Bertemu dan Berpisah – Cerita Bisnis Sirup Jeruk Kalamansi
Bisnis itu mirip hubungan lelaki-perempuan, ada saat bertemu, ada pula saat berpisah. Seperti yang kami lakukan di awal berbisnis mencoba peruntungan dengan membuat Sirup Jeruk Kalamansi. Optimisnya besar sekali waktu itu bahwa produk ini akan diterima pasar. Selain rasanya enak, aromanya harum dan segar, produk serupa belum ada di pasar. Di sanalah pintu rejeki akan terbuka, pikir kami.
Dengan penuh sayang sirup itu dberi merek “Diva’s”, mengikuti Diva Maju Bersama. Sayangnya saat didaftarkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), ditolak oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Alasannya nama tersebut sudah digunakan atau terdaftar atas nama orang lain.
Ya sudah lah. Tanpa banyak cincong merek akhirnya berganti jadi Arenga. Yang penting omsetnya dulu, brand bisa dibesarkan sambil jalan.
Terpaksa Rela Bertemu dan Berpisah
Sayangnya omset tak kunjung naik. Mungkin rasa asam di jeruk kalamansi terlalu keras bagi lidah Indonesia. Sekalipun di Filipina, asal jeruk ini, biasa dikonsumsi sehari-hari, even sebagai juice sarapan, nyatanya Sirup Kalamansi dari Diva melangkah terseok-seok. Bukan hanya di pemasaran tapi juga di produksi.
Ingat banget suatu ketika saat pelanggan membalikan berdus-dus sirup yang sudah mereka bayar kepada kami. Pasalnya sirup itu tak mempertahankan konsistensi warna. Rupanya karena tidak berpengawet cairan sirup mengalami perubahan warna seiring waktu. Rupanya tekat kami untuk memproduksi makanan sehat dan tak berpengawet kimi sintetis mengalami tantangan disini. Kami tak bisa menambah pemanis sintetis sekalipun harga gula pasir sedang menggila. Ongkos produksi melambung tinggi sementara harga tak mungkin mengikuti. Dengan harga murah saja enggak laku bagaimana pulu ceritanya jika menaikan harga?
Begitu pun soal kemasan. Awalnya sirup kalamansi dikemas dalam botol plastik jenis PET. Namun karena sering disangka orang sebagai minyak goreng akhirnya di ganti dengan botol beling seperti foto di atas. Persoalan baru muncul. Ternyata tidak gampang lho mencari kemasan botol seperti itu. Kalau pun ada harus memesannya ke pabrik besar yang menetapkan minimal order. Tahu sendiri lah pengusaha mikro, untuk membeli minimal order pabrik besar, maksimal budget yang harus disisihkan.
Setelah berdarah berbulan-bulan akhirnya kami menyerah. Di dunia ini tak ada yang abadi. Kita bertemu dan berpisah. Ada saat datang, ada saat pergi. Dengan menangis dalam hati kami tutup usaha sirup kalamansi. Modal yang dikeluarkan tak kembali. Tapi kami belajar banyak darinya.
Apakah sahabat sekalian setuju bahwa bertemu dan berpisah bagian yang tak terpisahkan dari hidup?
@eviindrawanto