warung, ke balai konservasi  yang  sedang beraktivitas.
Baca juga  Taman Kupu-Kupu Gita Persada
Rahmi, Mela, dan April, Gajah Lampung Way Kambas
Pada seekor gajah yang berbody bongsor  kami datang memberi salam. Kamu perlu berhari-hati di sini. Namanya juga tempat gajah sedang bermian maka wajar banyak kotoran yang bisa sebesar ember nemplok di tanah. Kadang terselubung oleh rerumputan.
Kami bergantian berfoto dengan latar belakang gajah dengan gadingnya yang tampak tajam. Ia tampak kalam. Tapi dari jauh Pak Sukowiyono sang pawang  yang baik hati mengingatkan agar kami tidak terlalu dekat. Sebab sewaktu-waktu sang gajah akan mengangkat belalainya dan tanpa sengaja tubuh kita akan tertendang. Wah seram! Kamu tidak mau di tendang belalai gajah kan?
Baca juga  Narmada Botanic Garden Wisata Agro Lombok
Selesai si bongsor kami kembali menyisir Padang Sabana,  mencari gajah-gajah lain. Menyeberangi sungai dan berhenti di tepi danau. Sayang  gajahnya terlalu jauh. Kendaraan kembali  memutari kawasan sampai Pak Sukowiyono merasa kasihan. Ia memanggil dan memandu kami  mendekati  Rahmi,  anaknya April dan temannya Mela.
Seolah kedatangan bapaknya, tiga serangkai ini meliuk-liukan belalainya ke atas. Tampak sangat gembiri. Rahmi mengerti sewaktu Pak Wiyono menyuruh duduk atau berdiri. Malah Ia juga mengangkat belalainya tinggi-tinggi seperti sedang meringkik saat Pak Sukowiyono mengangkat tangan tinggi-tinggi.
Rami akan duduk bila disuruh duduk. Datang deh kesempatan dipangkuannya. Selama duduk itu berkali-kali Rahmi mengangkat belalai  seolah  tertawa ada orang kota norak  yang senang banget difoto dipankuannya. Dan ternyata Rahmi  tipikel seperti perempuan yang ia gendong, tidak sabaran. Walau berkali-kali diminta Sang Pawang agar duduk kembali, ia ogak melakukannya.
 Akhirnya teman-teman mengiklaskan mereka tidak ikut merasakan dipangku Rahmi. Tak mengapa sebab melihat Rahmi dan anaknya April bercanda dengan Pak Sukowiyono saja sudah lucu kok. Hubungan mereka seperti anak dan bapak.  Untuk setiap kali sang anak asuh menuruti perintahnya akan dapat  1 butir pisang.
Tersedia Warung Makan di Way Kambas Lampung
Lelah bermain dengan Rahmi,  April dan Mela perut pun  keroncongan. Saatnya makan siang. Beruntung Taman Nasional Way Kambas menyediakan warung yang menjual makanan dan minuman bagi para pengunjung. Yang lapar dan haus tak perlu harus keluar. Walau makanannya sederhana seperti indomie rebus. Ada juga nasi dan sayur mayur. Sebagai pelepas dahaga mabis panas-panasan dengan Rahmi tersedia kelapa muda.
Waktu terus beranjak. Menjelang sore kami masih punya satu destinasi lagi  Situs Purbakala Pugung Raharjo. Sekalipun masih ingin ngobrol ngalor-ngidul di kawasan Way Kambas Lampung Timur yang teduh terpaksa segera angkat kaki. Sampai ketemu di pos berikutnya mengenai Pugung Raharjo 🙂