Mengucapkan kata berempati memang mudah. Tapi melakukan dan melaksanakannya susah. Kalau saja berempati mudah, bumi dan seluruh isinya lebih pantas disebut surga. Sebab berempati tidak akan melahirkan perang dunia, tidak ada pembasmian etnis, dan tidak ada pendudukan Negara.
Egoisme dan Mencintai Diri Sendiri
Kecenderungan utama manusia adalah mencintai diri sendiri. Kalau bisa dunia harus berputar di sekelilingnya, berjalan seirama detak jantungnya, dan realita harus kembaran dari jalan pikirannya. Bila sebaliknya maka kepala mereka yang keras itu berputar-putar mencari cara agar egoisme itu terwujud. Kalau perlu mengajak Allah Sang Pencipta berkolaborasi agar berpihak kepada dirinya.
Tapi egoisme adalah energi murni dari alam semesta. Murni dan diberkati. Di wariskan oleh sang creator untuk melindungi, menjaga keberlangsungan dan dan mencegah makhluk hidup dari kepunahan. Sebagaimana sifat energi, tidak akan musnah, ketidak hadiran empati dalam hati akan membuat energi egoisme itu jadi tak tertahankan.
Karena energi egoisme cuma berberputar-putar di satu tempat, tak punya jalan keluar, dia siap menghancurkan apa saja yang ada disekeliling. Jika lingkupnya dunia terjadi perang antar negara. Jika lingkupnya negara, lihat, kerjanya korupsi mulu. Kalau lingkupnya rumah tangga buntutnya kehilangan perasaan cinta.
Jadi diruang manapun terjadinya, egoisme akan menekan siapa saja. Keinginan untuk mencintai diri sendiri, mau menang sendiri, pada akhirnya berujung pada penderitaan umat manusia.
Menumbuhkan Altruisme
Allah SWT menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan.Maka perahu Nabi Nuh pun penuh oleh hewan berpasangan yang berseberangan jenis kelaminnya. Allah menciptakan iblis namun menyertakan malaikat sebagai penyeimbang. Allah menciptakan egoisme namun menciptakan altruisme untuk melembutkannya. Ketika iblis bermain di wilayah egoism, malaikat bertindak sebagai panjaga gawang teritori altruisme.
Dunia ideal, tempat semua orang diperlakukan secara adil terbangun oleh semangat altruisme. Semangat yang mengayomi dan menumbuhkan. Semangat yang memampukan batin kita melihat orang lain dari kaca mata mereka.
Lalu bagaimana caranya agar kita berempati?
Untuk sebagian orang, Allah begitu baik dengan membekalinya sejak lahir. Namun untuk yang lain, Allah lebih sayang lagi dengan menyuruh kita belajar dan melatihnya setiap hari. Iya empati termasuk life skill yang bisa dilatih. Keterampilan ini amat berguna, terutama jika kita menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Kuncinya terletak pada : Jika punya mata gunakan untuk melihat, jika punya hidung gunakan untuk mencium, dan jika punya telinga gunakan untuk mendengar. Banyak huru hara yang terjadi di dunia sebenarnya hanyalah jeritan paling dalam dari jiwa yang membutuhkan pengertian, satu pelukan tulus dan cinta tidak bersyarat.
Allahu ‘alam bishawab
2 comments
Jika punya otak, gunakan untuk berfikir. Jika punya hati, gunakan untuk merasa. Halah! Ini adalah tulisan sok tau dari ribuan tulisan sok tau lain di dunia mengenai cinta. Oops! No offense.
Saya pernah baca sebuah buku yang isinya melulu definisi tentang cinta dari begitu banyak orang terkenal di dunia. Dari mulai filsuf sampai profesor fisika. From somebody to nobody. Buku itu sudah pantas disebut kitab kuning saking tuanya. apalagi kalau dimasukkan pendapat abg jaman sekarang. Kesimpulannya: ya itu tadi, sok tau.
Kalau pendapat saya sih, tak seorangpun benar-benar tahu “what is love”. Tiap orang punya pengalamannya uniknya sendiri soal satu ini. Tiap pengalaman dan pendapat hanya satu “facet” dari keseluruhan. Termasuk sang Pencinta, Rabiah al Adawiyah maupun Jalaludin Rumi sendiri. Mereka bahkan mengatakan “cinta” adalah “doktrin”. Belum lagi kalau kita tanya, cinta yang mana?
Tulisan ini mungkin menarik dan indah dibaca, tapi kajian strukturnya berantakan. Korelasi argumentatif antara bagian-bagian tidak membangun struktur yang kokoh. Tidak ada hubungannya antara empati dan penderitaan manusia. Apakah orang yang saling berempati tidak menderita? Jika dielaborasi lagi (duh. jadi ketularan bahasa yang aneh2): apakah orang yang saling mencintai itu tidak menderita? Syarat cinta ya penderitaan itu sendiri.
Simak lagi QS. Al Balad. Golongan yang diridhai Allah SWT itu adalah golongan kanan. Jalannya adalah mendaki lagi sukar. Kejauhan? Tonton film The Devil Advocate. Tuhan itu sadis. Dia bilang manusia punya “free will”, tapi diberiNya aturan. Boleh lihat, tak boleh sentuh. Boleh sentuh, tak boleh dicicipi. Boleh dicicipi, tak boleh ditelan. Sementara Iblis justru memberi segala kesenangan yang diinginkan manusia. Dengarkan kata “bang haji” Rhoma Irama. “Kenapa semua yang asik-asik itu yang dilarang? Kenapa semua yang enak-enak itu diharamkan?”. Nah yang mencintai manusia itu Allah atau Iblis? Begitu juga siapa yang membenci ummat manusia?
Kalau seorang guru lemah lembut, senang mengusap-usap punggung murid, maka si murid malah hanya terlena oleh tindakan tadi. Jadi manja dan malas. Kalau tidak diberi, ngambek dan menuntut. Itu bukan tindakan cinta. Itu tindakan pembunuhan karakter. WalLaahu a’lam bishshawwab.
Thanks for the comment. Listening…..