Eviindrawanto.com – Bogyoke Aung San Market, dulunya bernama Scott Market adalah sebuah  bazar besar, terletak di kotapraja Pabedan di pusat kota Yangon, Myanmar. Terkenal dengan arsitektur kolonial dan jalan berbatu di bagian dalam. Tempat ini adalah surga wisata belanja. Didominasi barang antik, toko kerajinan dan perhiasan, galeri seni, dan toko pakaian tradisional Burma yang disebut Longyi. Pasar Bogyoke juga dikenal sebagai pasar gelap penukaran mata uang. Tidak hanya bagi wisatawan, pasar ini juga tempat belanja pembeli lokal, yang menjual obat-obatan, bahan makanan, garmen, dan barang-barang asing. Yang senang memotret ini adalah tempat terbaik hunting human interest dengan kesibukan dan bangunan kuno di latar belakang. Pasar Aung San tutup tiap hari Senin
Daftar Isi
Yangon Kota Moderen
Pernah kah membaca jika  Yangon yang pernah jadi ibu kota Myanmar ini belum semodern kota Jakarta? Kalau dibanding Indonesia yang sudah lama merdeka, memang negara ini belum seberapa. Mereka baru saja tampil di kancah pariwisata internasional, membuka diri setelah usai konflik politik junta militer berakhir
Sebagai turis yang mengaku travel blogger saya pernah singgah beberapa hari. Artinya kenal kulit luarnya doang. Saya berpendapat lain tentang kota yang dulu bernama Rangoon ini.
Betul  Yangon tidak ditumbuhi mal dan gedung-gedung pencakar langit di tiap jengkal. Tapi kehidupan di sana mewakili ciri-ciri kota moderen.
Parameter saya adalah jalan raya yang lebar, tidak terlalu macet, mobil-mobil melaju di jalurnya dengan tertib. Tak terlihat kehadiran sepeda motor yang kalau di Jakarta saling menyodok seolah cuma dia yang ingin cepat sampai. Trotoar lebar tapi tak seorang pun menumpangkan gerobak kaki lima atau mengalihkan fungsikan sebagai tempat parkir kendaraan.
Di mata saya Yangon bak gadis yang suka berdandan tapi tak berlebihan karena dasarnya dia sudah cantik.



Di depan balai kota sebelum ke pasar
Bonyoke Aung San Market Attractions
Tak dikepung mal bukan berarti Yangon bukan tempat seru untuk belanja. Tempat tinggalnya Aung San Suu Kyi ini punya Bogyoke Aung San Market wahai shop-pers maniac! Bentuk bangunan tak perlu keren, mirip ITC Mangga Dua, tapi di sini lah kalian, bahkan turis yang mengaku tak suka belanja akan mati-matian melawan diri sendiri. Kekepin dompet? Tidak akan berhasil! Bogyoke Aung San Market attractions terlalu menggode!
Ada sekitar 2000 toko yang menawarkan apapun pernik khas Myanmar. Kecuali memutuskan tak berkunjung sama sekali, menyusur Bogyoke Aung San Market atau Scott Market dulunya, “hati perempuan normal” dijamin kebat-kebit.
Jalan sedikit, konter perhiasan yang terbuat dari berbagai bebatuan dan logam mulia. Kerlipnya mengalahkan Jang Keun Suk aktor drama Korea itu. Melangkah lagi ada toko tekstil. Warna-warni dan desainnya minta-minta untuk dijamah. Terus berbagai barang antik dan galery lukisan.
Kalau cuma mau lihat-lihat saja memang harus banyak berdoa agar diteguhkan hati. Pesona buah khuldi (apel) terlalu kuat tergantung di atas Bogyoke Aung San Market .
Cara Menuju Bogyoke Aung San Market
Ngomong-ngomong bagaimana cara menuju ke Bogyoke Aung San Market? Kebetulan sekali selama di Yangon saya menginap di hotel yang lokasinya tak jauh dari City Hall, beberapa langkah dari Sule Pagoda. Mau belanja ke Bogyoke Aung San Market tinggal jalan kaki.
