Kala trekking di Perkebunan Teh Puncak saya menemukan pohon dengan buah warna-warni ini. Belakangan tahu bahwa ini lah Pohon Dewandaru atau disebut juga Ciremai Belanda. Buahnya memang mirip Ciremai atau Cereme. Di tempat lain bernama asam selong, siantho, dan suriname cherry. Nama latin pohon dewandaru adalah Eugenia Uniflora. Buahnya bergerigi cantik dengan kulit halus mengkilat. Saat muda buahnya berwana hijau, orange mendekati matang dan merah cerah saat masak.
Dewan Daru ini terlihat sangat unik. Buahnya terlihat membatasi area tanaman teh hijau dengan area trekking yang sedang saya tempuh. Keunikannya ini membuat saya berhenti sejenak untuk mengamati dan memotret.
Anti Oksidan Dalam Pohon Dewandaru
Pohon Dewandaru ternyata salah satu tanaman obat maupun untuk merawat kesehatan. Kandungan anti oksidan tinggi berupa senyawa golongan fenolik yang dapat meredam radikal bebas. Saat ini Dewandaru sudah banyak diolah sebagai herbal. Malah sudah dilakukan penelitian  untuk pengobatan  kanker.
Tanaman Mitos
Untuk saya yang lebih menarik adalah kenyataan pohon Dewandaru mengikuti jejak bambu kuning, digolongkan ke dalam kayu bertuah. Saya baca dalam artikel ini, daun dan buah Dewandaru yang tumbuh di Gunung Kawi dijadikan orang sebagai pemancing rejeki. Saya kutipkan sedikit dari paragrafnya : ” Pohon yang oleh sebagian orang diyakini adalah tongkat dari Raden Mas Imam Sujono, alias Mbah Sujo yang ditancapkan dan berubah menjadi pohon. Ada pula yang meyakini pohon ini ditanam oleh kedua tokoh sebagai penanda bila daerah Gunung Kawi subur, tentram dan wilayah yang aman “.
Sementara dalam artikel lain dikatakan bahwa Dewandaru adalah pohon langka. Walau berasal dari Amerika Utara, di Indonesia banyak ditemukan di pulau Karimunjawa. Kayunya dipakai sebagai jimat penolak hewan buas dan ular, menyembuhkan gigitan ular berbisa dan menjaga keselamatan. Kayu ini tidak disarankan dibawa selama melakukan perjalan di laut karena dikuatirkan akan mendatangkan topan.
Baca di sini :
- Makam Sunan Muria di Gunung Muria
- Masjid Menara Kudus dan Makam Sunan Kudus
- Jejak Sunan Kalijaga Goa Kreo Semarang
Mitos Dewandaru sebagai jelmaan tongkat tokoh sakti masih berlanjut. Kalau yang di Gunung Kawi bekas dari tongkat Raden Mas Imam, yang tumbuh didesa Nyamplung,Jepara Utara, adalah bekas tongkat, Sunan Kudus, seorang wali Kerajaan Demak.
Pulau Jawa adalah negeri seribu mitos. Dalam artikel yang ditulis lebih ilmiah masih pula disinggung sisi kegaibanya. Bahwa tanaman ini disukai kalangan habib (garis keturunan Nabi Muhammad saw) untuk pengobatan berbagai penyakit. Dewandaru ini konon dibawa pertama kali oleh Sunan Nyamplungan, putra Sunan Muria, berasal dari sang ibunda yang beradarah Cina yang dia peroleh dari tanah leluhur.
Terus mengapa pula diatas disebut sebagai jelmaan tongkat Sunan Kudus? Itu salah satu alasan mengapa cerita-cerita bernuansa seperti itu disebut mitos, harus diletakan pada kerangka berpikir tertentu: Memahami tanpa menghakimi 🙂
Pernah bersua dengan Dewandaru, temans?
Salam,
— Evi
22 comments
Sy punya pohon dewandaru sudah lama tp blm perna berbuah, apa krn sy tanam di pot jd ga bs buah ya bu..?
