Cerita Tentang Perajin Gula Semut Aren – Dalam sebuah perjalanan dari Garut kami diguyur hujan. Tak sekedar hujan lebat tapi juga disertai kabut tebal. Memendekan jarak pandang hanya satu meter ke muka. Untuk mencari aman kami harus berhenti. Untungnya tak lama bertemu sebuah warung kopi. Kesempatan juga menikmati kopi tubruk dan ngobrol-ngobrol dengan penduduk lokal. Tak lama hujan pun reda. Matahari kembali terang. Dan ini yang tak disangka-sangka, tiba-tiba di depan warung berhenti sebuah motor. Yang membawa ibu-ibu. Ia membonceng dua karung plastik mirip beras.
- Baca di sini tentang:Â Â Wanita Dalam Industri Gula Semut
Daftar Isi
Mengenal Cerita Tentang Perajin Gula Semut
Dan ini lah yang sangat menyenangkan singgah di kampung-kampung di mana pun di Indonesia. Penduduknya ramah. Saya dan si ibu pun langsung terlibat obrolan. Rupanya isi boncengannya adalah gula semut aren. Ia datang ke warung ini untuk menjual gula semut tersebut. Hasil dari pohon dan olahannya sendiri.
Dari obrolan lebih lanjut, sehar-hari si ibu bertani sawah. Juga miliknya sendiri. Jadi membuat gula semut ini semacam usaha sampingan. “ Untuk nambah-namabah, Bu” Katanya malu-malu. Setelah mengetahui produksinya perminggu saya geleng-geleng kepala, tapi dalam hati, “hasil segitu ko cuma nambah-nambah..”. Dan benaran membuat gula semut baginya adalah selingan. Karena toh sudah punya sendiri, bisa disadap sendiri, dan punya dapur pemasakan juga sendiri.
Bapak pemilik warung menambahkan, selain bertani, ibu itu juga punya kebun cengkeh. Jadi ia, suami, dan tiga anak lelakinya sangat sibuk sehari-hari.
Cerita Tentang Perajin Gula Semut ini tak terasa membuat waktu habis. Mampir di warung kopi itu ternyata tak sia-sia. Saya dapat begitu banyak pelajaran di sana. Selama dalam perjalanan pulang membuat saya banyak melamun.
- Baca di sini tentang:Â Sang Penyadap Aren Muda
Membuat Gula Semut Sebagai Usaha Sampingan
Memang begitu lah. Membuat gula semut aren bukan lah mata pencaharian utama bagi sebagian besar perajin. Itu juga terjadi di kelompok perajin Arenga Indonesia. Sebagian besar pekerjaan utama mereka adalah petani yang bercocok tanam. Baik sawah maupun ladang. Utamanya padi. Disusul dengan menanam aneka rempah seperti cengkeh dan kapol (kapulaga). Bahkan jika datang musim cengkeh dan kapol Arenga Indonesia dalam kesulitan. Karena para perajin memilih mengurusi panen mereka. Meninggur ditinggalkan. Pohon aren tidak disadap. Tungku pemasak dibiarkan dingin. Itu semua karena keterbatasan tenaga. Membuat mereka harus memilih. Tentu saja memilih mengerjakan panen musiman, bukan saja tak setiap hari, keuntungan dari cengkeh dan kapulaga jauh lebih besar.
Hasil ladang yang lain adalah kayu-kayuan. Lalu ada pisang, durian dan nangka.
Lebih Suka Menjual Pada Tetangga
Mengapa si ibu lebih suka menjual gula semut kepada tetangga ketimbang pengumpul? Alasan prakstis. Karena harga. Karena tetangga membeli lebih mahal ketimbang pengumpul. Disamping dia juga tak perlu keluar ongkos ojek. Atau bensin motor untuk membawa gula semut ke tempat pengumpulan.
