Konservasi gajah Way Kambas Lampung Timur. Wisatawan hits  tak perlu pergi ke Thailand untuk bersafari gajah. Apa lagi kalau sekadar berputar-putar di padang sabana,  foto-foto dengan gajah imut, Way Kambas akan memberikan pengalaman itu. Tak usah takut kelaparan juga di sini, ada warung makan, walau sederhana. Sebelum sampai ke taman wisata, juga taman nasional, tempat penangkaran gajah ini saya singgah di Desa Wisata Braja Harjosari.
Taman Nasional Way Kambas  dibangun tahun 1985. Lokasi terletak di Kecamatan Labuhan Ratu, merupakan Sekolah gajah pertama di Indonesia. Berfungsi  sebagai Pusat Konservasi Gajah,  penjinakan,  pelatihan, juga perkembangbiakan. Pokoknya jika kamu ingin kenal  segala sesuatu tentang gajah,  Way Kambas Lampung Timur lah jawabnya.
Baca juga Pesona Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
 Yang penting jangan lupa tetap jaga keselamatan. Bagaimanapun gajah tetap gajah. Sekalipun sudah makan bangku sekolahan mereka tetap berasal dari keluarga hewan liar. Kamu pun harus mencari pawang terlebih dahulu bila ingin berfoto di atas pangkuan atau selfie bersama gajah seperti yang terdapat di posting ini.
Video Way Kambas
Menginap di Rumah Dinas Bupati
Perjalanan saya bersama Travel Blogger Indonesia Corners ke Lampung Timur kemarin menetapkan Way Kambas sebagai prime destinanation. Sebagian besar dari kami belum pernah ke sana. Bisa dibayangkan antusiasnya usai mengikuti Festival Panen Padi,  menginap di rumah dinas Bupati Lampung Timur agar keesokan paginya berangkat ke Way Kambas lebih awal?  Rumah bernuansa etnis Lampung dengan ukiran kapal cadik, gajah, dan tapis di beranda depan. Rumah yang membetahkan juga  untuk mengobrol dan berkelakar sampai malam. Saat makan malam sekalian juga belajar membuat Seruit (makanan khas Lampung) dan nyeruit (menikmati seruit bersama-sama) dengan Indra Pradiya- Travel Blogger Lampung.
Desa Wisata Braja Harjosari
Perjalanan ke Lampung kali ini sedikit beda warna. Tak melulu mengeksplorasi tempat yang sudah jadi tapi kami juga dibawa singgah ke sebuah desa yang sedang  dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata. Namanya Desa Braja Harjosari, terletak di Kecamatan Braja Selebah. Menarik.
Bagaimana sebuah desa dengan segala potensi, Â kearifan, dan aktivitas yang dilakukan dikemas menjadi paket wisata. Selain Bandar Lampung sendiri, kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan membutuhkan alternatif liburan unik seperti ini.
Kamu yang selama ini cuma tahu ikan, nasi, ayam, dan aneka sayuran sudah tersaji di atas meja, akan dibawa melihat asal-asul bahan makanan yang disantap. Mungkin setelah itu perspektifmu terhadap makanan akan berubah.
Baca juga Taman Nasional Jiuzhaigou: Sejumput Surga di Bumi
Sebuah destinasi wisata haruslah memberi manfaat terhadap masyarakat sekitar. Pengelola Taman Nasional Way Kambas mempunyai tanggung jawab terhadap pemberdayaan atau peningkatan ekonomi masyarakat sekitar. Mereka telah merancang berbagai program.
Salah satunya dilaksanakan di desa Braja Harjosari. Dengan harapan hasilnya langsung bisa dinikmati  penduduk. Maka Desa Braja Harjosari yang bertetanga dengan Hutan Taman Nasional Way Kambas ditetapkan sebagai penyangga, bersama pihak Taman Nasional merancang program pemberdayaan.
Kami singgah di sebuah Homestay yang mendukung Braja Harjosari sebagai kampung wisata. Halaman yang asri, ditumbuhi berbagai macam tanaman herbal dan buah-buahan. Pemilik Homestay bercerita sendikit tentang desanya sambil menikmati jeruk Bali dan kacang rebus. Jeruknya baru dipetik di halaman dan kacangnya  hasil kebun penduduk. Sedap!
Baca juga  5 Aktivitas Seru di Taman Nasional Tunku Abdul Rahman Sabah
Desa Wisata Braja Harjosari ternyata tak hanya menerima wisatawan lokal. Bahkan yang lebih banyak datang adalah wisatawan asing. Terlihat dari  kehadiran sekelompok turis dari Filipina tak lama kami bercengkerama di teras homestay. Mereka baju saja selesai menyusuri Sungai Way Kambas. Agar tak terlalu sesak kami pun  undur diri guna meneruskan perjalanan ke Way Kambas.
