Teman pernah melihat proses pembuatan gula merah dari kelapa? Karena saya suka melihat bagaimana penduduk suatu daerah mengolah sumber daya alam untuk menunjang ekonomi keluarga, merasa beruntung dibawa melihat proses pembuatan gula merah kelapa. Ini bisa juga disebut sebagai proses pembuatan gula jawa. Karena gula merah dari kelapa sering disebut sebagai gula jawa.
Baca juga  Proses Pembuatan Gula Semut Tradisional
Tempatn saya melihat proses pembuatan gula merah dari nira kelapa ini di Pontianak. Bersama teman-teman dari Aliansi Organis Indonesia. Kami berukunjung ke Desa Sungai Rengas, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Di Sungai Rengas penduduknya banyak mempraktekan sistem pertanian berkelanjutan. Seperti menggunakan bahan-bahan lokal, diolah secara kelompok untuk membuat pupuk dan pestisida alami.
Selain itu mereka juga membuat gula merah dari nira kelapa.
Baca juga Proyek Gula Aren Organik Arenga
Proses Pembuatan Gula Merah dari Nira Kelapa
Nah yang paling menarik bagi saya tentu saja melihat proses pembuatan gula merah dari nira kelapa. Di Sungai Rengas memang banyak terlihat tanaman kelapa. Tumbuh di kebun, belakang rumah dan pematang sawah.
Seperti juga membuat gula aren, mengolah gula merah juga dimulai dari menyadap nira pohon kelapa. Nira yang telah terkumpul di bawa ke dapur produksi untuk dimasak dalam kuali besar, diatas tungku yang terbuat dari tanah liat.
Di Sungai Rengas ini petani tidak memasak nira sendiri-sendiri. Mereka membuat kelompok dan membangun dapur produksi bersama. Sebelum di gabungkan nira yang disetor oleh para anggota dicatat jumlahnya. Gunanya untuk menghitung pembagian hasil nanti. Setelah terkumpul semua baru dimasak sekaligus diatas deretan 4 tungku yang berbaris lurus.
Membuat gula merah berkelompok ini memiliki beberapa keunggulan: Meningkatkan kapasitas produksi, mutu lebih seragam (kendali mutu), dan akhirnya meningkatkan nilai jual.
Nira kelapa dididihkan kurang lebih selama tiga jam. Setelah mencapai kekentalan tertentu, kuali diangkat dari tungku.
Cairan gula kental itu kemudian dicetak dengan menggunakan gelas plastik bekas air mineral.
Baca juga Resiko Pembuatan Gula Merah
Di Jawa gula merah jawa dengan tabung-tabung bambu kemudian di bungkus daun pisang. Di Sungai Rengas cara pembuatan gula merah sedikit beda. Gula siap cetak dimasukan ke dalam gelas plastik yang dilapisi kantong plastik sebelumnya. Sebelum mengeras kantong-kantong dicabut dari gelas sehingga terbentuk gula merah seperti dalam foto.
Dari Sungai Rengas gula merah ini menjalar ke Pontianak dan sekitarnya. Ada yang dibawa langsung ke pasar oleh pengolahnya namun tidak sedikit pula pedagang gula merah langsung mengambilnya ke sini.
Salam,
48 comments
Ketika latihan di Magelang dulu kami suka diberi gula oleh penduduk sepanjang route yang kami lewati jeng. Gula merah konon bagus untuk memperkuat tubuh ya.
Kami juga suka membeli legen yang dijual penduduk dalam wadah bumbung bambu.
Salam hangat dari Surabaya
Iya Pakde, para pendaki gunung, orang baduy dan bahkan pasukan gajah mada dulu membawa gula merah untuk ransum mereka. Berbeda dengan gula pasir yang telah dimurnikan, yang tinggal cuma rasa manisnya, gula merah dan gula aren masih banyak kandungan gizinya…Cuma dimasak diatas tungku sih, gak diapa-apakan lagi..
Maka dalam keadaan darurat, seperti dalam perang, bawa gula merah juga bermanfaat untuk menjaga stamina pasukan Pakde 🙂
Yang agak mengganjal buat saya, kemasannya itu Uni. Bukankah zat kimia pada gelas atau bungkus plastik berbahaya untuk kesehatan ? apalagi pada saat gula dimasukkan dalam keadaan panas. Saya lebih setuju dengan menggunakan bambu dibungkus daun pisang akan lebih sehat.
Terus saya juga pernah dapat info, bahwa bahan baku gula tersebut sudah diberi bawah pengawet sejak dipanen oleh petaninya. Benarkah?
Itu juga yang mengganjel bagi saya Pakded, namun kurang enak untuk menuliskannya…hehehe..Maksud daku menampilkan foto lebih jelas, agar yg baca ngerti sendiri, apa lagi yang mau beli….
