Dua mercusuar di Selat Sunda – Kalau teman-teman menyeberang kapal feri Pulau Jawa- Sumatera, antara Pelabuahn Merak-Bakauheni, menjelang masuk pelabuah pasti akan melihat pemdangan ini. Pemandangan bisa aja, navigasi kapal menjelang berlabuh.
Ketika itu saya dan keluarga hendak liburan akhir tahun ke Lampung. “Tempat liburan yang itu-itu saja!” Protes anak kedua saya. Tak saya hiraukan, sekalipun benar, ia takan mengerti mengapa kami kembali lagi dan lagi ke Lampung.
Bandar Lampung, ibu kotanya, dekat dari Tangerang. Punya ratusan pantai indah yang belum semuanya kami kunjungi. Belum lagi pulau-pulau kecil yang bisa diseberangi dengan perahu. Pasir putih, air jernih, ikan dan terumbu karang melambai riang memperlihatkan kecantikan mereka.
Yang paling penting, kami punya kerabat di sana. Liburan ke Lampung, menjelajah wisata Lampung, tak harus nginap di hotel. Itu kan penghematan banget bagi dompet keluarga yang kepala keluarganya memutuskan resign dari tempat kerja untuk memulai usaha baru?
Baca juga:
- Telisik Unik Pelabuhan Sunda Kelapa
- Berperahu ke Pulau Lengkuas Belitung
- Situs Tugu Gede Cengkuk Wisata Sejarah Sukabumi
Daftar Isi
Dua Mercusuar di Selat Sunda Objek Lamunan Saya
Kurang lebih setengah jam lagi kami akan mendarat di Bakauheni. Saya masih berdiri di geladak. Memandangi kekosongan laut dengan bayangan Pulau Sumatera di kejauhan.
Cuaca siang itu agak mendung. Gemercik ombak yang pecah di lambung kapal menderu ringan seperti rengekan.  Awan kelabu menggantung di langit seolah berat berpisah dengan Desember yang sebentar lagi berakhir. Suasana itu berpengaruh terhadap mood saya.
Ditambah lagi kabut tipis yang membuat gambar tidak jelas ini memunculkan ide kesepian dalam benak saya. Bayangkan cuma berdua mengisi laut yang begitu lebar, apa yang bisa dikatakan kecuali terisolasi?
Ketika cakrawala hanya garis imajinasi yang lahir dari keterbatasan jarak pandang kita, mercusuar mengambil peran sebagai alat penyelamat. Penanda lokasi dan kedalaman air bagi kapal yang lewat dan nelayan yang sedang melaut. Dengan kata lain Mercusuar menghindarkan para pelintas laut agar tidak menabrak karang atau tersesat menuju tempat tujuan.
Tiga Mercusuar Yang Menuntun Saya
Karena saya masih saja termangun memandangi dua mercusuar di Selat Sunda yang tetap tenang di tempatnya, sibungsu mulai menarik-narik tangan saya. “Ayo Mama, kita ke mobil sekarang..” Katanya. Matanya yang bulat jernih memancarkan semua aura yang bisa ditawarkan libur akhir tahun bersama keluarga. Bertemu sepupu, berenang dan main pasir di pantai, makan makanan enak.
Saya memandang ke si sulung dan papanya yang sudah berdiri dekat tangga, menuju deck bawah, tempat mobil kami di parkir. Si sulung sedang menatap layar ponselnya, sementara bapaknya menunggu penuh kesabaran.
Sebelum beranjak dari tempat saya berdiri hampir selama 1 jam, sekali lagi mata melirik ke dua mercusuar di Selat Sunda. Mereka bolah tetap kesepian di sana, menyambut dan melepas pergi kapal-kapal. Sementara saya?
Saya punya 3 mercusuar yang harus diayomi. Mereka tidak akan membuat saya kesepian.
Baca juga:Â Mengenang Bu Lies Soedianti
Dalam hidupmu apa yang engkau jadikan sebagai mercusuar teman?
Salam,
Diikutkan pada Turnamen foto perjalanan ke-15
71 comments
sepi kami di luasnya samudera
menjadi pemandu
menentukan arahmu
menyelamatkan hidupmu
adakah yang peduli kami?
[…] menyala perlahan.Muncratan cahaya jingga yang menerangi alam sekitar membuat siapapun yang pegang camera ingin memotret. Bahkan tak sedikit yang ingin jadi pujangga.Saya pun ingin berpuisi saat itu, tapi tak kunjung […]
owalah bisa jadi untuk rambu agar menghindari karang ya ^^
Emang maksudnya Rambu Mas, rambu lalu lintas laut 🙂
Mercusuar memang penting bagi para pelintas laut ya, MBak. Sedangkan dalam hidupku, saat ini mercusuarku adalah ibuku.
Dan ibu sedapat yg dia mampu tidak akan pernah menyesatkan anak2nya. Great mercusuar Pak Azzet 🙂
mercusuar ini tampak mistis …
Padahal saya ngambilnya dalam perasaan sepi hehehe….