Gajah Way Kambas Lampung Timur
Sebelum masuk area wisata Taman Nasional kita melewati jalan kecil yang sudah diaspal. Di kanan kiri hutan lebat. Sepanjang jalan ini pula bersua dengan  kawanan monyet berekor panjang (Macaca fascicularis). Mereka bermain di tengah jalan di tepi atau di atas pohon. Mungkin karena  sering berinteraksi dengan manusia, monyet kra terlihat tidak begitu takut kepada kami. Malah saat berhenti mereka mendekati mobil kami seolah minta makan.
Baca juga  Taman Negara Bako National Park Kuching
Tak lama mata langsung saja disergap oleh Padang Sabana yang bertemu langsung dengan kaki langit. Cuaca sedang cerah. Awan menggurat putih. Langit biru malu-malu. Danau-danau kecil yang di bangun untuk keperluan minum dan memandikan gajah mengkilat bening ditimpa matahari yang membara.
Masuk beberapa meter seekor bayi gajah  menyambut kami. Baru tahu bahwa anak gajah ternyata belalainya seperti terpotong.
Gak salah dong bila penumpang mobil langsung antusias. Â Berebut menyorongkan lensa kepada anak gajah yang seperti Bona dalam majalah Bobo. Dunia Indra malah turun, minta difoto dengan gaya memberi salam. Di mobil kami terpingkal-pingkal. Pantas saja Film Trinity the Nekad Traveler menggunakan tempat ini sebagai salah satu lokasi shootingnya.
Mengapa Kaki Gajah di Sabana Way Kambas Lampung di Rantai?
Beberapa hari lalu saya post Instagram saat duduk di pankuan Rahmi, gajah dewasa yang kami temui. Teman-teman mempertanyakan mengapa kakinya di Rantai? Ini lah jawaban dari pertanyaan tersebut:
Gajah-gajah dewasa yang menikmati hari di sekitar kawasan terbuka wisata semua kakinya dirantai. Mereka masih dalam pelatihan.
Jangan kuatir ini bukan bentuk penyiksaan karena rantainya cukup panjang sehingga mereka tetap leluasa bergerak ke sana-kemari. Tentu saja ini perlu dilakukan agar gajah-gajah tersebut tidak lari keluar kawasan atau atau berjalan ke arah wisatawan, ke warung-warung, ke balai konservasi  yang  sedang beraktivitas.
Baca juga  Taman Kupu-Kupu Gita Persada
Rahmi, Mela, dan April, Gajah Lampung Way Kambas
Pada seekor gajah yang berbody bongsor  kami datang memberi salam. Kamu perlu berhari-hati di sini. Namanya juga tempat gajah sedang bermian maka wajar banyak kotoran yang bisa sebesar ember nemplok di tanah. Kadang terselubung oleh rerumputan.
Kami bergantian berfoto dengan latar belakang gajah dengan gadingnya yang tampak tajam. Ia tampak kalam. Tapi dari jauh Pak Sukowiyono sang pawang  yang baik hati mengingatkan agar kami tidak terlalu dekat. Sebab sewaktu-waktu sang gajah akan mengangkat belalainya dan tanpa sengaja tubuh kita akan tertendang. Wah seram! Kamu tidak mau di tendang belalai gajah kan?
Baca juga  Narmada Botanic Garden Wisata Agro Lombok
Selesai si bongsor kami kembali menyisir Padang Sabana,  mencari gajah-gajah lain. Menyeberangi sungai dan berhenti di tepi danau. Sayang  gajahnya terlalu jauh. Kendaraan kembali  memutari kawasan sampai Pak Sukowiyono merasa kasihan. Ia memanggil dan memandu kami  mendekati  Rahmi,  anaknya April dan temannya Mela.
Seolah kedatangan bapaknya, tiga serangkai ini meliuk-liukan belalainya ke atas. Tampak sangat gembiri. Rahmi mengerti sewaktu Pak Wiyono menyuruh duduk atau berdiri. Malah Ia juga mengangkat belalainya tinggi-tinggi seperti sedang meringkik saat Pak Sukowiyono mengangkat tangan tinggi-tinggi.
