
Si Jampang Kali Pesanggrahan – Mbak Noeng dari Aliansi Organis Indonesia menerangkan tentang lembanganya pada Bang Idin
Saya ingat pada satu kalimat Paulo Coelho dalam Novel The Alchemist : ” Hartamu adalah dimana hatimu berada”. Di Festival Desa 2012, berlangsung 23-25 Maret di Bumi Perkemahan Ragunan, saya mendengar kalimat yang kurang lebih serupa. Keluar dari mulut seorang lelaki berpakaian mirip Jampang si jagoan Betawi : “Sampah itu hartaku” Katanya.
Daftar Isi
H. Chaerudin: Si Jampang Penyelamat Kali Pesanggrahan
Yang belum membaca atau mendengar tentang H. Chaerudin atau panggilan akrabnya Bang Idin, coba searching. Berita-berita tentangnya telah mendunia. Senang banget, saya yang selama ini cuma membaca sepak terjangnya lewat media dan cerita teman akhirnya berkesempatan tatap muka dan berbicara langsung denganya.
Bang Idin berpenampilan khas. Karakternya tenang. Ia selalu mengenakan busasana khas Betawi, lengkap dengan peci dan golok di pinggang. Persis seperti Tokoh si Jampang jagoan orang Betawi.
Baca juga:
Saking senangnya saya bertemu dengannya sampai-sampai bertanya, ” Emang masih ingat saya?” Mungkin pertanyaan yang tepat adalah, “apakah sampeyan kenal saya?”
Yang langsung saya jawab:Â “Ingat lah! Bapak kan orang terkenal”
Haji Chaeruddin alias Bang Idin ini dinobatkan masyarakat peduli lingkungan sebagai pahlawan hijau. Itu berkat usahanya tak kenal lelah, tak kenal takut merawat Kali Pesanggrahan. Kali Pesanggarahan yang tahun 90-an bantarannya gersang dan berair hitam karena tercemar berat.
Sekarang Kali Pesanggrahan sudah hijau. Di sekitar 40 ha lahan garapan Bang Idin juga terdapat hutan yang jadi penyumbang oksigen bersih bagi paru-paru kota. Dan hasil kerja Bang Idin ini dijadikan proyek percontohan untuk menghijaukan kembali kali-kali yang tercemar di Indonesia.
Terus Berbakti
Walau telah sukses dengan transformasi kali Pesanggarahan tidak membuat Bang Idin berhenti. Pekerjaan masih banyak. Bagaimana mempertahankan lingkungan tetap hijau dan memberi manfaat dari kehijauan tentu perlu aksi berkelanjutan. Kalau tidak orang akan kembali pada kebiasaan lama, membuang sampah sembarangan. Orang “gedongan” yang unsurnya terdiri dari orang kaya dan pejabat takan juga ragu kembali meracuni kali Pesanggrahan.
Baca juga:
Disini cara berpikir entrepreneurnya Si Jampang Kali Pesanggrahan, saya tangkap. Contohnya jika bantaran kali ditanami pisang, janganlah berpikir untuk memanen buah lalu dijual ke pasar. Paling satu tandan harganya cuma Rp. 20.000. Tapi coba ajak orang piknik panen pisang, nilai tambah pasti melewati angka jualan di pasar.
Hebatkan?
Si Jampang Kali Pesanggarahan – Sampah Adalah Hartaku
Sampah adalah hartaku merupakan ungkapan dari dedikasi yang dalam terhadap pekerjaan. Bukan dalam artian menjual sampah lalu kaya secara ekonomi. Namun bagaimana buangan yang tak diperlukan itu dikelola agar bermanfaat bagi lingkungan.
Seperti kata yang juga dikutip Si Jampang Kali Pesanggrahan ini: “Bumi ini bukan warisan nenek moyang tapi titipan dari anak cucu kita”.
Adalah tanggung jawab semua orang untuk menjadikan bumi tetap biru da hijau bagi para generasi yang akan lahir ratusan tahun di muka.