Tiada yang aneh dari mercusuar itu mbak.. yang aneh kok tampilan blog ini kayaknya. kenapa ya?
Tuh kan aneh.. Tadi saya lihat gak ada satu komen pun disini, eh ternyata banyak yang nongkrong disini.. Hiiii apa karena saya dolan pas malam jumat ya hahaha
Ah itu pasti efek malam jumat, Uncle..:)
Nah itu yg bikin aku bingung Uncle..Kenapa blogku jadi aneh, padahal orangnya sdh aneh, tanpa blog harus ikutan pula hahaha..
Puitis juga kata2nya kak Evi. Postingan2 kak Evi, koq gak dimasukin di Viva? Lumayan buat menaikkan trafik. Cocok, judul2 dan tema2nya. Menurut penerawangan saya, akan disuka orang 🙂
Moga menang ya 🙂
Terima kasih sudah mengingatkan Niar..Nanti aku submit lagi 🙂
aiiih knapa smua panggil “Bunda” ya..? Salah nih aku…
Ralat deh… Bunda Evi… Hihihi…
Kayaknya dulu aku pernah jurnal transformasi ya.. Smpe lupaaa… Ini akibat kelamaan ngilang dr peredaran… Maaf yah Bun.. Hehehe
hahaha..gak semua teman-teman disini manggil aku Bunda kok Mbak Thia. Tapi sebetulnya aku lebih suka dipanggil Uni atau Mbak saja, kalau bunda kesannya tuh wibawa banget ..padahal aku gak berwibawa lho ya, yg berwibawa itu Una…
Una? Berwibawa?
ooooh iya ya … bapaknya tuh yang berwibawa, Una mah … kriwil hihihi
mercusuar dlm hidup saya? Kitab suci pastinya… ^_^
Dan yaa, laut dan segala hal yg ada di permukaannya jg menimbulkan kesan “terisolasi” bagi saya.. 😀
Sendiri.. Namun menenangkan jiwa… 🙂
Sukses ya mbak dgn kontesnya 🙂
Banget Mbak Thia..Sepanjang gak ada ombak dan tsunami, laut itu sangat menenangkan 🙂
Bener mbak, ngeliat foto itu bikin kesan sepi yah…
Mercusuarku adalah Juruselamatku dan Firman-Nya, mbak 🙂
Habis laut yang terbuka itu serasa menenggelamkan kita dalam perasaan Jeng hehehe..Yah Dia dan Firman-Nya, satu2nya acuan bagi orang beriman 🙂
waaaaddduuuuhh kemaren saya hampir jadi pertamax lho tapi keburu mati lampu,
pas di buka lagi udah banyak banget hahahaha 😀
Ooo..Lampu kemarin gak bersahabat ya Dea, pakai acara mati ..:)
woow indahnya poto mercusuar dengan suasana yang senduu..
aku belom pernah liat mercusuar dari deket Mba Evii
ayoo ajakin aku !
Hahahah jangan mau mbak…ini sukanya diajak terus ngak pernah mau ngajak heeee
BLi Budi, kita minta diajak dulu baru ngajak ya…
Ayo kita jalan-jalan mencari mercusuar Cik…
beloon pernah lihat mercusuar Mbaa.
sukses ya ngontesnya
Aiiihhh..Mari kita ramai-ramai nonton mercusuar hahaha…
sendiri & kesepian, tapi berguna buat orang lain.
Iya begitu lah Mbak Dey…:)
Yang Maha Esa, jadi mercusuar hidup 🙂
Suka dengan foto-foto mbak Evi, bagus-bagus dan bercerita.
Aiiihhh..Terima kasih Mbak Indah 🙂
cuman 2 doank yak??
aq belum pernah ke selat sunda jwe.
Dalam foto ini sih cuman dua doang Mas..Tapi beringsut lagi mendekati Bakauheni ketemu lagi beberapa buah hehehe..
Mercusuarnya beda ya mbak bentuknya beda ya mbak sama di sini 🙂
fotonya keren 😛
Mercusuar yg dibangun jaman Belanda dan berdiri di tepi pantai seperti di Anyer emang besar dan kokoh Mbak El..Dan aku gak tahu apakah semua model mercusuar moderen Indonesia bentuknya kecil2 begini..:)
Hmmmm apa ya? Agama mungkin iya?
Umumnya itu lah yg akan dijawab semua orang Bang Ancis 🙂
agama bu Ev.
photonya keren, sepakat bu photo di atas sangat menggambarkan suasana kesepian..
sukses buat kontesnya..
Terima kasih Kang Yayan..Kayaknya suasana seperti itu emang bikin hati gimana gitu hehehe..
yang menjadi mercusuar agama
Amin. Siiiip Ori 🙂
Mbaaaak, trima kasih dukungan dan doanya buat posting saya tentang Cibenda itu yaaa…terharuuu banget bacanya…
Ah Mbak Irma pantas di doakan..Orang seperti dirimu gak sia-sialah kalau di doakan maju, Insya Allah bawa perubahan soalnya..:)
Boleh tidak ya mbak kalau saya menjadikan semua perintah dan larangan Tuhan sebagai mercusuar dalam kehidupan saya?