Rami akan duduk bila disuruh duduk. Datang deh kesempatan dipangkuannya. Selama duduk itu berkali-kali Rahmi mengangkat belalai  seolah  tertawa ada orang kota norak  yang senang banget difoto dipankuannya. Dan ternyata Rahmi  tipikel seperti perempuan yang ia gendong, tidak sabaran. Walau berkali-kali diminta Sang Pawang agar duduk kembali, ia ogak melakukannya.
 Akhirnya teman-teman mengiklaskan mereka tidak ikut merasakan dipangku Rahmi. Tak mengapa sebab melihat Rahmi dan anaknya April bercanda dengan Pak Sukowiyono saja sudah lucu kok. Hubungan mereka seperti anak dan bapak.  Untuk setiap kali sang anak asuh menuruti perintahnya akan dapat  1 butir pisang.
Tersedia Warung Makan di Way Kambas Lampung
Lelah bermain dengan Rahmi,  April dan Mela perut pun  keroncongan. Saatnya makan siang. Beruntung Taman Nasional Way Kambas menyediakan warung yang menjual makanan dan minuman bagi para pengunjung. Yang lapar dan haus tak perlu harus keluar. Walau makanannya sederhana seperti indomie rebus. Ada juga nasi dan sayur mayur. Sebagai pelepas dahaga mabis panas-panasan dengan Rahmi tersedia kelapa muda.
Waktu terus beranjak. Menjelang sore kami masih punya satu destinasi lagi  Situs Purbakala Pugung Raharjo. Sekalipun masih ingin ngobrol ngalor-ngidul di kawasan Way Kambas Lampung Timur yang teduh terpaksa segera angkat kaki. Sampai ketemu di pos berikutnya mengenai Pugung Raharjo 🙂
59 comments
Hallo mba.. Sebelumnya salam kenal.. Saya siska yg berniat mau ke way kambas weekend deoan.. Nyari2 catper org nemu lah blog mbak ini.. Sebelumnya saya nemu blog org lain yg dtulis th 2016 ktnya kl mau ke way kambas biar liat gajah dtgnya pas sore sj.. Benarkah? Atau boleh skalian kasi gambaran kami perjalanan ksana jika dr bandar lampung?
Hallo Mbak Siska, Maaf terlambat membalas karena komennya masuk folder spam..
Kemarin itu kami ke sana siang. Siang pun, kalau mau lihat gajah sudah ada kok. Cuman kalau mau lihat gajah dimandikan memang sore.
Perjalanan ke Way Kambas cukup baik, sudah beraspal semua..Hanya di beberapa titik yang berlubang..Tapi itu tidak mempengaruhi secara keseluruhan. Ohya kalau mau lebih ramai lagi, November nanti ada festival way kambas..Pasti gajah-gajah yang akan keluar lebih banyak
wahhh foto pertama membuat pengen nge klik mbak hehe… mantap.. masyaallah gajah yang gagah alhamdulillah matur nuwun sanget sudah berbagi nikmatnya
Hahaha foto fiturnya sangat menarik ya Mas Angki. Terima kasih sudah mampir dan Ngaglik
meski sudah pernah ke lampung tapi malah blom lihat gajah 2 way kambas nih
semoga klo ke sana lagi bs ketemu april, rahmi, dan mela
Iya Mbak Ophi, semoga kunjungan ke Lampung selanjutnya bisa mempertemukan dirimu dengan April , Rahmi Dan Bella ya 🙂
Pertanyaan saya sejak lama: Darimana gajah-gajah ini berasal, selain yang lahir di kawasan konservasi? Apakah dtangkapi dari hutan atau gimana, mbak? Lalu apakah ada gajah yang akan dilepas kembali ke hutan?
Hehehe maaf pertanyaanya banyak. Btw suka sama foto-fotonya! 😉
Kak Gio, ini jawaban setelah konsultasi dengan mas Yopie Pangkey. Hehehe kurang lebih copas lah.
Menurut Mas Yo TNWK adalah TN tertua di Indonesia. Selain gajah ternyata banyak hewan di sekitar di sekitar yg juga perlu dilindungi seperti Tapir dan Badak. Kedua hewan ini menyusul menyusul sebab awalnya keberadaan mereka tak diketahui di sana.
Saat ini statusnya adalah Pusat Konservasi Gajah. Dulu Pusat Latihan Gajah.
Selain konservasi di Taman Nasional Way Kambas ada program penanganan konflik Gajah vs Manusia. (Elephant Rescue Unit).
Nah gajah-gajah yang sudah dilatih dilatih disebar ke seluruh Indonesia. Baik sebagai atraksi wisata maupun untuk Elephant Rescue Unit, menghindari konflik gajah vs manusia.