Peduli terhadap nasib bumi dan kesejahteraan manusia yang takan pernah dikenalnya, itulah kekayaan Bang Idin, Si Jampang Kali Pesanggrahan, sesungguhnya.
Apa komentarmu tentang Bang Idin, Kawans? Dan bagaimana pula engkau mengelola sampah di rumah?
Salam,
— Evi
27 comments
kalo aku di kampung sampah mah……. di buat kompos, dibuatin lobang di tanah kita buangnya disitu ntar kalo dah penuh ditutup lagi ama tanah, lalu buat lagi di sampingnya….,
Bagus ya sob. Semoga sampah plastik dipinggirkan sebelum dikubur ya 🙂
Kalo di rumah sampahnya dipisah-pisahin sih mbak, supaya tukang sampah gak begitu repot misah-misahin antara yang bisa didaur ulang dan yang tidak. Yah, semoga sih dengan begitu bisa sedikit membantu pengolahan sampah 🙂
Wah bagus itu Jeng Lissa..Dipertahankan prestasinya ya..Aku membantu dengan doa hehehe….
Perasaan pernah nonton bg idin di salah satu stasiun TV swasta, tapi lupa nama TV-nya.
sukses buat bg idin ya ni, mudah-mudahan ada bg idin selanjutnya, 🙂
Saya juga berharap begitu Jo..Semoga beliau punya penerus ya..
wow … hebat ya mbak bang Idin ini, aku tahu beliau dari postingan ini mbak, trims ya 🙂
sampah di sini dikelola dgn amat sangat baik mbak, pada awalnya aku agak kesulitan mengikuti, karena terlalu banyak aturan mnrtku, tapi skrg sih sdh beradaptasi dan mengerti kenapa dibuat aturan seketat itu, bahkan bakar sampahpun ada jadwalnya
Kalau dipikir, kapan negara kita bisa seperti German ya Mbak El. Tapi mereka memanglebih maju, entah dari segi ekonomi maupun pendidikan penduduknya. Tentu mereka memikirkan cara yg tepat dalam mengelola sampah dan peraturannya ditaati 🙂
salut sama bang idin…
saya rasa akan banyak lahir bang idin bang idin baru kalau kita tanamkan dalam diri kita masing masing perlunya penghijauan dan sadar membuang sampah sembarangan itu perbuatan yang salah..
Iya Kang Yayan. Paling mudah dalam merubah segala sesuatu adalah dimulai dari diri sendiri 🙂
sangat setuju Bu… kemudian di tularkan sama keluarga, ngasih pengertian sama anak berharap ke depan jadi terbiasa..
kalau di perhatikan di tempat saya ini Bu, masih banyak warga yang membuang sampah ke sungai..
Aku tuh suka miris melihat orang enak saja melemparkan sampah ke Sungai Kang Yayan. Mudah2an dengan punya tetangga yg lebih sadar kebersihan lingkungan, perlahan tetangga yg buang sampah sembarangan akan sadar. Soalnya kali yg bersih toh pada akhirnya kita nikmati bersama 🙂
entah kapan mau sadarnya Bu hehe.. 8 tahun sudah saya dan keluarga terbiasa dan di biasakan membuang sampah itu ke tempat sampah pribadi dan kemudian membakarnya.. tapi………..ya itu tadi hehe..
Trimakasih Uni Evi, mengulas karya bang Idin, bila setiap kita mengikuti jejak beliau (dalam takaran sekecil apapun), perbaikan lingkungan akan terasa. Salam
Iya Mbak Prih..Kan ada peribahasa sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit. Mudah2an dengan meningkatkan kepedulian kita terhadap lingkungan, orang lain akan ikutan, sampai akhirnya tumbuh kesadaran bersama bahwa bumi milik bersama. Kelestariannya juga dijaga bersama 🙂
Tidak abanyak orang semacam Bang idin ini, mungkin di Indonesia dari Sabang sampai Merauke kalau di hitung tidak sampai angka ratusan. Semoga dengan di publikasikan Bang Idin ini akan banyak tumbauh Bang Idin-Bang Idin lain dari seantero negeri. :coll:
Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan
Saya kira pasti banyak Pak Sugeng. Namun se kekeuh Pak Idin, tentunya tak banyak. Dia gak cuma ditentang lewat mulut lho Pak, malah sering diancam pakai senjata segala. Tapi karena merasa apa yg dia lakukan benar, tampaknya dia memutuskan untuk takut kepada Allah saja 🙂
saya juga baru mengenal sosok Bang idin ini dari media dan baca-baca di gugel,
semoga ada kelanjutan tekad dan tindakan nyata Bang Idin ini bagi generasi selanjutnya,
Kalau saya baru sampai pada tekat di rumah yg walaupun lahannya terbatas, harus mempunyai minimal satu pohon berakar tunggal.
