Eviindrawanto.com – Naik Bus Dari Larkin ke Melaka Sentral | Pergi libur lebaran kemarin benar-benar niat banget. Tampak dari semua anggota rombongan semangatnya all out. Seperti sudah saya ceritakan pada Jelajah Malaysia, dalam satu hari kami terbang dari Serpong ke Batam, naik kapal ferry ke Johor Bahru, bersambung bus ke Melaka atau Malaka. Kalau benar perhitungan Google Maps, dalam satu hari itu, jarak total yang kami tempuh dari rumah sampai ke Malaka kurang lebih 1.550,051 Km. Alat transportasi yang digunakan gabungan antara udara, laut dan darat.
Naik Bus dari Terminal Larkin ke Melaka Sentral
Tujuan akhir kami hari itu adalah Malaka. Dari Berjaya Waterfront (Pelabuhan Stulang Laut) naik taksi ke Terminal Bus Larkin. Ongkos RM.15.00. Taksi yang digunakan berwarna merah. Di tiap pintu tertulis bahwa taksi menggunakan argo meter dan dilarang tawar menawar. Tapi tidak tahu juga sih begitu menyetop sebuah taksi suami saya mengatakan “Terminal Larkin, RM 15.00, okey?” Tukang taksinya mau. Ohya batas penumpang hanya 4 orang. Jadi kalau rombongan berenam harus menggunakan 2 taksi.
Kalau secara fisik jauh lebih baik penampilan taksi di Jakarta ketimbang di Malaysia. Bahkan hampir semua taksi di Malaysia berpenampilan mobil sedan tahun 80-an di Jakarta. Bedanya mereka menggunakan merek Proton, bikinan sendiri, kebanggaan negara dan seluruh masyarakat. Kalau kita merek apa, coba? Ya merek impor lah…
Taksi merah itu mengantarkan kami sampai di depan Larkin Sentral. Sopir yang sudah opa-opa ramah sekali. Sekalipun bahasanya sukar dimengerti Opa berusaha memberi penjelasan maksimal sebelum menurunkan kami di muka Larkin Sentral. Dan meminta para wanita agar hati-hati dengan tas masing-masing.

Penumpang sedang antri beli tiket di Larkin Bus Terminal
Sebelum berangkat saya mencari informasi mengenai perjalanan bus dari Larkin ke Melaka Melaka sentral. Dari beberapa blog memperingat bahwa di Terminal Larkin banyak juga calo yang suka menarik-narik calon penumpang. Entah kami yang sedang beruntung atau tulisan tersebut agak berlebihan, yang jelas selama di Terminal Bus Larkin kami tidak mengalami hal serupa. Memang ada sih yang bertanya kami hendak kemana? Tapi ya sebatas bertanya. Waktu dijawab dengan gelengan kepala mereka diam saja, tidak membully baik dengan ekspresi maupun kata-kata.
Untuk membeli tiket bus dari Larkin ke Melaka Sentral kita perlu melintasi kios-kios di Larkin Sentral. Suasananya persis seperti pasar tekstil Tanah Abang. Yang berbeda pengunjungnya, tidak ramai. Baju-baju yang dijual juga tak jauh beda dari Pasar Tanah Abang. Melihat model dan bahannya saya curiga tekstil yang dijual di Larkin Sentral sebagian mungkin berasal dari Pasar Tanah Abang.
Dari Larkin Sentral kita harus turun satu tingkat menuju konter penjualan tiket. Kalau ada yang mengatakan terminalnya seperti Pulo Gadung memang tak salah. Calon penumpang ramai. Hanya saja di sini tak tercium bau pesing, preman mabuk, pengemis, pengamen dan pedagang asongan. Tak ada pula sampah yang berserakan. Atau mereka semua sedang libur karena besok mau lebaran? Tak tahu lah saya. Yang jelas harga tiket bus Johor Bahru Larkin ke Terminal Melaka Sentral RM 21/orang.
Suasana Terminal Larkin setelah hujan
Perjalanan Menuju Melaka Sentral
Di terminal Larkin sempat merasakan hujan lebat. Itu membantu menyegarkan udara yang panas dan pengap. Sayang tak bisa berlama-lama memperhatikan keadaan sekeliling sebab bus dari Larkin ke Melaka Sentral yang akan kami tumpangi sudah masuk ke plat form 4, tempat keberangkatan. Waktu menunjukan pukul 2.30 PM Malaysia. Kami pun langsung melompat ke dalam bus Causeway Link Express berwarna kuning.
