Pasar Argosari Wonosari merupakan tujuan berikut pada hari ke-2 Jelajah Gizi. Dimulai dengan sarapan dan foto-foto narsis bareng teman-teman blogger dan jurnalis. Berpose seolah jadi model betulan, para ibu dan remaja puteri itu cekikan tak berkesudahan. Melupakan kenyataan ada banyak perbedaan umur antara kami. Pagi cerah, matahari hangat, tujuan jelajahan sudah ditentukan, jadi tak ada alasan mendustakan segala kenikmatan. Alat untuk menikmati eksotisme gunungkidul hanya kegembiraan 🙂
Pasar Argosari Wonosari merupakan pasar tradisional terletak di jantung kota Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Lho ngapain peserta jelajah gizi jalan-jalan ke pasar? Ya tentu saja untuk melihat dan mengenali ragam makanan lokal. Dimana lagi tempat terbaik untuk mengetahui jenis gizi yang dikonsumsi suatu masyarakat kalau bukan di pasar mereka?
Daftar Isi
Jenis Jajanan Dalam Pasar Argosari Wonosari
Saya exited banget membaca jenis makanan yang akan dijelajahi seperti yang tertera di buku agenda Jelajah Gizi. Banyak yang asing bagi saya. Sebut saja tempe mblanding, manggleng, intip dan jaddah.
Sampai di lokasi panitia telah menyiapkan sejenis games shopping race. Kami dibagi pergroup yang tiap group terdiri dari 6 orang. Dengan uang Rp. 10.000 dalam waktu 30 menit tiap kelompok disuruh mencari dan membeli sekitar 20 jenis makanan yang dijual di Pasar Argosari Wonosari. Yang menarik nama-nama makanan berupa kuis. Misalnya : warnanya coklat dan dipakai sebagai pemanis adalah? Pada tahu dong ya kalau itu gula merah atau gula aren :).
Nah yang paling banyak belanjaannya plus betul jawabannya ditunjuk sebagai pemenang. Mengingat kondisi yang serba mahal di tempat tinggal, awalnya saya pesimis. Bisa apa dengan uang sepuluh ribu? Eh setelah belanja baru tahu bahwa harga makanan di Pasar Argosari Wonosari sangat bersahabat. Ada kue seharga Rp.500,-/butir dan beli cabe masih boleh Rp. 1000. Saya pikir kalau cari uangnya di jakarta tapi belanja kebutuhan hidup di Pasar Argosari bakalan cepat kaya deh 🙂
Selesai semua belanjaan dikumpulkan untuk dinilai. Kelompok saya menduduki tempat ke-2 deh.
Eksplorasi Pengalaman Dalam Pasar Argosari Wonosari
Karena tak ada jelajah khusus setelah itu, saat belanja saya manfaatkan untuk melihat keragaman isi pasar. Terutama mencari barang apa saja yang belum pernah saya lihat di Tangerang. Pasti ada sesuatu yang unik yang tidak dijual di pasar manapun selain Argosari.
Namun karena Gunungkidul masyarakatnya terbuka, mobile, sarana transportasi juga mudah, jadinya sebagian besar isi pasar sama dengan pasar tradisional manapun di Indonesia. Contohnya kue Lemet. Makanan yang terbuat dari singkong dan gula merah, itu kan versi lain dari Ketimus.