Kalau masalah pengawet tak mengemuka dalam lihatan saya ini Pakded..Tapi nira memang mudah mengalami fermentasi..Di lingkungan petani saya, mereka mengawetkannya dengan bahan-bahan alami seperti memakai daun parengpeng, kayu nangka atau akar kawao..
Nah yang di sungai rengas ini, saya lupa menanyakan, pengewetan mereka memakai apa…
Kalau di Kendal ada yang pakai tempurung kelapa…
Jadinya bentuknya seperti topi bajanya tentara
Cetakan gula merah secara umum di Indonesia emang seperti itu ya Pak Mars..Kalau tidak bambu, membuat lubang2 di kayu nangka, menggunakan batok kelapa..Yang menggunakan plastik ini, saya temui baru di Pontianak ini…
Wah, para petaninya kompak ya mba… dan memang hasilnya jadi jauh lebih baik, terutama dalam hal kendali mutunya mba… salut deh.
Sependapat dengan PakDed di atas, menggunakan wadah plastik dan cetakan dari gelas plastik, itu ‘membahayakan’, apakah para petaninya sendiri belum ngeh akan hal itu? adakah penyuluhan yang pernah diberikan kepada mereka mba?
Bukan apa-apa sih, kasian mereka juga nantinya, semakin banyak konsumen yang paham dan mengetahui akan hal ini, akan membuat permintaaan/minat beli para konsumen utk membeli dari mereka juga akan menurun, karena takut akan efek yang ditimbulkannya.
Informasinya menarik banget mba, trims telah berbagi. Saya termasuk pecinta gula aren lho, manisnya itu nikmat banget. Hehe…
Mbak Alaika, saya kira mereka terdorong alasan kepraktisan saja menggunakan peralatan plastik ini. Dan saya juga mengira mereka tidak tahu bahaya dari plastik ini…
Ditinjau dari kinerja mereka, tampaknya mereka sdh dapat pengarahan dari pemda setempat. Hanya saja Pemda juga mungkin enggak tahu bahaya penggunaan plastik terhadap makanan panas, makanya mereka tak menyarankan agar ganti cetakan Mbak..
Iya, pelanggan yang punya informasi baik, pastinya gak begitu tertarik membeli gula dalam kemasan plastik ini. Nanti kalau ada link lagi ke sana, akan saya coba sampaikan kekuatiran ini kepada aparat yg membina mereka Mbak.
Sama-sama, saya juga terima kasih sdh diberi pandangan Mbak Alaika 🙂
dengan berkelompok jadi banyak kelebihanya ya bu ev ??
photo terahir, gula siap di jual, kalau boleh jujur menurut saya kemasanya kurang menarik, jauh lebih menarik yang di cetak oleh ruas bambu atau batok bu… maaf….
Lain daerah, lain pula bentuk cetakan gula merahnya ya Kang Yayan 🙂
iya bu ev, seperti di daerah asal saya pake ruas bambu tapi disini tempat tinggal saya sekarang, saya lihat orang bawa gula aren untuk di jual di pasar cetakanya pake batok kelapa …
Tante, aku malah penasaran dg penggunaan plastik, apakah tidak berbahaya si ‘calon’ gula -yang puanas bgt- itu langsung dimasukkan ke dalam plastik?
Tapi menyaksikan sendiri pembuatannya pastilah sangat menyenangkan ya Tan..
Pastinya kurang baik Teh, tp seberapa tingkat bahayanya, tak tahu pulalah awak.
Melihat dr dekat nambah pengalamanku soal sistem produksi gula merah teh 🙂
katanya karsinogenik uni…, makanan panas diletakkan dalam wadah plastik memicu kanker..
leburnya partikel plastik ke dalam produk makanan, memang dicurigai memicu kanker ya mbak Mon
aku baru tau yang cetak pake plastik ini..
dengan alasan lebih praktis tentunya.
di sini aku pernah lihat yang pake batok kelapa
dan yang menggunakan tabung bambu lalu dibungkus karisiak
jadi lebih mengenal gula aren,
makasi Uni.. met malam mingguan.
Saka sama gulo anai, di bukik agak beda cetakannya ya May.
Dan selamat malam mingguan jg Amay cantik. Semoga rahmat Allah selalu besertamu 🙂
Gula merah tuh sama kayak gula jawa tho ya mbak?