Sayanya sih manggut-manggut saja. Menjual ke tetangga dengan harga end user tentu saja menarik. Sayangnya tetangga tidak hajatan tiap hari. Kebutuhan mereka terhadap gula aren musiman. Mau tidak mau ibu perajin gula semut aren ini harus membuang produksinya ke pasar. Gula semut aren dibutuhkan pasar sepanjang tahun. Sebagian disebarkan dalam pasar tradisional dan sebagian lain ditampung industri makanan.
- Baca di sini tentang:Â Â Manisnya Gula Sehat
 Cerita Tentang Perajin Gula Semut – Petani Tak Selalu Miskin
Nasib petani Indonesia yang tampil di media massa selalu buram. Sependek saya blusukan ke kampung-kampung perajin gula aren, kasusnya tak selalu demikian. Banyak kok petani yang sejahtera.
Seperti ibu dalam Cerita Tentang Perajin Gula Semut ini. Menurut saya jumlah produksi gula semut sebanyak 50-60 Kg/Minggu lebih dari lumayan. Apa lagi ini hanya usaha sampingan. Ada kalanya harga gula sedang meningkat. Ibu ini dapat untung lebih dari biasnya. Seperti menjelang bulan Ramadhan pasti terjadi lonjakan permintaan yang disusul kenaikan harga. Maklum semua orang kan ingin makanan dan minuman yang manis-manis. Kalau sudah begitu harga gula aren bisa mencapai 25.000/Kg.
Kebanyakan petani Indonesia memang miskin. Tapi jadi petani tak selalu miskin. Contohnya petani yang menyambi membuat gula semut aren ini.
29 comments
ya.. lumayan banget ya Mbak Evi..Apalagi jika diingta itu adalah usaha sampingannya. saya juga setuju, petani tidak selalu miskin. Saya juga sering menemukan banyak petani yang cukup berhasil Mbak..
Petani yg mau belajar dan bekerja sesuai adab dan tata lingkungan biasanya gak miskin Mbak Dani 🙂
Assalaamu’alaikum wr.wb, mbak Evi…
Seperti gula semut aren itu, seperti itu juga saya kemari. Maaf mbak, jika sibuk selalu jarang ngeblog ke sana sini.
Inilah pertama kalinya saya mendengar gula aren ya. Sayangnya tidak difotokan rupa dan bentuk gula aren itu agar dapat dilihat bentuknya. Tapi saya yakin gula aren memang enak seperti yang digambarkan oleh mbak di atas.
Salam manis dari Sarikei, Sarawak. 😀
Waalaikumsalam Mbak Siti,
Hehehe..Iya saya tak menyertakan foto gula arennya. Tapi gula aren, kurang lebih sama dengan Gula Melaka kok Mbak. Kalau gula aren berasal dari pohon enau (arenga pinnata), kalau gula melaka dari pohon nipah (Nypa Fruticans). Jadi mereka sama-sama berasal dari pohon palem (palmae). Maka keduanya disebut juga palm sugar 🙂
Salam manis gula aren Mbak 🙂
Huaaa jauuh di atas harga gula pasir ya kak. Kirain setara …
Iya gula aren lebih mahal dari gula pasir Niar 🙂
baru tahu mbak ada gula smeut aren, belum pernah dengar.
bagus jg ya kalau usaha sampingannya spt di atas mbak
btw, mbak Evi, aku tetap hrs nulis data data lagi nih sebelum ngirim komen, maaf y ambak kl aku ngeluh
Mbak Ely, sudah aku hapus centangannya untuk mengisi data. Aku bingun nih Mbak kok begini terus…Ntar aku coba buka lagi . Tak apa mengeluh kok Mbak, terima kasih malah. itu kan demi kebaikan aku juga . Makasih ya Mbak 🙂
Mbak Eviiii…sepanjang kita mau bekerja keras, rezeki itu pasti datang…contohnya pembuat gula semut aren ini.