Sampai acara belanja usai saya tak menemukan benda atau makanan unik yang saya pun tak tahu jenisnya. Ya bisa dimaklumi sih. Mencari yang kita tahu saja susah apa lagi mencari sesuatu yang kita tak tahu :). Tapi tidak terlalu kecewa juga sebab di sebuah lorong sempit saya melihat ibu penjual thiwul dan urap. Terutama urapnya itu sepertinya berisi sayuran yang penampilannya seperti rumput laut. Jadi urap rumput laut sepertinya belum ada di Tangerang hahaha…
Alasan Dibelakang Keseragaman Isi Pasar
Keseragaman isi pasar bisa dijelaskan lewat pembangunan jalan dan sarana transportasi. Dua infrastruktur itu membuat orang jadi mobile. Artinya tak ada kesulitan dalam memindahkan barang dari satu daerah ke daerah lain. Disamping yang disebut petani sekarang bukan hanya penduduk desa. Perusaan agro industri besar bermuncul dimana-mana. Maka kalau bicara tentang jenis sayur populer seperti sawi putih, kol, tomat, kangkung dan bayam yang juga terlihat di Argosari, mereka biasanya datang dari suatu tempat. Sebuah perkebunan besar yang dikelola secara effisien. Mereka punya jalur distribusi yang bisa menjangkau ke segala pelosok seperti Pasar Argosari Wonosari ini. Jadi kalau temans mau membuat tumis buncis di Jayapura, Pasar Argosari juga menjual bahan bakunya 🙂
Nah setelah melalui penilaian yang heboh, super ngakak karena ketua kelompok saya, Mas Zam yang super lucu membuat huru-hara, perjalanan diteruska ke Desa Bobung, dusun kreatif pembuat aneka topeng. Tunggu ya Eksotisme Gunungkidul seri ke-4 🙂 Sedang yang mau baca Eksotisme Gunungkidul 1 bisa klik disini dan Eksotisme Gunungkidul 2 disini
Pasar Argosari Wonosari
Jl. Brigjen Katamso, Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta
Salam,
45 comments
Belum pernah mampir, kayanya seru 😀
Maaf sebelumnya numpang ngasih info nih, buat yang gamau repot masak waktu mau ngadain pesta/syukuran/resepsi pernikahan tapi tetep pengen nyicip makanan enak?
kami dari Bu Mentik Catering and Wedding Organizer bisa loh menyediakan jasa catering dan paket pesta pernikahan.. makan dari kami dijamin fresh.. lezat.. halal.. dan tentunya tanpa vetsin.. langsung cek situs kami yuk..
Terimakasih.. 🙂
[…] hasil daya cipta dari otak kreatif. Mungkin berawal dari kelekatan kita terhadap bahan-bahan yang tersedia di lingkungan. Bersama waktu berkembang jadi sesuatu yang punya nilai i tambah. Seperti yang dilakukan nenek […]
Waah, kapan ya bisa saya kesana?
Mumpung maih kuliah di jogja nih.
Salam.
Tempe mlanding tuh yang dari kayak pete cina itu kah?
Nama makanannya aneh aneh, penasaran @.@
Nah waktu itu aku gak ketemu dengan tempe mblanding itu Un..Dari petai cina ya? Wah pasti enak tuh..:) #penggemar petai
Ahihihi kalo gak salah, mlandingan = petai cina. Yang buat botok itu. Mbuh ding 😛
Wondering gimana rasanya… 😀
Terbayang asyiknya Uni Evi dan tim merambah pasar tradisional Argasari. Trim Uni berbagi oleh2 jelajah gizi. Salam
Seru Mb Prih. Saya melihat masih banyak juga kekunoan dlm Argasari 🙂
Ilmunya dapat, serunya pasti. Benar-benar jelajah yang bergizi. 🙂
Ngubek pasar tradisional jadi eksotis beginih, kerennn… 😀
Urap (kluban)
(y) pokoke
😀
sy suka bgt urap tp blm pernah nyobain urap rumput laut.. kayak apa y rasanya? anyep kyk ager2 gak mbak? 😀
boleh juga tu Mbak, pendapatan Jakarta, belaja wonosari.
Yang bikin saya penasaran adalah urap-urap rumput laut, soalnya saya penggemar urap-urap dan belum pernah merasakan yang berbahan rumput laut
wew, narsis beud deh, hehehhe 😛
btw kl cari uang belanja di argosari yg ada nombok diongkos, hehehehhe 😛
potonya caem”….. mbak evi, salamin ya sama temennya yg mana aja dah hahaha
Takjub juga mbak kalo duit 10ribu masih bisa dipakai untuk belanja 20 jenis makanan, secara untuk beli pempek aja sekarang harganya udah paling murah 2.500 per bijinya 😀
wuiihh urapnyaa 😀
makanannya enak enak banget nih…. jadi mau kesana juga…
kayaknya layak untuk di jelajahi daerah sana.. jadi kangen sama yogyakarta nih…
seru banget kayaknya saat harus belanja dg uang 10rb, harus dapat 20 jenis makanan.. di ps argosari masih bisa beli satuan ya bu…?
makanan indonesia itu lebih sehat cuma tingkat gizi protein’a yang mungkin ketinggalan dengan orang eropa yang sering makan keju
wah, wah… mblanding, manggleng.. kok abstrak semua yah..? hehe
kalo intip sama jaddah masih familiar…
manggleng, saya belum pernah menemui makanan ini di daerah lain … 😀
Jewawut sebuah nama yang mengingatkanku kepada masakan seorang nenek yang dengan tangan dinginnya meperkenalkan kepada saya dengan masakan tradisional khas Yogya. Sungguh mengasyikkan, dan ditunggu kelanjutan ceritanya Mba.
