Travel Blog Indonesia – Pompa Air Tanpa Listrik – Di dunia ini sudah sering banget terdengar cerita orang-orang inovatif. Bahkan tanpa pendidikan tinggi pun Sang Inovator berhasil merubah wajah kehidupan di sekelilingnya. Bahkan dunia.
Merubah sesuatu jadi lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Membuat masyarakat keluar dari kesulitan sekaligus memperbaiki kualitas hidup. Saya menyebut mereka orang-orang terpilih. Mereka yang berkemampuan berpikir di luar konteks dan mau bekerja untuk mewujudkan ide. Lahir lah Pompa air tanpa mesin. Nyedot air tanpa listik. Harga Pompa Air Tanpa Listrik Hysu
Adalah Sudiyanto, seorang terpilih itu, mantan Kelapa Desa Kotayasa Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas – Jawa Tengah. Ia melihat sesuatu yang bagi orang lain pun belum terpikir. Baginya tak masuk akal bila desa subur yang terletak di lereng Gunung Slamet itu penduduknya kesulitan mendapat air bersih.
- Baca juga : Inovasi Titik Temu
Masalahnya bukan karena alam enggan memberi. Alam sungguh ramah di bawah kaki Gunung Slamet. Hanya saja sumber air jauh dari lokasi pemukiman. Maklum desa mereka di bangun 3000 di atas permukaan laut. Kalau pun ada sumber air bersih dari Sungai Tuk Seladan atau Tuk Poh harus di capai dengan berjalan berkilometer dari desa.
Itu pun jalan setapak berliku dan turun naik tebing. Tak jarang terjadi berbagai kejahatan selama pengambilan air berlangsung atau keperluan hajat di sungai. Karena warga harus meninggalkan rumah mulai subuh dan hari masih gelap.
“Masyarakat sangat membutuhkan pompa air. Tapi tanpa listrik!” Pikir Pak Sudiyanto. Ia memutar pikir bagaimana caranya menyedot air tanpa mesin?
Tonton kunjungan Juguran Blogger melihat Pompa Air Sudiyanto di sini
Buku Tua Pencetus Inovasi Pompa Air Tanpa Listrik
Jelas saja letak desa dengan ketinggian 3000 di atas permukaan laut, mustahil menggali sumur. Satu-satunya cara menghisap air Sungai Tuk Seladan yang berlimpah. Masalahnya sungai itu mengalir di lembah. Terus bagaimana caranya mengalirkan air tersebut dari dataran rendah menuju dataran tinggi?
Sudiyanto bukan lah seorang insinyur jebolan perguruan tinggi. Ia tak punya pendidikan tehnik. Sekolah pun tidak pula terlalu tinggi. Jabatan tertinggi yang pernah ia raih sebagai kepala desa. Untung lah sebuah buku tua berbahasa Belanda di perpustakaan desa, jadi tenggara yang terpandang dari jauh, menyalakan lampu di kepala Sudiyanto:. Mengapa tidak menggunakan air untuk mengalirkan air? Air untuk air! No listrik! No mesin! Yeay!
- Baca juga : Membaca Inovasi Titik Temu
Bermodalkan pinjaman 5 juta dari para kerabat mulai lah lelaki ramah ini menggambar, otak-atik pipa, sekrup dan semacamnya. Hukum fisika sudah jelas tertulis dalam buku. Yang ia perlukan sekarang improvisasi sebab melalui sejumlah percobaan pompa itu hanya sanggup “menendang” air sampai ketinggian 7 meter.
Sementara rumah-rumah yang membutuhkan tak kurang 300 meter dari tempat operasi pompa. Dan yang paling penting adalah pompa air tanpa listrik. Pompa air tanpa Mesin. Opo jal?
- Baca juga : Nopia dan Mino Pak Narwan Banyumas
Dan Sudiyanto tahu bahwa karya seperti itu tak mungkin sekali jadi. Cara membuat pompa air tanpa listrik butuh inovasi. Karena ilmu yang ia dapat sudah berusia ratusan tahun. Ia perlu menambahkan ide baru. Dan ia pun bertekat meneruskan percobaan membuat pompa air tanpa mesin, tanpa listrik. Bahkan sebutan “wong gendeng – orang gila” tak membuatnya berhenti.
Sama seperti cap “orang gila” yang dilekatkan pada semua pioner, akhirnya sejarah mencatat mereka. Pak Sudiyanto ada di dalam.
Prinsip Dasar Cara Mengalirkan Air Mengalirkan Air dari Bawah ke Atas Tanpa Listrik
Menarik memang bisa menerapkan hukum fisika untuk keperluan praktis kehidupan sehari-hari.