Jadi lah suatu pagi menjelang matahari tinggi, menyisir trotoar, berlindung dari panas Yangon yang menggigit di bawah bayang-bayang kanopi gedung atau sejumput pohon, saya sampai di tempat itu dengan semangat 45. Selama perjalanan mata disapa oleh gedung-gedung tua berarsitektur kolonial. Ditambah lagi melihat sebuah logo bank milik Indonesia, BNI di dinding sebuah gedung, hati jadi penuh kehangatan.
Baca juga Belanja di Kampung Batik Pesindon
Mengangguk atau melempar senyum kala bersirobok mata dengan penduduk kota. Lelaki-perempuan menggunakan longyi. Dendan keasikan seperti itu tahu-tahu sudah sampai di gerbang pasar yang beralamat di jalan Bogyoke Aung San Road itu.
Tentang Longyi Kain Tradisional Myanmar
Mumpung di Myanmar kamu harus kenal Longyi! Pakain tradisional Myanmar yang mirip dengan sarung di Indonesia. Selembar kain dengan panjang sekitar 2 meter,  lebar 80 cm, di pakai dengan cara dililitkan pada tubuh bagian bawah.
Singkatnya longyi itu adalah kain sarung yang dipakai setiap hari oleh lelaki maupun perempuan. Menilik ke dalam kitab suci para pejalan bahwa makna traveling-mu meningkat bila belajar hidup seperti penduduk lokal. Maka kami para perempuan dalam trip ini bangkit rasa “kemiyanmarnya” dengan beli longyi untuk foto-foto! Iya sesederhana itu niat kami, beli kain untuk foto-foto. Apa lagi merasa bahwa kulit dan bentuk wajah tak beda jauh dengan wanita-wanita Yangon. Cocok lah jalan-jalan menyisir pagoda dengan longyi sebagai pelengkap busana. Yeay!
Baca juga Foto Sunrise dari Popa Mountain Resort
Dan memilih longyi tidak sederhana mengagumi kecantikannya. Tak menyangka terlalu banyak pilihan! Baik dari sisi harga maupun warna, dan corak. Kami sempat menyinggahi beberapa toko sampai akhirnya mentok pada satu toko yang punya koleksi beragam dan harga tidak terlalu mahal.
Di sini pun Paradox of choice kembali terjadi. Benaran deh more is less itu membuat gelisah! Bagaimana tidak? Sekalipun bentuknya tetap longyi, variasi warna dan motif, saking menariknya membuat saya kehilangan akal sehat. Kalau saja tak ingat hari itu hari pertama perjalanan, saya ingin beli beberapa lembar.
Setelah meninggalkan Yangon pun, di pasar Mingalar Market – Nyaung Shwe deman longyi masih berlanjut. Ibu-ibu ini sampai rela nongkrongin penjahit Longyi sampai malam. Untungnya kegilaan saya dihentikan oleh budget.
- Baca Juga:
- Wisata Yangon Myanmar, Aku Terpana
- Night Market Phnom Penh, Goyang Lidah Dengan Makanan Lokal
Ohya penduduk Myanmar menggunakan longyi untuk kegiatan apapun. Bahkan olah raga. Tapi jangan kira bagi pemula semudah itu. Perlu latihan atau keterbiasaan agar longyi tetap ditempat sekalipun digunakan untuk melompati parit. Untungnya bagi turis tak perlu belibet karena toko-toko menyediakan yang sudah dijahit. Seperti rok tinggal dililitkan saja dipinggang.