Kreativitas mereka selain bercocok tanam, menghasilkan imbalan yang lumayan 🙂
Setuju sangat Mbak Irma. KAlau kita mencari Insaya Allah mendapatkan. KIta berusaha Insya Allah menghasilkan 🙂
Sayangnya, anak-anak muda sekarang sudah banyak yang tidak tertarik pada pertanian. Mereka banyak yang memilih pekerjaan di luar itu (asal bukan petani). Memangnya kenapa dengan pekerjaan ini ?, padahal potensi SDA baik lahan maupun SDM kalo dikembangkan secara maksimal, menjadi petani adalah pilihan yang tepat.
Mungkin karena selama ini pertanian diidentikan dengan kerja keras tapi hasil sedikit Pakies. Kebanyakan petani kita kan emang lahannya sempit. Lahan sempit hasil kan sedikit. Sudah begitu tidak ahli pula dalam marketing.Ditambah lagi kebijakan pemerintah kurang berpihak ke pada petani seperti ini. Yah tali bertali deh masalahnya. Yang membuat anak2 muda berpikir bahwa bertani masa depannya suram. Lagi pula cuma sedikit yang seperti Bob Sadino Pak 🙂
Mungkin para petani perlu memenej pendapatannya dg lebih baik ya mbak…sehingga penghasilannya relatif stabil untuk menunjang kesejahteraan keluarganya… Semoga saja yg sdh berhasil mau menularkan pengetahuannya kepada yg belum berhasil shg sama2 berhasil dan petani2 tak miskin lagi 🙂
Amin. Dan yah mereka juga konsumtif Mbak Mechta. Biasanya sih terhadap motor, gadget, alat2 elektronik dan pulsa 🙂
hasil dari usaha sampingannya besar juga ya bu …
Lumayan lah Mas Hindri…
iya, sudah saatnya mindset petani itu orang miskin harus di ubah. Tidak semua petani miskin, bertani juga bisa membuat orang jadi kaya
Betul sekali Mbak. mindset bertani identik dengan kemiskinan mesti dibuang jauh-jauh. Kalau tidak, tak seorang anak mudapun akan mau menerjunkan diri ke sektor pertanian..Itu kan juga penyebab lulusan universitas pertanian pada kerja di bank hehehe…
Coba kalo tetangga hajatan setiap minggu..
waah..waah..
Mantabs..:D
Nah itu dia, kalau tetangga mereka hajatan tiap minggu, yg pada menjerit pedagang gula aren hahaha..
Petani juga harus pintar mencari usaha sampingan ya bun
Dengan memanfaatkan materi yang sudah ada pada mereka Mbak Lid 🙂
Baru tahu kalo cengkeh dan kapulaga harganya lebih mahal dari gula semut aren Mba Evi. Kebayang kalo seminggu bisa menghasilkan 50-60 kg. Kalo diseriusin bisa jadi penghasilan rutin yang menguntungkan ya Mba Evi.
Sebetulnya sih begitu Mas Dani. Tapi bercocok tanam merupakan kultur yg sudah tewariskan dari jaman nenek moyang. Sawah dan padi sebagai sentral ekonomi dan sumber pangan utama lebih penting dari pohon aren 🙂
Iya Mas Dani. Saya perhatikan yg tekun menggeluti gula semut, taraf ekonomi mereka baik.
lho cengkeh sekarang emang udah bagus lagi harganya ya..?
ga pernah ngikutin lagi sejak cengkeh ancur dan kebun di kampung dibabat habis..
Sejak si anak manja bapaknya gak berkuasa lagi, harga cengkeh mengikuti harga pasar secara natural mas 🙂
sungguh saya sangat sedih mengingat cengkeh dikampung di lereng semeru sana harus dibabat habis, padahal sebelumnya meski nggak banyak ia menjadi sumber samping pendapatan orang-orang di kampung saya. Anak manja yang bikin sengsara banyak orang, semoga ALloh Ta’ala memberikan hidayah pada nya.
Amin. Pakies, aku juga berharap anak manja itu mengembalikan kekayaan rakyat yg dirampasnya dulu. Entah dalam bentuk sedekah atau program sosial 🙂