Nah asal gajah yang ada di Taman Nasional Way Kambas ada yang asli dari sana maupun datang dari berbagai tempat di Indonesia. Contohnya di zaman Presiden Soeharto dilakukan penggiringan besar2 dari sumsel ke TNWK, operasi Ganesha kalau tak salah. Tujuannya mengosongkan area dari gajah untuk dijadikan pemukiman
Taun ini kalau ada ngtrip kesini Babang mau itut
Insya Allah kalau ke Lampung lagi Nanti aku info Babang deh ,:)
Kak Evi bikin mupeng. Gajah-gajah kan terkenal gentle creature dan sahabat manusia. Would really love to see them in their natural habitat.
Iya ternyata seru banget bermain bersama gajah. Iya ternyata seru banget bermain bersama gajah. Tingkah laku mereka lucu. Begitu pula wajah mereka saat difoto persis seperti Bona dalam majalah Bobo dulu.
ngiri bangat dan pengen kesini mbak, hiksss..
Ah semoga tak lama lagi sampai juga di waykambas Mbak Adelina 🙂
Yampun Gajahnya lucu bgt. Smoga gak disalah gunakan jd perhiasan sirkus.
Saya berharap juga seperti itu kak Rico. Semoga gajah-gajah manis ini selalu dapat perlakuan yang manis juga. Tak mengalami seperti yang dialami oleh saudara-saudaranya di grup sirkus
Dari dulu Way Kambas ini begini2 aja. Kalau dikelola swasta baru bisa bagus kayaknya. Pemerintah buat kebijakan dan lakukan pengawasan aja.
Tapi tetap saja menyenangkan ya bisa dekat2 dengan gajah, asal ga dicolek pakai gadingnya 😀
Hahaha… Ada yang dicoret gading gajah yang waktu di Way Kambas … Untung tidak kenapa-napa …
Senang banget baca catatan perjalanan ini, karena gak pernah ke sono jadi punya pengetahuan baru dah. Itu desa wisatanya suka deh, semoga makin banyak desa wisata ya di Indonesia.
Terima kasih sudah mampir Mbak Ranny. Iya semoga semakin banyak desa wisata dibuka di Indonesia. Dengan menjadikan Desa sen Desa menjadi daerah tujuan wisata, banyak yang harus dibenahi dan seiring itu ekonomi ikut bertumbuh
Postingan ini mengingatkam kunjunhan kami puluhan tahun lalu Uni, serunya Way Kambas. Beberapa teruna kebun diminta tiduran di tanah dan dilangkahi gajah, deg2an khawatir mereka keinjak gajah. Semakin cinta Indonesia yah.
Kuah membayangkan saja saya juga ikut degdekan Mbak Prih. Dilangkahi gajah mustinya permainan yang sangat beresiko ya. Untung kemarin tidak ada permainan seperti itu. Kalau ada aku bisa mules duluan
gajahnya jinak sekali mbak, waktu ke Way Kambas belum sempat mampir hiksss
Iya gajah-gajah yang sudah disekolahkan disediakan untuk menghibur wisatawan, Mbak Ev. Tidak Jinak Jinak amat juga sebab masih butuh pawang untuk mendekati mereka 🙂
Assalaamu’alaikum wr.wb, mbak Evi…
Homestaynya sangat indah dan kekampungan. Halaman kecilnya ditata hias dengan cantik dan kemas. Gajah-gajahnya tampak jinak dan bekerjasama ya mbak. Tidak ada foto mbak posing duduk atas gajah seperti yang biasa kita lihat di Thailand.
Salam dari Sarikei, Sarawak. 🙂
Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh, Mbak Fatimah…
Iya untuk orang kota konsep rumah dan kehidupan di desa bisa jadi satu alternatif wisata yang menyenangkan. Semoga semakin banyak wisatawan yang bisa menikmati desa wisata ini 🙂
Jadi keinget jeruk bali sama kacang rebusnya 🙂
Suka banget foto-fotonya mbak Evi. Kece bana-bana.
