Perahu dan Kapal Pinis sedang bersandar
Banyak alasan yang memicu mengapa seseorang menyukai objek wisata tertentu dalam suatu perjalanan. Contohnya saya yang langsung saja antusias mendengar kata “tua, lama atau peninggalan sejarah “ yang melekat pada suatu tempat. Keterikatan dengan berbagai peristiwa masa lalu seperti itu belum mampu saya jelaskan. Yang pasti mereka punya bobot romantisme tersendiri di dalam hati. Makanya begitu mendarat di Makassar tak terkira senangnya ketika sahabat yang tinggal di sana mengatakan akan membawa kami goyang lidah ke Pelabuhan Paotere. Ini lah pelabuhan peninggalan kerjaan Gowa Talla, yang sejak ratusan tahu telah menjadi saksi dari ribuan perahu pinisi datang dan pergi. Apa lagi seafood di tempat ini sudah mengukir tinta emas dalam catatan kuliner para pejalan yang pernah singgah di sini. Sebut saja Presiden SBY saat Jusuf Kalla masih jadi wakilnya, Pak Maknyus Bondan Winarno, dan lain-lain. Jadi pejalan mana yang tak tertarik sekedar mampir, sodara-sodara? (Mengenai jagung bakar pulut, hidangan khas Makassar)
Goyang Lidah Rumah Makan Paotere
Rumah Makan Paotere yang jadi tujuan kami berdiri di tepi jalan, tepat di depan pelabuhan, tak jauh dari tempat pelelangan ikan. Bangunan sederhana beratap seng dan berdinding tembok. Ruangan terbagi dua: Satu khusus untuk menyimpan ikan mentah dan yang satu lagi untuk para tamu. Yang unik adalah tempat pembakaran ikan di depannya, lebar dan luas. Alat itu bisa mematangkan beberapa ekor ikan sekaligus, berbahan bakar sabut kelapa dan arang. Cara ini tentu effisien bagi rumah makan yang menerima ratusan pengunjung tiap harinya.
Ikan dan otak-otak yang sedang di bakar
Menikmati seafood di Pelabuhan Paotere tak sekedar makan hidangan laut yang dibakar, digoreng, dan berbumbu sambal kecap atau saos padang. Kalau itu sih tersedia hampir di seluruh restoran seafood di Indonesia. Tapi kalau hendak menikmati ikan bakar dengan sajian ala Bugis, ya paling tepat datang lah ke Paotere. Apa lagi bagi penikmat kuliner yang cermat pada budaya di belakang suatu masakan, tentu akan menemukan pengalaman khusus kala bersentuhan dengan the glory of Gowa Kingdom di masa lalu itu.
Kami memesan 2 ekor kakap putih untuk dibakar. Yang ikut hadir ke atas atas meja adalah sayuran lalap, serutan mangga muda segar, sambal tomat, saos kacang, jeruk nipis, irisan tomat hijau cabe merah, dan sayur lodeh berisi rajangan kol. Agar hidangan kian mantap coba sendiri sambalnya. Misalnya saya memasukan sambal tomat, irisan jeruk nipis dan racikan tomat hijau ke dalam saus kacangnya. Mantafff….
Goyang lidah di pelabuhan paotere
Aktivitas lain di pelabun Paotere tentu saja adalah nonton aktivitas di sana. Melihat-lihat kapal pinisi bongkar muat dan perahu-perahu kecil yang membawa sembako dan es batu untuk masyarakat yang mendiami pulau-pula kecil di sekitar. Tak banyak yang berubah dari kelengkapan tehnis alat pelayaran mereka. Contohnya untuk memuat cargo masih lebih banyak menggunakan tenaga manusia ketimbang alat derek meoderen yang lebih efissien.
Perahu kecil penyeberangan yang membawa sembako
Langit masih cerah, perahu-perahu bersandar sepi yang mengingatkan saya bahwa kehidupan di belakang itu semua tak lah sebegitu romantisnya. Beberapa ekor camar melayang dan mencicit di udara. Aktivitas masih saja khusuk saat kami beranjak meninggalkan Pelabuhan Poetere menuju perhentian selanjutnya dari Sulawesi Selatan nan eksotis.
@eviindrawanto
Yang belajar lebih baik akan jadi yang terbaik
24 comments
aku suka ikan bakarnya itu mbak .. kayak enak
Ikan basahnya memang enak. Bumbu khas Makassar nya meresap ke sela-sela daging yang membuat rasa ikan bakarnya tambah Juicy 🙂
Masakannya mengundang selera banget mbak. Nom..nom..slurpt ^^
Bumbunya Indonesia banget gitu Mbak Ika 🙂
Waduh ikan bakarnya betul-betul bikin lapar tuh Mbak 😀
Iya Mas Krish, masih berbayang-bayang hehehe…
Makan ikan plus sambelnya, ditambah sayur santannya… Nasinya dikit aja..
Keknya enyak banget 😀
Kalau gak ingat berat badan, waktu itu aku pengen nambah Mbak Akin..:)
Hm… bikin ngiler nih, mbak Evi… Ya pengen icip-icip kuliner lautnya, ya pengen langsung menikmati suasananya… Semoga suatu saat kesampaian.. aamiin..
Amin. Insya Allah kesampaian deh Mbak Mechta. Aku juga pengen datang ke Makassar lagi, masih belum puas hehehe..
Sewaktu ke Makassar kemarin aku juga mampir di Paotere, tetapi nggak mampir di restoran ini sepertinya; tetapi di rumah makan yang lain, hehe
.
Memang ada juga rumah makan lain di sini..:)
semoga punya kesempatan menikmati kesenangan yg sama dengan uni…
Amin ya Allah. Makassar banyak banget yang tua2 dan museumnya juga keren, MM 🙂
saya kurang suka daerah pantai karena panas
tapi kalau melihat suguhan kulinernya wah tampak menggugah usus untuk jadi keroncongan, apalagi liat ikan yang dibakar itu
Yuk, mari kita makan 🙂
saya kira yg berwarna hijau pada foto pertama adalah pete yg sudah dimasak, tapi ternyata sambal tomat hijau ya mba… 😀
Betul Mak Santi, itu tomat hijau yang diiris. Segar 🙂
untung baru makan nih pas baca ini jadi gak ngiler. hahaha.
Hahahaha berarti aman ya, Ko
Saya penasaran banget sama pelabuhannya Mba Evi. Jarang dibahas. Barutahu namanya dari postingan ini. Kalo soal goyanglidahnya karena gabisa makan ikan jadi tidak terlalu penasaran. Huehehehe.
Hahaha trauma yang sangat dalam karena ketulangan ya, Mas Dani
Harum ikan bakarnya menerpa hidung kami nih Uni….. irisan tomat hijaunya unik rasanya tidak getarkah
Menyesap kejayaan Gowa Talla dari sajian Uni.
Kalau lewat di depan rumah makan ini, dari jauh aroma ikan bakarnya sudah tercium, Mbak Prih. Yang sedang lapar pasti kalap deh 🙂