Ngomong-ngomong, foto diatas itu daya magisnya kuat banget, saya sampe merinding lihatnya, mbak Evi…
Dan tentu saja boleh Mbak Irma. Kayaknya gak ada tempat maha lain selain Dia yg bisa dijadikan mercusuar.
Makasih Mbak Irma 🙂
Uni Evi, terimakasih ya diingatkan tuk berpedoman pada mercusuar yang telah disediakanNya.
Sama2 Mbak Prih, terima kasih juga 🙂
Kenapa dua ya mbak? apakah karena (relatif) kecil sehingga harus dua? *penasaran*
Mercusuarku? DIA, lewat firman-firmanNYA…. 🙂
Nah gak tahu nih mbak mechta, kenapa mercusuarnya dua. Mungkin untuk tanda yg berbda kali ya? Loh kok nanya lagi …:)
walah ada ditengah laut seperti itu , takut ya
Kayaknya gak dihuni, jadi gak perlu takut 🙂
sukses ngontesnya mba, fotonya bagussss…
Makasih Mbak Yeye 🙂
bsa di bygkn klo jd mercusuar. sendiri sepi dan badai hantam menghntam diri tak ada yg peduli….cuma kekuatan Illahi yg jd pedoman utk selalu menerima kekuatan diri sendiri…
Mbak Mimi ingat tidak kata2 mutiara ‘aku rela hancur untuk menerangi sekitar’. Nah mercusuar beda banget dengan lilin yg begitu hancur tak bisa memberi penerangan lagi. Mercusuar sepanjang menaranya tak tergerus air laut akan tetap disana untuk menuntun para pelintas laut 🙂
mercusuar-ku telah disediakan untuk dipedomani,
tapi aku sering mengabaikan.
makasi sudah mengingatkan kembali, uni.
Keabaian pada yg benar bagian dari kemanusiaankita May..untungnya kita dibekali pikiran dan hati nurani untuk kembali ke jalan yg benar hehehe..ah aku juga begitu, sering melupakan-Nya seolah Dia tak mengetahui perbuatanku…
selalu mengambil makna dari ayat-ayat yang ada disekitar kita, itulah kekhasan Bunda Evi.
Sebagai nahkoda untuk perahu diri, kitapun wajib memiliki mercusuar dalam menjalankan setiap tugas dan kewajiban yang kita emban karena ia akan memberikan tuntunan dan rambu yang tepat untuk kelancara perjalanan hidup sekalipun berada di tempat yang gelap. Dan sebagai seorang muslim, kita tahu apa pegangan hidup kita agar langkah kita tertuntun pada jalan kebenaran sekalipun sulit untuk dilewati
Mercusuar yg ini pendekatannya personal banget ya Pakies, maha dekat sekaligus maha jauh. Kita boleh menjauh darinya, perasaan kita ikut menjauh, tapi Dia tidak kemana2 tetap didekat kita. Kita boleh melanggar larangan, Dia tidak akan marah2 turun ke bumi lalu menghukum kita. Hanya Dia memberi pengetahuan bahwa semua ada bayarannya. Mengabaikan mercusuar atau memperhatikan kerlip cahayanya untuk menuntun, semua terserah kepada kita. Yg jelas diujung cerita ada konsekwensi dari semua pilihan kita
jadi mengingat2, kapan ya aku melihat mercusuar *berpikir*
Ingat2 kapan terakhir ke tepi laut Teh Orin 🙂
dalam bayangan saya, yg namanya mercusuar selalu kokoh
ternyata nggak juga ya, mba..
Iya yg ini kelihatan rapuh ya Mbak Hil. Mungkin karena ini bukan mercusuar yg berpenghuni dan tempat berdirinya juga di teluk sehingga ombak tak begitu besar. Tapi ini sih analisa ngasal saya saja 🙂
Sepakat sama Pak Dhe Bunda, Al- Qur’an dan Sunnah adlah pedoman dan lentera ketika terang maupun gelap, ketika bersama ataupun sendirian 🙂
Mercuar mutlak dan tak tergantikan itu ya Kang sofyan…
rasanya kesepian ga ya mercusuarnya? tapi tentu saja berguna bukan
Kayaknya perlu bertanya kepada mereka Mbak Lid hahaha..
Hebat kreasi orang jaman dulu
Tiap jaman ada orang yan g kreatif ya jeng
Jika keadaan gelap pastilah Ql-Qur’an dan As Sunnah pedomanku
Salam hangat dari Surabaya
Iya Pakde, idenya cuma sederhana, memberi suluh di kegelapan..tapi rupanya telak kita butuhkan, akhirnya terpakai sampai sekarang..