Kalau lah ada kontes tentang benda-benda peninggalan sejarah paling tua di Jakarta menurut saya Pelabuhan Sunda Kelapa pasti calon kuat sebagai pemenang. Bagai mana tidak? Delta paling ujung di Pulau Jawa sebelah Utara  ini telah  sukses melewati waktu berbilang abad dan sudah jadi saksi dari berapa era pemerintahan. Mulai dari Kerajaan Pajajaran, penaklukan pasukan Fatahillah, Portugis, Belanda, Jepang, dan akhirnya masuk ke dalam rangkulan negara Kedaulatan Republik Indonesia. Bahkan sampai sekarang pelabuhan ini masih sibuk melayani pelayaran kapal antar pulau. Pun sebagai destinasi wisata  tempat ini tak kalah menarik. Di sana ada Menara Syahbandar, Galangan Kapal VOC, dan Museum Bahari. Sudah saya buktikan dalam Telisik Unik Pelabuhan Sunda Kelapa  besama teman-teman pemenang lomba blog Jakarta Corners dengan Hotel Grand Zuri BSD tanggal 14 November kemarin. Dalam pos ini saya hanya menceritakan tentang pelabuhannya saja ya teman-teman. Pos berikutnya menyusul.
Berpose dulu sebelum berperahu menelisik sudut unik Sunda Kelapa. Yang sedang memotret Pak Anton dari Hotel Grand Zuri BSD
Jadi apa yang bisa dilakukan dalam telisik unik Pelabuhan Sunda Kelapa Ini?
Spot Fotografi Keren
Sobat JEI pasti pernah mendengar atau membaca bahwa Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan spot favorite fotografer di Jakarta, bukan? Memang teman-teman tidak salah dengar. Apa lagi jika sudah membaca tentang sejarahnya.  Aura yang tertinggal di sini akan langsung membawa pikiran kita ke masa lalu. Bisa jadi sampai ke abad ke-12, era masuknya Islam ke Pulau Kalapa, nama awal Sunda Kelapa. Saat menatap jejeran kapal-kapal kayu di pelabuhan saya membayangkan ketika kapal-kapal dagang Eropa datang ke sini  silih berganti. Yang semula niat berdagang kemudian berubah jadi penaklukan. Entah seperti apa kehidupan penduduk saat dibawah kekuasaan raja-raja Nusantara saat itu. Kok ya raja-raja mereka mudah sekali ditaklukan?
Shintaries dari Jakarta Corners dan Dhini Harsono dari Hotel Grand Zuri BSD
Apapun pikiran yang melintas  yang jelas tempat ini punya sekelumit kenangan indah dalam memory saya. Gara-garanya pernah terkesima memandang foto sunset dan sunrise dari majalah traveling ternama. Kok bisa ya kapal-kapal kayu yang aslinya jelek itu  berubah sedemikian romatis dalam bidikan mereka?  Bagaimana kehidupan keras pelabuhan kok bisa menyeruak jadi semacam essay hidup yang membuat saya bisa membayangkan cargo yang harus dibongkar para tukang pikul? Bahkan tanpa perlu diceritakan pun saya bisa menebak upah mereka yang rasanya tak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan. Sekalipun sekarang membongkar barang menggunakan crane, pekerjaan manusia tak terlalu berat seperti di masa lalu, tetap saja foto-foto masih bercerita bahwa jadi kuli pelabuhan itu pekerjaan yang berat.
Saya tahu bahwa bayang-bayang saya terhadap  Pelabuhan Sunda Kelapa terkadang kekanakan. Tapi bukan kah juga menarik mengetahui bahwa kebanyakan para kuli panggul di pelabuhan bukan penduduk Jakarta?
Bidik..bidik..bidik..
Wisata Perahu
Selain memotret, berperahu menyusuri lambung-lambung kapal cara lain melakukan Telisik Unik Pelabuhan Sunda Kelapa. Sebelumnya saya tidak mengetahui kita bisa berwisata perahu di sana. Saat asyik memotret di dermaga para tukang perahu lah yang datang menghampiri dan menawarkan jasa mereka. Kami dibawa melihat perahunya terlebih dahulu. Sejujurnya sempat ragu juga. Perahu kecil itu mengambang di atas air kotor dengan sampah berserakan di sekitar. Matahari pagi juga menguapkan aroma tak sedap dari laut. “Kalau saja membawa buff pelindung hidung…” Pikir saya. Belum lagi  tidak ada pelampung dan rasa takut terjepit di lambung kapal-kapal besar. Tapi tentu saja kekuatiran itu jadi tak berarti tatkala rasa ingin tahu mengambil alih. Lagi pula siapa yang pernah mendengar ada perahu karam di air yang tenang?
