Narsis di Bawah Menara Syahbandar Jakarta – Saya sedang mengikuti  Project 365, a day photo challenge. Menurut aturannya sesekali perlu juga setor foto narsis. Foto si diri yang ikut challenge.
Berguna untuk review di masa akan datang. Melihat apa saja yang telah dilalui selama 365 kali tayang foto tiap hari. Jadi posting ini tentang bernasis ria. Di bawah akan saya singgung sedikit mengenai Sejarah pendirian menara ini.
Bisa Narsis di Bawah Menara Syahbandar Jakarta Tak Sengaja
Piknik kali tak sengaja. Aslinya ada urusan pekerjaan ke Muara Karang. Ternyta tidak lama. Cuaca sedang cerah pula, mengundang piknik. Rasanya sayang saja buru-buru balik ke Serpong.
Baca juga Akhirnya Piknik di Menara Syahbandar Saksi Sejarah Jakarta
Jadi saya dan suami memutuskan main ke kota Tua Jakarta. Posisi terdekat saat itu adalah Pelabuhan Sunda kelapa. Setelah puas foto-foto sekalian ingin mampir ke Museum Bahari. Dua lokasi sebagai jejak kolonial di Indonesia juga berdekatan.
Sayangnya sesampai di Penjaringan, Museum Bahari sudah tutup. Saya sampai pas banget di ujung jam operasional yaitu pukul 08.00 – 16.000.
Baca juga Masjid Menara Kudus dan Makam Sunan Kudus
Jadi saya dan suami bergeser ke muka, ke Menara Syahbandar yang juga tampak sudah sepi. Tadinya sudah apatis, bakalan cuma bisa melihat dari luar. Kecewa juga sih, tapi apa boleh buat. Resiko piknik dadakan.
Untungnya Bapak yang menjaga Menara Syahbandar mengijinkan saya naik. Mungkin tahu banget keinginan saya untuk bangunan yang dulu disebut (Uitkijk) dan dibangun sekitar tahun 1839 ini beliau tidak memungut tiket.
Goyang-Goyang di Atas Menara Syahbandar
Menara Syahbandar Jakarta pernah jadi tempat tertinggi di Batavia. Begitu pun pernah di tetapkan sebagai titik nol kilometer semasa Gubernur Ali Sadikikin. Sekalipun sering disebut sebagai menara miring, saat berada di dalam tak terasaka kemiringannya.
Mungkin selama menaiki tangga perhatian saya fokus ke gambar-gambar yang tergantung di dinding. Menceritakan fungsi menara di jaman Belanda. Sebagai tempat pengintaian kapal masuk dan keluar dari pelabuhan Sunda Kelapa. Nah tempat yang saya tuju itu adalah tingkat paling atas. Ruang itu dulu fungsinya sebagai pos penjaga dan pengintai.
Baca juga Mengapa Perempuan Sering Minta difoto?
Entah karena konstruksinya atau kendaraan yang lalu lalang persis di tepi badan menara, setelah berada di ruang atas terasa banget menara Syahbandar Jakarta ini bergoyang. Apa lagi saat itu tiupan angin agak kencang pula. Nah tiap ada kendaraan lewat terutama truk, getarannya bikin saya agak ngeri. Takut menaranya runtuh.
Jadi saya cepat-cepat turun kembali. Lebih baik foto-foto narsis di bawah saja.
Terobati sedikit kekecewaan. Kebetulan suami senang saja disuruh moto-motoin istrinya. Jadi bernarsis ria lah saya di bawah Menara Syahbandar Jakarta.
Btw, Project 365 itu tidak saya tuntaskan lho. Saya sudah keburu bosan 🙂
Here I am :
Salam,
— Evi