Seru ya liat langsung produksi begitu…
Gula merah emang sering disebut gula jawa Un. Tp aku tak menyebut gula jawa disini krn yg diatas itu gula kalimantan hehe..
bedanya gula aren dan gula merah apa bun? selama ini saya hanya tau gula merah namanya
Mb Lid, gula aren dibuatnya dr nira pohon aren atau sering jg disebutt pohon kolang kaling. Sementara refrensi gula merah atau gula jawa adalah pohon kelapa 🙂
Niar pernah liat bikin gitu juga waktu di banyuwangi bu evi, lha bedanya ndak dibungkus pake plastik gitu, cuma di cetak di batok kelapa, rasanya lebih kerasa enak ada bau2 batok kelapanya gitu 😀
Mb Niar, Jaman dulu, cetakan yg tersedia dan mudah ditemukan ya batok kelapa. Di beberapa daerah masih bertahan. Dan kalau belum dpt pengganti yg aman, semoga batok kelapa ttp dipakai ya..
Variasi produksi gula kelapa ya Uni, apresiasi dengan produksi dalam skala kelompok. Selamat berhari Minggu.
Suatu kemajuan dlm industri gula tradisional ya Mb Prih. Selamat menyambut hari senin 🙂
Kalo ini bener-bener alami ya mbak.
Pembuatannya saja masih tradisional
Bahan baku gula dan cara memasaknya memang msh tradisional, Mas..
Waah pengalaman berharga ya mbak. Saya belum pernah melihat langsung …
Betul mb Niar, memahami penduduk desa mengolah hasil bumi mereka dng cara mereka, benar2 membuka cakrawala
wess…….smpat nyicip gak mba???sungguh pengalaman yang sangat berharga
Iya sempat nyicipi. Gula yg msh kental dan msh dalam kuali itu rasanya enak banget
wah aku bru tahu loh mbak gula kelapa pake plastik kaya gtu,, baru liat lgi mbak..hehe
Emang, aku ketemu yg beginian baru di Kubu Raya ini, mas
sama dengan cara pembuatan gula aren, hanya kalau disini, kemasannya pake kulit batang pisang yang dikeringkan.
nice share gan…
salam sehat selalu
Di cetak bambu terus dibungkus batang pisang kering. Gula merah warisan nenek moyang. Sehat dan Alami ya Gan 🙂
sama dengan cara pembuatan gula aren, kalau disini kemasannya pake kulit batang pisang yang dikeringkan.
Test lagi..he he..saking senengnya!!!
Kalau di Bali kayanya dulu orang banyak mencetak dengan batok kelapa atau kalau nggak dengan bumbung bambu lalu dibungkus dengan anyaman daun nira..he he..sekarang nggak ngikutin.
O ya, kemarin aku ke Foodmart yg di Citos, lagi pengen beli gula aren..aku ingat Mb Evi,mau cari-cari Arenga, tapi kelihatannya belum masuk ya Mbak..
Kebanyakan di Indonesia, pencetakan maupun kemasan gula merah atau jawa ini memang alami Mb Dani
Nah nanti kalau mau dibawa dlm jumlah banyak baru dimasukan dlm karung.
Distribusi arenga emang msh terbatas di toko2 organik saja mb Dani. Belum msk Foodmart emang 🙂
Menarik sekali tulisannya, mbak Evi!
Membuat sesuatu dengan cara tradisional dan di tempat yang juga sederhana, selalu bisa membuat saya tersentuh. Mereka mungkin tidak punya banyak keinginan, tapi saya yakin, mereka pasti mencintai pekerjaan membuat gula merah yang mereka lakukan ini…
Terus berbagi cerita unik ya 🙂
Pusat aktivitas keseharian hidup masyarakat merupakan sumber ilmu yg gak akan bisa kita temukan di sekolah maupun di perpus Mbak Irma. Berbaur dengan mereka, Memahami cara mereka berpikir, akan mengayakan hidup kita. Makanya aku suka banget jalan-jalan Mbak Irma hehehe…
Mbak Evi, gula siap cetaknya dimasukkan ke dalam cetakan saat masih panas kah?
Iya betul Jeng…Kalau sdh dingin gak bisa dicetak dong…:)
Ooh…di sana pakai plastik ya mengemasnya? kukira cetakan gula merah hanya bambu / batok, hehe…
Lain tempat lain cara Mb Mechta 🙂
mau tanya mas, kalau orang menampung air nira , ditempat penampungnya diberi dulu zat kimia. Apa itu namanya? katanya untuk menjaga air nira tetap jernih (tidak mengental dulu)
Kalau itu saya juga gak tahu namanya Mb Nani, krn belum pernah lihat 🙂 Yang saya tahu laru, pengawet alami dr batang nangka, manggis, daun parengpeng, dan akar kawao..
kalau di daerah situ rata2 hasil per tandan/mancung dalam sekali ambil berapa liter neng evi………..???????
dalam penyadapan mancung/tandan itu di balut apa tidak…??
Mau nanyak .brp harga gula merah /jika sy hendak membeli di sentra peunbuatn di sui rengas
===============
Kalau harga saya tak menanyakan waktu itu Pak 🙂