Pada sebuah siang di Cisarua Bogor, saya mengendap mendekati gerombolan tanaman merambat dengan bunga putih kecil yang sedang mekar. Penampakan mereka mirip bunga Chammomile, kelopak bunga bersusun teratur dengan putik sari kekuningan di tengahnya.
Menghisap nektar menjalani fitrah
Sebenarnya tanpa kehadiran saya pun kawasan itu sudah ramai oleh berbagai makluk hidup. Kupu-kupu saja 3 warna: Hitam, kuning dan putih yang terbang ceria kian kemari. Sayangnya mereka terlalu peka pada kehadiran saya sehingga sulit difoto. Terus ada lebah dan semut-semut yang asyik membenamkan kepala mereka menghisap nectar dari kolam putik sari. Tak seperti kupu-kupu, serangga ini terlalu asyik menikmati makanan jadi tak hirau pada kehadiran saya.
Dan teman-teman pasti tahu bahwa mengamati alam sekitar dengan bantuan lensa pembesar itu punya sensasi sendiri. Struktur yang tak begitu jelas lewat mata telanjang menjadi lebih rumit dan detail yang membangkitkan berbagai keindahan dari jiwa kita. Saat-saat seperti itu berbagai ide atau pertanyaan akan muncul dari pikiran. Seperti mengapa kupu-kupu, lebah dan serangga lainnya itu tahu bahwa area sekitar bunga mirip chammomile itu adalah sumber makanan? Â Apa yang memberi tahu mereka untuk datang dan panen nectar yang tersedia di sana?
Pertanyaan tersebut muncul dikarenakan area tersebut rimbun pepohonan namun serangga hanya berkumpul di area bunga yang sedang mekar.
Terus anak saya mengatakan tak usah terlalu dipusingkan  pertanyaan tersebut. Sebab seluruh alam semesta telah ditetapkan fitrahnya oleh Sang Pencipta. Kupu-kupu, lebah, dan semut dibekali insting mendeteksi rasa manis. Perangkat serupa juga dimiliki makhluk hidup lain yang akan menuntun mereka pada tiap sumber makanan sesuai fitrah yang telah ditetapkan Sang Perencana tadi.
Dan sayapun manggut-manggut sambil berpikir mengapa Tuhan tidak memfitrahkan udang yang enak itu bagi badan saya? Gara-gara sering alergi kalau memakannya saya terpaksa menjalani fitrah penghindaran terhadapnya.
@eviindrawanto
26 comments
Bokehnya keren mbak Evi
Hehehehe Thanks Mbak Ika
foto2 cantik, mbak Evi… eh, nggak apa mbak… selain udang masih ada yg lebih mak nyuss kok. hehe..
ha ha ha..aku mau nebak mengapa udang nggak cocok dengan tubuhnya Mbak Evi… soalnya kalau dimakan *apalagi kebanyakan* ntar kolesterol naik, Mbak he he.
Jadi demi untuk menjaga kesehatan, tubuh memasang alarm berupa alergi. Nggak apa-apa deh nggak makan udang, yang penting ujungnya sehat. Sabar ya Mbak Evi..
Eh mami evi alergi udang yaaa ??? Padahal udang enak banget lho hahaha
hahaha..Iya tiap kali melihat orang makan udang, suka ngiler…
mba Evi, bijak sekali jawaban dari putranya yang mengatakan gak usah dipusingkan karena seluruh alam sudah ditetapkan fitrahnya 🙂
Daaaan..mba Evi gak bisa makan udaaaaang??
Whoaaaa…salah satu kenikmatan hidup itu mbaaa..
*malahan manas manasin…hihihi…*
Kadang-kadang perkataan anak-anak suka membuat kita terkesima Bi..Kalau sudah begitu saya suka menyombongkan diri,, ” anak siapa dulu dong….” Hahaha..Udang itu emang reseh banget Bi
Sebuah foto bisa mengantarkan pada renungan dan tulisan yang mendalam. Keren banget deh Mbak.
Ah, sayang sekali udang yang lezat tak dapat dinikmati dg leluasa ya?
Setuju Mbak Reni..Apa-apa yang kita lihat di depan mata, bisi dipikirkan jauh ke belakanganya..Mayan melatih otak biar gak pikun 🙂
Terhisap dalam jalinan fitrah yang Uni Evi kisahkan.
Uni….fotonya kereeen sekali. Salam
Ah Mbak Prih yang selalu meninggikan saya. Makasih Mbak 🙂
Mengamati aktifitas serangga memang selalu menyenangkan ya Mbak. Ngomong-ngomong, kalau mau motret mereka, sebaiknya agak pagi. Biasanya serangga-serangga itu belum terlalu aktif. Mungkin seperti kita juga kalau masih pagi maunya masih malas-malasan 😛
Ooo gitu ya Mas Krish. Makasih atas tipsnya. Besok-besok saya berusaha hunting di pagi hari 🙂
masing2 sudah punya jalannya ya mba.. kupu2 tiap hari nemplok ke bunga. semut nyari yg manis2, dsb
termasuk kita, manusia.. 😀
Konon begitu fitrahnya menurut saya Mbak Eda. Ada bagian-bagian tertentu dari nasib kita yang sudah ditentukan Sang Pencipta dan ada pula yang kita tentukan sendiri 🙂
wah bisa yabun moto bungan pas ada kumbangnya
Kadang bisa, kadang enggak Mbak Lid 🙂
Saya gak ngerti apa yang anda maksudkan dengan “menjalani fithah” oleh bunga itu.Apa cuma ngutip ngutipan aja tanpa makna yang gak jelas.Nanti bisa menimbulkan interpretasi yang menyimpang oleh orang lain lho.Tolong jelaskan dong apa seh maksudnya “mrnjalani fithrah” dalam tulisan anda itu. Barokallahu fik.
Maafkan kebodohan saya Pak Muhammad Shofwan. Saya hanya mampu menulis sebanyak yang saya tahu. Jika ini membuat Anda tidak mengerti, sekali lagi tolong maafkan saya 🙂
Saya sendiri juga heran… Kadang teh baru saja ditaruh sudah dikerubungi semut. Enggak tahu datangnya tiba2 udah banyak
Sepertinya mereka punya antena ya Mbak Nunu..tahu aja bau manis-manis..:)
Kupu-kupu itu kalau lagi cari makan lincah banget ya…,
kalau udah kenyang dia mirip banget sama kita, jadi lemes.., nah baru deh dia gampang difoto, he..he..
Nungguin dia kenyang kayaknya lama banget ya MM..Hahaha..Kelihatan banget yang moto gak sabaran ya..
Betul banget ya Mba Evi kalau semuanya sudah diatur oleh yang Maha Merencanakan. 🙂
Ya Mas Dani. Untuk beberapa hal dalam hidup kita ternyata hanya perlu menjalaninya dan menerima ketentuan dari-Nya 🙂