Jadikan buah lokal tuan di negeri sendiri sudah banyak disuarakan oleh berbagai pihak. Terutama oleh mereka yang kuatir terhadap berbagai isu dalam pertanian Indonesia. Seperti ketidak berpihaknya pemerintah pada petani kecil, menjaga kelangsungan dan keragaman sumber hayati, sampai pada faktor kesehatan. Maklum lah, mungkin, buah impor itu sudah dipetik dari pohonnya beberapa bulan lalu tapi kondisinya masih segar sampai di pasar menimbulkan pertanyaan mengenai bahan pengawet yang digunakan.
[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=kHgQHqpQ-yA[/embedyt]
Video beli buah lokal
Beberapa waktu lalu saya pun pernah kuatir melihat penetrasi buah impor sudah sampai ke warung-warung kecil di pedesaan. Jeruk dan apel dengan warna kinyis-kinyis nongkrong apik di warung yang sebagian besar konsumennya berprofesi petani. Saya pikir hal itu merupakan kegilaan tersendiri untuk penduduk negeri agraris. Apa lagi jika yang mengkonsumsi adalah mereka yang seharusnya di dorong untuk menanam sendiri tapi kok malah disodori buah impor? Kemana Departemen Pertanian dan Perdagangan kita?
Untung lah sekarang kegilaan itu mulai berhenti. Walau kehadiran buah impor masih terlihat di sana-sini, sekarang buah lokal relatif sudah banyak terlihat di supermarket maupun kios-kios buah. Mungkin itu berkaitan dengan peraturan dari Departemen Perdagangan yang mengatur ulang impor produk hortikultura yang diantaranya buah dan sayuran segar.
Jadikan Buah Lokal Tuan di Negeri Sendiri – Melibatkan Banyak Pihak
Menjadikan buah lokal tuan di negerinya sendiri tak bisa hanya dikerjakan oleh pemerintah melalui berbagai aturan yang sifatnya membatasi laju masuk buah impor. Begitu AFTA 2015 diberlakukan peraturan tersebut kemungkinan tak efektif lagi. Kalau sudah begitu harapan tinggal pada masyarakat konsumen, lewat kesadaran sendiri memfilter diri saat belanja. Akan kah buah lokal jadi tuan di negeri sendiri atau terpelanting dikalahkan buah impor? Keputusan itu ada ditangan konsumen.
Baca juga:
Setelah itu tentu tergantung juga pada produsennya. Adalah kenyataan bahwa buah impor tak hanya penampilannya yang bagus, rasanya enak, dan terkadang malah lebih murah dari bua lokal. Kalau sudah begitu siapa yang bisa disalahkan? Konsumen tentunya selalu ingin yang terbaik dari nilai uang yang mereka keluarkan. Sementara penampilan buah lokal begitu-begitu saja alias kurang eye cathing.
Memang masih banyak pr untuk jadikan buah lokal tuan di negeri sendiri. Namun sedikitnya harus dimulai dari diri kita sendiri dan membelinya dari sekarang. Setuju kah kawan?
@eviindrawanto
Yang bekerja lebih baik akan jadi yang terbaik
21 comments
Betul sekali mba, terakhir saya mudik ke kampung sangat terheran-haeran melihat buah apel dan kawan2nya sudah ada di desa saya. Dan masyarakat begitu antusia untuk mmbelinya walau harganya tergolong mahal. Desaku yang terpencil ternyata juga sudah mengalami penetrasi itu.
Buah Lokal : Jujur sich dari dulu memang lebih suka buah lokal, contoh Apel Malang dan Duren, rasanya lebih Suueger,
Kalau kita terus membelinya, Insya Allah buah lokal bisa menyaingi buah import. Karena petani punya modal untuk pengembangannya 🙂
Betul, Mbak. Yang bisa menjadikan buah lokal sebagai tuan rumah di negeri sendiri ya kita-kita ini para konsumen. Selama para konsumen masih lebih memilih buah import, tentunya susah lah bagi buah lokal untuk berjaya
Mengkonsumsi buah lokal juga berarti membantu petani sendiri, Mas Krish 🙂
Postingan uni Evi menyadarkan kita untuk lebih cinta lagi buah lokal. Buah lokal memang lebih segar, tanpa pengawet.
Amin. Semoga begitu ya, Pak Alris 🙂
Siip mbak Evi … setuju.
Saya malah berusaha menanamnya sendiri di halaman, tapi kebanyakan tabulampot sih :-). Ada mangga, macam-macam jeruk, sawo, belimbing, sirsak, dll.
Salam kenal, mangKoko
(mangkoko.com)
Wah asyik Mang Koko, sukses ya dengan bercocok tanamnya. Salam kenal kembali Mang 🙂
setuju, tapi yang memprihatinkan, buah lokal ada juga yang dibuat curang sama penjualnya, hiks,
*manggis saya suka 🙂
Iya Buk, kenyataan ini tak bisa dipungkiri. Yang bisa dilakukan, kalau kita tahu, adalah memboikot produk tersebut. Terus kasih tahu teman2, biar yang bikin kerjaan kapok 🙂
Kenyataanya, kalau buah bersih, yang mau beli juga gak canggung ya. 🙂
So, mungkin buah lokal perlu di elus2 supaya mlenus mirip impor ya, Bu. :lo:
Iya buah import itu treatment setelah petik dan manajemen distribusinya juga bagus, Mbak Idah. Makanya waktu sampai di pasar kondisinya masih kinclong 🙂
Siip Uni Evi, pisang dan pepaya tak pernah berhenti berbuah, apokat pemasok fitokolesterol yang enak bergizi. Salam
Alangkah indahnya kalau bisa nanam sendiri ya, Mbak Prih 🙂
bener juga ya, mba. kemasannya yang gitu2 aja kadang kurang menarik minat pembeli. tapi kalo udah tau khasiatnya, produk lokal ga kalah dengan yang luar. sejauh ini aku kesulitan nemu manggis di kios2 kecil. entah karena produksinya yang kurang atau distribusinya ya
Buah lokal munculnya mengikuti musim2 tertentu, Mb Ila. Karena kebanyakan berasal dari kebun rakyat, bukan farm yang menggunakan berbagai modifikasi agar berbuah sepanjang tahun. Begitu pun kasusnya di manggis. Jadi itu lah sebab tak tersedia setiap saat dan kalaupun ada produksinya terbatas 🙂
Wah betul memang buah impor pasti ada pengawetnya ya mba, namun karena masal harga yang jauh murah pasti jadi alasan juga
Iya harga emang jadi pertimbangan utama, Mb Riana. Namun kalau sudah menyangkut kesehatan mestinya ada pertimbangan lain ya 🙂
Saya malah ga pernah beli buah import, kcuali dapat gratis. Lebih menikmati makan buah domestik, apalagi manggis, luar biasaa rasanya dan lebih segar..
Iya manggis buah eksotis dari negara kita, Mbak Dhe. Enak banget rasanya 🙂