Hehehe..Terima kasih, Yan
Saya belum sampai kesini. Keduluan Mamah saya dulu di awal 2000an. Kalau kesana harus nginep di rumah Bupati ya But? Hehehe. Seperti biasa Foto dan kalimat di blognya bagus banget
Hahaha Gak harus nginap di rumah Bupati, Kang. Ini karena kita tamu mereka saja. Thanks atas pujiannya ya Kang 🙂
Salah satu cita-citaku pengen ke Way Kambas juga, Mba Evi. Kemarin lihat postingan temen juga lagi dari sini. Kayanya seru berbaur dengan para gajah. Rasanya pasti beda sama waktu lihat di Ragunan
Kalau di Ragunan gajahnya kan dalam kandang, Tina. Bakalan susah untuk disentuh, apa lagi bisa duduk dipangkuannya 🙂
itulah mba evi yang bikin aku pengen ke Way Kambas juga..
duuuhh dari dulu pengen banget ke way kambas mbak..aku dari kecil sukak banget ama gajah.. mereka besar2 tapi kayanya lembut dan baik hati hahahha…
Melalui Majalah Bobo, kita sudah dikenalkan pada gajah imut dan lucu. April di Way Kambas mewakili gambaran Bona yang pernah aku baca. Iseng gajahnya tapi tetap harus hati-hati karena ia tak persis Bona 🙂
Aku belum kesampaian ke Way Kambas ini, Mba Evi. Dari dulu cita-cita banget pingin ke sana. Foto-foto di postingan ini bikin aku tambah mupeng mbaaaa! Di Sumatera Utara juga ada sebetulnya, walau sedikit beda. Nama tempatnya Tangkahan. Di sana bisa sekalian ikut memandikan gajah-gajah.
Dan aku ingin pula ke Tangkahan, Mbak Molly. Pasti seru bila bisa atau ikut memandikan gajah-gajah itu..Semoga niatnya dijabah oleh Allah dan gak lama kemudian aku sampai pula di Tangkahan 🙂
waaaaa aku pengen main ke way kambaasss..
Ayoooo main ke Way Kambas. Mereka menunggu kedatangan Gallant 🙂
Sering melihat plang penunjuk jalan arah ke way kambas aja baru Uni, setiap melintas di Lampung. Kapan-kapan harus mampir nih.
Iya kalau lewat lagi, harus mampir, Buk. Anak-anak pasti senang dibawa melihat gajah di tempat terbuka 🙂
Berkesan bangeet bisa ke Way Kambas, itu foto bertiga kukira, Rahmi, Trinity dan Paul, mba eviiii…
Hahaha..Anggap itu Trinity dan Paul, Mbak Dew
Asyik. Akhirnya tante ke Way Kambas melihat Gajah sambil bermain dan berfoto..
Kalau mau ke Way Kambas lagi harus bawa minum, topi dan lain nya. Karena cuaca di Taman Nasional Way Kambas sangat begitu panas..
Iya Fajrin. kalau ada kesempatan lagi mau lah main ke Way Kambas lagi. Thanks ya atas tipsnya 🙂
Paling seneng kalau nginap di rumah rumah begitu kalau lagi traveling. Teduh gitu 😀
Gajahnya pintar eksien btw yah 😀
Homestay di pedesaan menawarkan suasana sekitar yang teduh. Aura yang cocok bagi batin karena mendamaikan, Mbak Leli 🙂
pengen rasanya pegang-pegang gajah yang dilepas langsung di alam terbuka kayak gitu.
pengen juga naik ke gajahnya pasti seru gila !
Seru banget lah Mas Khairul. Yang penting kalau mau pegang atau naik gajah jangan lupa panggil pawang dulu ya 🙂
Untuk mencapai Waykambar, mesti salto di dalam mobil. Nggak keitung berapa kali kepala mentok ke atap mobil :(. Tapi begitu bertemu Rahmi, April dan Mela, semuanya terbayar. Senang sekali berada di Waykambas. Pengen balik lagi…
Hahahaha…Perjalanan yang luar biasa bersama teman-teman Indonesia Corners. Semoga perjalanan berikutnya juga tidak kalah seru ya, Hanum
Jadi pengen ke sana ih.. 😀
Insyaallah Lampung tidak mengecewakan. Ayo main ke Lampung Mbak Ida 🙂
Kebayang lapar setelah ngejer gajah
Lapar dan haus tapi puas karena sudah bisa pernah di Seria dengan Rahmi, April dan Bella
Keceee Bana Bana!!!….. Yeeeyyy ada photo narsis di teras rumah bupati itu epic Banged!!!….Suka suka suka…. Jangan Kapok ke Lmapung yaa mbaaa..nanti kita ke jalan jalan lagi…
aku sih gak kapok ke Way Kambas Lampung Timur …seneng bisa photo bareng gajah gajah yang ngerti bergaya hahahhahaha
Foto-foto di teras rumah Bupati itu keren banget Memang. Kayak di mana gitu ya Bang
Jd kebayang asem manisnya jeruk bali dan jalan ke way kambas. Berasa naik roller coster
Hahahahaha… Indah duduk yang paling belakang berasa banget ya lambungan jalan berlubang