Mungkin kalau dipindahkan ke tanah lebih cepat berbuah Pak Agus 🙂
di Kraton Kesepuhan Cirebon juga punya cerita tersendiri sama pohon ini 🙂
Cerita yang berbau mistis juga ya Mas Alan …
[…] di blog mbak Evi-lah aku pernah lihat buah semacam itu, khususnya di tulisan mbak Evi tentang Dewandaru  Tanaman yg konon termasuk tanaman langka berasal dari Amerika utara, yang di beberapa daerah juga […]
pohon ini tumbuh lebat di halaman rumah kami, buahnya begitu banyak sampai matang dan jatuh. kami pernah mencobanya rasanya manis agak asam tuk yang berwarna merah. awalnya sempat aneh liat buahnya cari tau di google ternyata dewandaru. karena kami biarkan buahnya jatuh ke tanah al hasil banyak tumbuh tunas baru 🙂
Jadi aslinya buah ini tak dimakan seperti Ceremai ya Kidz? Padahal buahnya cantik dan kalau matang merah tampak amat menggiurkan. Sepertinya termasuk pohon langka. Sayang yah..kalau sdh bertunas dari biji akhirnya terbuang percuma
Saya mau bibitnya, kalau ada banyak lebih baik
waah…cantik ya mbak… ini to yg namanya Dewandaru… saya sering dengar namanya disebut alm eyang -yg mendalami aliran kebatinan- tapi baru tahu lewat hasil kegiatan tangan mbak ini 🙂 terima kasih…
@Mb Mechta: Sebelum menemukan pohon ini, aku sama sekali belum pernah mendengar kalau dewandaru adalah pohon bertuah Mbak. Kalau sudah mendengar terus mengetahui mungkin aku gak kegenitan motret-motret dia segala hehehe…
Aduh saya lupa sempat memetik buah Dewandaru ini, kalau enggak salah ketika masih di Padang dulu..
@Mas Gie, iya kalau buah kan mesti dipetik Mas..Asal enggak dibuang2 percuma kan gak napa2. Memenuhi rasa ingin tahu tak termasuk memubazirkan buah yg dipetik 🙂
oooh jadi buah ini namanya Dewandaru …
hihihi….sering lihat tapi gak tau namanya 😳
terimakasih ya Evi krn telah berbagi 🙂
salam
Awalnya aku juga gak tahu @Bunda Lily..Tapi karena sudah dipotret, jadi harus dicari ke kakek paling tahu dunia sejagad, Google 🙂
@Pak Ded..Karena Islam tidak masuk dengan kekerasan, melalui asimilasi, tak terhindarkan kalau kebiasaan lokal masuk ke dalam ritual maupun kepercayaan. Orang mengatakan perbuatan seperti itu musyrik. Saya gak tahu apakah benar demikian. Kalau saya mah cinta saja pada seluruh keaneka ragaman budaya, sepanjang tak ada yg dipaksakan kepada saya agar diterima 🙂
@Mb Monda: Gk tahu rasanya Mbak Mon, apakah asam juga seperti ceremai. Walau yang matang merah dan menggoda sangat, gak berani mencoba. Ingat peringatan disuatu buku bahwa hewan yg paling menarik warnanya adalah yg paling berbisa. Waktu kemarin aku juga berpikir bahwa Dewandaru seperti itu 🙂
Ooh namanya Buah Dewandaru atau Ceremai Belanda ya Uni, sering saya temukan tapi tidak tau namanya.
Kita sadari bahwa jaman dahulu Islam di sebarkan dengan menyesuai pada keadaan masyarakat saat itu (Hindu). Tapi kebiasaan tsb keterusan, sehingga menkeramatkan sesuatu menjadi kebiasaan.
mirip betul dengan cermai ya, tapi lebih besar ya
saya belum pernah lihat uni, tfs
apapun mitos yang menyertainya, saya suka dengan penampilannya yang aneka warna.
@MasGy. Begitu pula dng saya, suka melihat buahnya cantik 🙂
Aku pernah melihatnya beberapa kali di beberapa tempat, Mbak Evi. Yang terakhir adalah di sebuah rumah makan (lupa namanya) di jalur antara Bogor – Sukabumi. Tapi saya belum pernah menanamnya.
@Mb Dani: Sepertinya walau dikatakan tanaman langka, kayaknya gak begitu langka juta. Buktinya Mbak Dani pernah melihat di depan rumah makan..Yang saya pelajari penemuan ini, ternyata kalau kita beri perhatian, lingkungan sekitar ternyata gudangnya ilmu. Jadi ingat benar pada peribahasa nenek moyang kami: Alam terkembang jadi guru 🙂