Dalam bus cukup nyaman. Susunan bangku 2-2. AC dingin. Sopirnya tidak ngebut. Jantung saya tidak ketar-ketir. Berarti selama kurang lebih 2.5 jam perjalanan bus dari Larkin ke Melaka Sentral saya bisa tidur nyenyak.
Berbeda dengan perjalanan menyusuri Punggung Naga seperti yang saya ceritakan di sini, sepanjang Johor Bahru-Melaka tak banyak pemandangan yang bisa dinikmati. Lebuhraya Utara-Selatan yang lebar dan mulus kebanyakan melintasi perkebunan kelapa sawit. Sesekali memang terlihat jalan-jalan bertingkat yang cukup menarik, taman, dan tempat ibadah. Habis itu kebun kelapa sawit lagi. Kita juga akan bersua dengan kampung dan rumah penduduk. Hanya kurang menarik sebab bukan rumah tradisional.
Jalan tol yang berpintas dengan Lebuhraya Utara-Selatan
Yang suka beser juga tak perlu kuatir, perjalanan bus dari Larkin ke Melaka Sentral melakukan toilet stop satu kali selama perjalanan.

Toilet stop di sini
Tiba di Melaka Sentral
Sesuai janjinya 2.5 jam lebih kemudian kami tiba dengan selamat di Terminal.Pasar. Bazzar Melaka Sentral. Sesi bertanya kepada penduduk setempat pun di mulai. Kemana kah arah pintu keluar sebab kami akan menuju Fenix Inn Hotel yang terletak di Jalan Merdeka?
Di Melaka Sentral ini baru saya menyadari bahwa komposisi penduduk Malaysia antara etnis India, China, dan Melayu sepertinya seimbang. Jadi bertanya lah kami kepada salah seorang pemuda beretnis India yang sedang duduk di depan konter bus. Saya menggunakan Bahasa Indonesia, ia tak mengerti. Begitu pun saat mendengar Bahasa Inggris saya yang patah-patah ia tambah bingung.
Untungnya Berbahasa Indonesia di negeri jiran ini takan pernah jadi masalah. Seorang pemuda lagi, kali ini berasal dari Nganjuk (thank god) menunjukan arah keluar dengan benar. “Ikuti saja pintu itu, Mbak, nanti akan bersua dengan konter taksi”

Konter taksi di Melaka Sentral
Ah benar! Pemuda yang saya lupakan namanya kecuali bahwa ia sudah merantau tiga tahun di Kuala Lumpur dan sedang berpusing-pusing di Melaka dalam rangka liburan lebaran, menunjukan konter taksi yang kami butuhkan.
Anggota rombongan sudah mulai jemu geret-geret koper sejak pagi. Pasti lah pada merenggut kalau disarankan naik bus lagi. Jadi lah sekalipun di pintu taksi masih ada tulisan tidak boleh menawar kami di charge RM.20.00 agar sampai dengan sejahtera ke Fenix Inn hotel. (Mengenai hotel ini akan saya tulis di pos terpisah). Padahal kalau naik Town Bus no.17 yang menuju pusat kota, terus minta turun di jalan merdeka, cuma perlu bayar 1 RM lho.

Melaka Sentral Bus Terminal
Tak sampai 15 menit kami pun mendarat di lobby Fenix Inn Hotel. Setelah menaruh tas ke dalam kamar ternyata masih ada tenaga untuk langsung berpusing-pusing sore ke kawasan Malacca UNESCO Heritage. Di post berikutnya saya akan bercerita keseruan melihat A Famosa, St. Paul’s Church, The Stadthuys, dan lain-lain. Semuanya peninggalan kolonial yang memberi gambaran kepada kita bahwa Malaysia pun pernah jadi negara jajahan.