Bagaimana sistem pompa Hydram Sudiyanto bekerja, sebagai perancang, beliau pasti mengetahui seluk beluknya. Tapi dengan try and eror ratusan kali, tentu saja hak kekayaan intelektual Pak Sudyanto harus kita hormati di sini.
Namun beliau memberi gambaran tentang sistem katup gravitasi yang bekerja pada pompa Hydram tanpa listrik buatannya.
Iya, sistem katup gravitasi adalah metode yang dapat digunakan untuk mengalirkan air dari bawah ke atas tanpa bantuan listrik.
- Baca juga : Padepokan Filosofi Yasnaya Polyana
Bayangkan saja ini adalah percobaan laboratorium.
Teman-teman bisa memasang katup pada pipa yang menghubungkan dua wadah. Pastikan wadah yang lebih rendah berisi air dan wadah yang lebih tinggi berada di atasnya.
Katup akan membuka secara otomatis saat wadah yang lebih rendah penuh dengan air, memungkinkan air mengalir ke wadah yang lebih tinggi karena gravitasi.
Setelah wadah yang lebih rendah kosong, katup akan menutup untuk mencegah aliran balik.
Pompa Hydram Sudiyanto Dipatenkan Pihak Lain dan Lahirnya Hysu
Keberhasilan pompa air tanpa mesin dan tanpa listrik ini menjadikan Sudiyanto berada di bawah lampu sorot. Ia diundang ke sana-kemari untuk sharing ilmu. Dapat penghargaan di sana-sini. Ilmu dibuka secara blak-blakan, tak sedikitpun rumus tersembunyi. Dan tak lama ia pun akhirnya tahu bahwa pompa air inovasinya dipatenkan orang tapi bukan atas namanya.
Yeay! Ini bagian tersedih dari seorang inovator!
- Baca juga : Menggali Kreativitas
Pemenang Kompetisi Karya Inovatif 2005 toh tak patah arang. Dunia tak berhenti, ia terus berkreasi. Di bawah bimbingan Litbang Bapeda Banyumas sekarang ia sudah menemukan sistem pemompaan jauh lebih baik. Benda inovasinya itu sekarang bernama Pompa Air Hysu ( Hydram Sudiyanto). Bekerja tidak seperti hydram umumnya sebab pompa air Hysu menggunakan katup kerucut, bukan silinder hingga membuat aliran lebih konstan.
Pak Sudiyanto masih belum berhenti. Pompa Air Tanpa Listrik Hysu selalu ia rekayasa. Tujuannya tentu saja agar hasilnya semakin sempurna. Selain memindahkan pompa secara berkala juga penambahan berbagai komponen agar Hysu bekerja dengan kualitas terbaik.
Tak heran bila Bapak yang ramah dan rumahnya selalu di datangi tamu ini sekarang sibuk menerima order. Undangan untuk membuat pompa hidram pun meningkat dari berbagai daerah. Tak hanya dari Jawa seperti Purwokerto, Purbalingga, Wonosobo, Ngawi, Bogor, dan Bandung, pompa air tanpa listrik, tanpa mesin Sudiyanto sekarang sudah merambah ke Sumatera dan Pulau Sumba.
Sungguh prestasi yang membangkan dari seorang inovator Banyumas yang tinggal di desa di lereng Gunung Slamet ini.
Harga Pompa Air Tanpa Listrik Hysu
Ngomong-ngomong berapa harga seperangkat Pompa Air Hysu berikut instalasinya? Tergantung tingkat kesulitan wilayah dan bahan-bahan yang harus digunakan. Untuk daerah rata tentu berbeda dengan daerah berlembah dan berbukit seperti di Desa Kotayasa. Namun secara umum beliau mematok harga Rp 5-Rp 15 juta.
Hasil penjualan pompa ini lah yang membuat Sudiyanto mampu membebaskan lahan dan dua mata air di Desa Kotayasa untuk keperluan ke muka. Distribusi air ke rumah warga saat ini sudah meliputi 7 RT dengan harga Rp.300 per kubik dan akan terus ditingkatkan. Untuk memastikan kelancaran administrai dan terus berkarya beliau juga membentuk Paguyuban Masyarakat Pendamba Air Bersih (PMPAB). Paguyuban ini lah yang bekerja sehari-hari dalam mengelola iuran, memperbaiki, mengganti kran atau meteran yang rusak.
Harga air ternyata cukup terjangkau. Dengan Rp.300 per kubik, paling banya warga hanya ditarik Rp 5.000/ bulan. Dan subsidi bagi yang kurang mampu juga berjalan dengan membebaskan mereka dari membayar iuran.
Sepertinya Pak Sudiyanto sangat menyadari bahwa air adalah berkat alam dan semua orang berhak sejahtera atasnya.
Menurut teman-teman, harga pompa air tanpa listrik Hysu ini mahal atau murah?