Iya Buk, mari kita doakan agar beliau sehat dan lebih lama berkiprah di penghijauan. Siapa tahu akhirnya seluruh kali di jakarta bisa normal kembali. Karena aku tak punya halaman, selain seimprit tanah di depan rumah aku belum bisa ikut menanam pohon besar Buk. Tapi kalau pot-pot mah banyak 🙂
Indonesia membutuhkan lebih banyak orang2 seperti ini yang peduli pada lingkungan sekitar…nice post.
Iya Bro. Dan kita bisa ikut terlibat kok dengan memulainya dari tempat tinggal kita sendiri..:)
Meski hanya lewat TV, tapi saya mengenal sosok beliau ini sudah cukup lama. Sayangnya akhir2 ini jarang muncul beritanya.
Satu hal yang kadang masih jadi tanda tanya, adakah penerus dari beliau ini nantinya?
Mempertahankan pencapaian itulah yang kadang nggak gampang diwujudkan.
Salah satu cara yang bisa diupayakan adalah mengubah citra tokoh sentral menjadi kolektif. Sama seperti partai, jika bertumpu pada satu tokoh saja biasanya runtuh bersamaan dengan mangkatnya Sang Tokoh…
Salam!!!
Nah..kalau pakai ini, aku baru bisa menuliskan komentarku. Aku ceklak ceklik di box yang biasanya kok tidak bisa ya, Mbak Evi?.. Aneh!.
Wah.. Bang Idin ini memang hebat ya Mbak Evi.Salut! Salu! Salut! Aku senang seklai dengan sosok pahlawan penghijauan seperti beliau itu..
Kok gak bisa ya Mbak Dani? Nah aku juga bingung kenapa jadi begitu..Aduh..ini blog kerjanya kadang bikin pusing Mbak..
Aku juga senang Mbak, akhirnya ketemu orang yg banyak dibicarakan orang soal kali pesanggrahan. Padahal aku belum pernah kesana..hehehe..
Kelihatannya aku harus menunggu ada orang yang komentarin dulu postingannya Mbak Evi,barulah aku bisa ikut komentar dgn cara nge-reply-nya.
Ntar mesti cari jalan keluarnya ini …
Eh..sampai lupa bilang permisi sama Pak Mars..
Maaf Pak Mars..saya nebeng ngereply di sini.Habisnya mau berkomen sendiri kok nggak bisa.. Terimakasih ya Pak..
Aih..Aku gak ngerti deh Mbak Dani (tepok jidat), kenapa dirimu gak bisa langsung komen. Mbak Prih di bawah, yang sama-sama pakai akun wordpress bisa. Maaf ya Mbak, aku tak berdaya dimana harus menemukan kesalahannya hehehe…Tapi kehadiranmu disini selalu aku tunggu lho ya
Mungkin karena itu Bang Idin bertanya Pak Mars, apakah masih ingat padanya? Hehehe..Biarpun dia tak banyak diberitakan lagi, tampaknya kegiatannya tak berkurang Pak. Dari Festival Kemarin saya lihat dia membawa sepasukan tukang sampah dan kelompok tani. Dan tampaknya beliau juga mengkader dirinya dalam kelompok tani Sanggabuana. Muah2an kelompok ini tak ikut lenyap jika beliau tiada nanti 🙂