Myanmar Jade – Kerlap-Kerlip Bebatuan di Bogyoke Aung San Market
Myanmar terkenal sebagai produsen batu mulia seperti ruby, giok, dan safir. Harganya pun sudah terkenal mahal di pasar lelang internasional. Terutama batu-batu yang berasal dari wilayah Mogok atau yang dikenal juga sebagai Lembah Rubi. Kilauan, kemurnian dan warnanya yang cemerlang sampai-sampai dapat julukan sebagai Batu Darah Merpati. Dan tentu saja kedigdayaan batuan berharga Myanmar disokong oleh sejarah mereka yang panjang. Karena penambangan batu berharga di daerah ini sudah berlangsung sejak akhir 1500-an ketika para Raja Burma menguasai seluruh kekayaan negara termasuk kandungan mineral di dalam tanah.
Tapi bukan jenis batu mulia tersebut yang saya cari di Bogyoke Market. Cukup batu akik yang pasarnya pernah mencuat di Indonesia. Di sini lah ribuan butir batu alam dirangkai menjadi ragam perhiasan untuk lelaki dan perempuan. Mulai dari anting, kalung, gelang, dan cincin.
Sekaya jenis batu yang ditawarkan begitu pun ragam desain, warna, dan media pengikat mereka. Dari yang melibatkan logam mulia seperti emas dan perak sampai kepada benang biasa . Tentu saja mutu, polesan, model, dan kecemerlangan batu jadi penentu harga. Mutu bebatuan ini pun beragam. Ada yang asli ada pula yang palsu.
Jadi kalau kamu belanja di sini perlu juga berhati-hati karena tak semua pedagang mengatakan hal sebenarnya mengenai mutu barang yang dijual.
Pasar Aung San Yangon- Jade Bracelet, Batu Giok dan Barang Antik
Pecinta barang-barang vitage, punya nostalgi dengan benda-benda dari masala lalu, tertarik mengoleksi barang antik, Bogyoke Market menyediakan tempat untuk kalian. Lokasi mudah dicari karena terletak di tepi jalan, beberapa meter saja sebelum masuk pasar. Banyak juga ragamnya. Mulai dari lonceng dan hiasan meja terbuat dari loga berjejer rapi di seling oleh batu-batu dan perhiasan lain.
Meja pajangan yang penuh benda-benda seni dengan bentuk mewakili waktu mereka dibuat tak pelak membuat saya agak lama tercenung. Kebisaan diam-diam menyelam ke bawah permukaan, tak pelak membawa angan melayang ke masa lalu. “Suatu masa benda-benda itu pernah jadi milik seseorang, lalu kisah apa yang membawa mereka sampai ke sini? “ Pikir saya.
Sekalipun kurang percaya kepada tahyul, pikiran seperti itu membuat saya agak lama berpikir sebelum memutuskan membeli sebuah gelang batu giok cantik namun harga murah. Soalnya ingat saat menelisik tentang Tian-Zhu, Batu Akik Tibet, ada yang bercerita sebaiknya jangan pernah membeli batu bekas. Kita tidak tahu mungkin saja nasib buruk sang pemilik terdahulu tersimpan di dalamnya. Ngeri kan?
Tapi kengerian itu saya tepiskan. Beli juga satu bracelet jade seperti foto di atas. Bukan tertarik sih yang utama, tapi kasihan kepada pedagangnya. Mukanya melas banget. Mudah-mudahan perasaan saya ini menganulir semua karma buruk dalam gelang giok itu jika memang ada.
Berikut beberapa barang-barang antik di Pasar Aung San Yangon yang berhasil saya foto :
Pariwisata merupakan salah satu industri dengan pertumbuhan tercepat di dunia serta sumber utama devisa dan lapangan kerja bagi banyak negara berkembang. Memasuki abad ke-20 , bahkan, industri ini diakui sebagai fenomena ekonomi dan sosial yang penting.
Terkait hal itu, mengembangkan destinasi belanja seperti yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap Bogyoke Aung San Market tentu seperti bunyi peribahasa “sekali mendayung dua-tiga pulau terlampui”: Memperkenal budaya dan seni negara Myanmar ke turis mancanegara juga membantu menaikan taraf ekonomi masyarakat.
Yuk ke Myanmar…