30 comments
coba ya uni terminal bus kita bisa seperti di malaysia. jadi kesannya jadi gak semeyeramkan seperti terminal pulo gadung.
salam
/kayka
Sama dengan harapan saya Kayka. Agar suatu saat mampir ke Pulo Gadung tidak horor lagi 🙂
Pertama ke terminal tanjung priok banyak mata memperhatikan saya, banyak teman saya menyarankan agar saya lebih awas dan berhati-hati. Sejauh ini selain airport saya suka stasiun Gambir yang lebih rapi&bersih menurut saya. Smoga stasiun bus kita sama rapi&bersih spt di malaysia. Petualangannya seru mbak evi 🙂
Aku juga suka berada di Stasiun Gambir Mbak Ru. Stasiun ini sudah keluar dari stigma sarana transportasi kita yang sembrawut 🙂
Harapannya sih, suatu saat terminal kita senyaman bandara Mbak Ru. Semoga aku masih bisa menikmatinya 🙂
Dari sini saya melihat kalau terminal di sana rata-rata lumayan bersih. Konter yang banyak memang mengingatkan seperti loket tiket di terminal dalam negeri tapi tentunya sangat berbeda ya :hehe. Jalannya pun dari sini tampak lebar dan mulus sekali. Mesti kita akui kalau pengelolaan transportasi di sana sudah sangat apik dan sekaligus melibatkan penataan masalah sosial, beda dengan di sini.
Harus diakui bahwa kemajuan kita ketinggalan dari Malaysia, Gara. Lihat saja dari nilai tukar rupiah-ringgit. Dengan harga 1 ringgit = 3.600, sungguh jalan ke Malaysia juga tak murah bila dikonver ke dalam rupiah..Kita ngapain saja ya selama ini? 🙁
Saya juga senang dengan cara mengemudi sopir bus di Malaysia, cukup halus dan tertib. Busnya juga bagus.
Nah mengapa mereka bisa seperti itu? Kayaknya jawabannya gak begitu sulit ya, Mas Rifqy. Hukum bekerja dengan baik di sana 🙂
bus nya bagus-bagus ya, mulus.
terminalnya bersih
Memang nyaman naik Bus antar kota mereka, Mbak Nanik 🙂
tak perlu menahan buang air kecil lebih lama ya mbak, enak sekali bisnya ada jadwal berhenti sebentar
Iya Mbak Lid. Toiletnya ya mirip-mirp dengan yang ada di SPBU kita lah 🙂
Infrastruktur (jalan raya/lebuh raya) di negeri jiran ini jauh lebih unggul daripada kita punya. Kalo di kita dibuat jalan kualitas kw 3 supaya ada bancakan tiap tahun anggaran, hahaha…
Birokrat kita berjiwa entrepreneur pak Alris. Apa-apa harus diproyekan..Lama-lama salah kaprah dan kebeljuk sendiri. Masalahnya yang membayar kesalahan mereka adalah kita, rakyat..Disitu yang bikin kesal 🙂
pengen ke Malaka, tapi urung pas 2012 lalu, karena harus ngejar ke hatyai dan phuket :(, pengen kesini
Ulang lagi Mas Salman 🙂
Liat foto no.2 jadi kangen makan nasi kandar di ujung deretan kios penjualan tiket itu 😀
Aju juga lihat warung nasi itu, Mas. Artinya aku bertemu bayang mu di Larkin dong ya,,,:)
Eh ketemu wong nganjuk yoooo, aku kmrn ketemu wong gresik hahaha
Wong Jowo kayaknya banyak banget di Malaysia ya Mas…:)
Uni Evi, saya coba berhitung dari subuh keluar Serpong hingga sore tiba di Melaka, dari terbang, layar hingga ngebus dan masih kuat jalan-jalan….menjura kagum dengan kekuatan fisik tim. Benarlah ya hati senang capek tak terasa.
Siap menanti petualangan Uni sekeluarga
Kalau urusan jalan-jalan aku sih kuat kemana saja Mbak Prih hahaha…
wah di malaysia banjir warga india juga ya mb
Pasti banjir orang Padang juga Gusty 🙂
di mana-mana ada orang endonesa, haha, jadi ga perlu pusing lagi kalo mau jalan-jalan ke luar. cari aja yang muka-mukanya made in indonesia 😀
Orang Indonesia itu termasuk perantau kelas berat Bro 🙂
iyo mbak, bener.
salam kenal.. membaca kisah ini jadi ingat waktu saya singgah di Larkin tahun 2012 lalu
Salam kenal kembalu Sphagetti 🙂