Ternyata ongkos berkeliling tidak pula mahal. Cukup membayar  Rp.10.000/orang dengan kapasitas perahu maksimal 5 orang, kita akan diajak berkeliling sekitar 30 menit.
Perahu kayu antar pulau
Mengamati Kehidupan di Belakang Kapal
Kala perspektif beralih kala itu pula muncul pemahaman baru. Dari dermaga kapal-kapal yang sedang bersandar itu terlihat sepi. Seperti tak ada kehidupan di atasnya. Begitu melintas dari perairan, Â area parkir kapal ternyata bak planet kecil. Atau boleh juga disebut perkampungan mini di atas air. Terlihat para anak buah kapal yang sedang membersihkan geladak, mengikatkan tali pada sesuatu, ngobrol dan minum kopi dengan sesama. Sementara tukang-tukang perahu seperti yang kami tumpangi menanti penumpang sambil berbincang dari perahu ke perahu. Ada nelayan yang menepikan perahu di seberang dermaga dekat pemukiman. Orang memancing.
Pokoknya kehidupan di belakang kapal yang bersandar itu cukup sibuk. Sehingga pelayaran 30 menit tak terasa sudah berakhir. Kami kembali ke dermaga untuk meneruskan kunjungan ke Menara syahbandar dan Museum Bahari.
Bapak Pengemudi Perahu
Mas Andy fotografer Hotel Grand Zuri BSD
Kayuh peraku laju..laju…
Bercengkerama di deck kapal
Menepikan Perahu
Menara Pengawas
Menara Masjid Luar Batang di kejauhan
Gimana? Menarik bukan teman-teman? Yuk kapan-kapan kita ngetrip bareng dengan Jakarta Corners #kode 🙂
15 comments
Sunda kelapa…gerbang kajayaan bumi Nusantara ya Uni Evi…liputan kereeen banget, mimpi bisa jalan bareng hingga berguru ke Uni Evi.
Salam Nusantara
Gerbang kejaan masa lalu tepatnya Mbak Prih 🙂
meski panasnya bikin pusing saya aja takjub dengan perahu yang kalo digambar kelihatan kecil ternyata cukup besar, dan surprise yg diangkut juga berKartun-kartun air mineral gelas, ada juga macam semen, ini pertama liat kapal ngangkut barang2 ini, Kira-kira mo dibawa nyebrang kemana. Fotonya keren banget mbak Evi.
Benar Mbak Rue. Dari jauh kelihatan kapalnya kecil tapi cukup besar ternyata untuk membawa cargo antar pulau 🙂
Lalu aku meringis melihat foto2 keren ini, hiks. Beberapa kali ke tempat ini memara pengawas dan sesi diantara dua kapal itu luput dr perhatian. Ke sana lagi yuk, mbaaaak
Baik Mbak Don. Nanti kita atur waktu ya…:)
uni bagus-bagus fotonyaaa…
waktu mudik kemarin suami jga tak ajakin kesini. kapalnya bagus-bagus seandainya airnya dibuat bersih mesti baunya tidak menganggu lagi.
sempet cemas juga pas nglewatin jalur antara dua kapal, taku kesireman air dari toilet kapal. tapi si bapaknya pinter gak kena sepercikpun.
salam
/kayka
Iya kalau airnya bersih dan biru..Tempat ini menakjubkan pastinya Kayka 🙂
Memori lamaku tebangun kembali melihat postingan2 ini. Yaitu jejeran kapal dan perahu kayu pelabuhan sunda kelapa jakarta. Aku pernah ke sana tahun 70-an sewaktu tinggal di Jakarta, sempat naik ke atas perahu yang awaknya sedang hiruk pikuk bongkar muat. Bagus postingannya mbak,
Salam kenal
Alhamdulillah posting ini bisa membangkit kenangan Pak Ar Syamsu..Dan terima kasih sudah mampir dan pujiannya 🙂
Sama-sama mbak Evi, semoga terus berjaya ngeblognya…
Amin. Terima kasih Pak Ar…:)
Sama-sama mbak Evi.
mbak evi salam kenal. Pengen deh bawa krucilsku ke sini rekreasi, tapi…apakah tempat ini terbuka untuk umum atau cuma nerima kunjungan komunitas aja? Siapa tau mbak ada info. Makasih ya mbak
Salam kenal kembali Me ba Imelda. Pelabuhan Sunda Kelapa terbuka untuk umum tidak hanya khusus untuk komunitas saja. Best view pagi atau sore. Foto-fotonya akan sangat cantik sekali. Kalau siang udaranya panas sekali disini jadi kurang cocok untuk anak-anak…
Terima kasih sudah mampir Mbak 🙂