Sukses selalu
Salam Wisata
Mblanding dan Jewawut, aku belum pernah makan itu, Bu. 🙂
Bener2 seru Jelajah gizinya. .
urapnya menggiurkan. . .
10ribu untuk membeli 20 jenis makanan?
Berarti di sana murah2 Bu?
biasanya cuma mampir beli gorengan nek lewat situ hehe
heee itulah salah satu alasannya kenapa aku kerja di kalimantan tapi keluarga tetap bertahan di jogja…
jadah bakar anget2…uenak tuh mbak Evi.. hehe…
eh, jadinya apa memang benar itu rumput laut yg diurap itu? dimata saya kok mirip slada dirajang ya..haha…
Ada tiga hal Bu …
1. Murah
Saya tersenyum membaca kalimat ibu … enaknya itu cari uang di Jakarta … tetapi belanjanya di Argosari … hahahaha … Bener banget bu …
Belanja di pasar tradisional … apalagi di daerah … memang murah-murah ya Bu
2. Urap
Itu urap-urap … bener-bener menerbitkan selera saya Bu …
Kelihatanya enak bener … yummy pasti … apalagi jika nasinya hangat …
beuuhhhh … mantap.
3. Foto
Gaya bu Evi tidak kalah dengan anak-anak muda … hehehhe
fotonya bagus-bagus bu …
Salam saya
Mbak, aku belum pernah ngitarin yogya…ikut dong kalo ada jalan-jalan lagi
Hehe,,,ayuk,…apakah dirimu suka backpacketan mb Junita?
Waah…, saya kepengen banget nyoba urap sayuran rumput laut, kayak apa??
Saya jg gak sempat mencobanya P Azzet, jd tak bisa bercerita 🙂
wah .. di foto cantik semua nih mbak, kukira ndak ada mbak Evi di sana ternyata ada, sama semua sih 🙂
itu urapan memang dr rumput laut ya mbak ? kayak apa ya rasanya ?
Aku namai rumput laut karena melihat sayur seperti itu tumbuh dibibir panatai Indrayanti, Mb El. Benaran atau tidak belum jelas juga nih…
saya jadi bangga nih ada blogger luar kota yang mempromosikan Gunungkidul. Belakangan ini saya digodai teman yang kebetulan kenal dengan Gunungkidul, katanya gunungkidul cuma gersang saja..
padahal ngga kan 🙁
hehehe, ngga nyobain beli gethuk bun?
Gunungkidul emang gersang, Tin. Tp gak mengurangi daya tariknya bagi mereka yg suka eksplorasi. Banyak yg bisa dilihat disana 🙂
Intip itu kerak ya, jadah itu ketan matang yang ditumbuk kayak di kampung saya
Asyiknya jalan2 terus
Salam hangat dari Surabaya
Kemarin sempat melihat ujud intip itu pakde. Tp kalau jaddah belum. Ya harus jalan2 pakde, menebus waktu yg hilang saat waktu membesarkan anak2, susah mau pergi dng ringkas
penasaran abis ama urap rumput lautnya Mba Evi. potonya menggoda banget. Karena situasi yang sudah terbuka ke akses dunia luar jadinya suasana pasar dan barang terasa umum ya Mba..
Betul Mas Dani, akses thd dunia luar dan pola berpindah, penduduk dan jaringan informasi membuat makanan jd mengglobal
Wah, nanti saya ikut deh eksplore yogya, belum sempet ngabisin waktu disana soale heheheheh
Ah menunggu waktu saja ya Mb Junita 🙂
bikin laper bun kalau lihat urap
Urapnya emang tampak enak mb Lid,,,
Wah, seru dan menarik nih kegiatannya mbak. Jogja emang ‘gak ada habisnya.
Tampaknya Jogja mengikuti jejak Bali Mas Zat, tiap pojoknya bisa dijual utk wisata 🙂