Menjual legen (cairan manis dari pohon palem-paleman) untuk minuman banyak di lakukan masyarakat. Seperti ibu penjual legen yang saya lihat di tepi jalan raya Tasikmalaya. Dia duduk sendirian di bawah gubuk bambu tanpa dinding. Saat itu sinar matahari sedang garang-garangnya. Cuaca yang panas pasti menggoda pengendara untuk mampir. Legen itu lumayan untuk menyegarkan tenggorokan kering.
Selain menjual legen terdapat juga beberapa botol soft drink keluaran perusahaan raksasa. Kemasan moderen berjejer rapi dengan wadah bekas dari cairan manis dari tangkai bunga pohon aren itu.
Menjual Legen Dalam Kemasan
Yang jadi concern saya memang kemasan legennya. Kontras sekali dengan kerabatnya di sebelah. Bekas botol air mineral ini entah sudah berapa kali digunakan. Pernah kah mampir di mulut orang? Dicuci bersihkah sebelum digunakan? Sementara untuk menikmati legen si ibu menyediakan beberapa gelas kaca.
Begitu lah persoalan menjual legen dari jaman ke jaman. Belum banyak berubah. Dari lodong bambu ke bekas air minum kemasan.Dari tidak praktis menjadi lebih praktis.
Terus sebaiknya menggunakan kemasan apa?
Tentu saja menggunakan kaleng atau botol seperti produk korporasi besar itu. Tapi apa boleh buat sepertinya saya cuma bisa mengeritik tanpa solusi. Kalau pun disuruh menjual legen saat ini belum kepikiran sebaiknya menggunakan kemasan seperti apa? Dan bagaimana pula mengolahnya agar dapat bersanding dengan Coca Cola Inc? Butuh modal berapa? Dan bagaimana cara mendapat sumber bahan bakunya?
Legen Minuman Bernutrisi
Tapi ada satu fakta yang tak bisa diabaikan. Legen jauh lebih bergizi dari pada minuman yang kontennya cuma air gula dan soda. Kedua zat tersebut kurang bermanfaat bagi tubuh. Namun kemasan membedakan nasib mereka.Yang mengandung nutrisi cuma bisa mejeng di tepi jalan. Yang cuma berisi gula dan soda selain di tepi jalan sudah diterima di tempat-tempat bagus di seluruh dunia.
Berawal dari Pemikiran dan Tindakan
Dari sini jadi tambah belajar bahwa sejarah dan cara berpikir tak bisa dibeli dengan uang.Sejarah dan cara berpikir itu merupakan dua hal sederhana namun tak ternilai. Soft drink kerabatnya legen sudah lama melukan berbagai hal agar air gula yang tak bernilai nutrisi itu sejak lama agar diterima pasar. Sementara belum ada yang melakukan hal serupa untuk minuman legen.
Pernah minum legen kawan? Kalau pernah suka kah pada rasanya?
Salam,
50 comments
Legen adalah salah satu minuman favorit ku, dan memang minuman ini ngangeni. Jika Fatigon bisa berhasil mengemas air kelapa menjadi Hydro. Tentunya Legen bisa juga dikemas dengan lebih menarik. Teman sejawat di Brawijaya dulu pernah meneliti tttg hal ini. Ayo dodolan Legen
Iya legen berpotensi mengikuti air kelapa Mas..semoga ya, gak lama lagi kita punya minuman ini di pasar 🙂
iya betul juga tuh ya…. wong air putih aja dijual yang tak ada apa apanya. Air kelapa juga dijual.
masa air legen tidak kejual ya…. kayaknya boleh nih jadi ide bisnis baru ya….
Betul Bro air putih dibotolin saja laku, apa lagi legen. Yg perlu di lakukan kayaknya gimana cara dpt sumbernya yg lbh murah
Sebab nira yg dijadikam gula lbh mahal ketimbang cuma di jual sbg nira 🙂
Dulu, ‘legen’ dijual keliling menggunakan tempat bumbung dari bambu, kalau menuangkan ke gelas bambunya diangkat dan dimiringkan
Sekarang, rata2 pakai botol bekas.
Selain botolnya yang nggak jernih, ‘legen’nya juga memang nggak jernih
Sepintas mirip air comberan
Saya juga mengingatnya seperti itu Pak Mars, legen di jual dalam bumbung bambu. Kemasan mempengaruhi imaji kita tentang makanan. Menurutku sih jauh lbh menarik bila nira aren ini disajikan dalam tabung bambu ketimbang botol bekas.
Kalau di Kebumen masih seperti ini, Pak Mars dan Bu Evi, menggunakan bumbung dari bambu, rasa dan aromanya khas.
Rasanya menggunakam lodong bambu jauh lbh baik, ketimbang botol bekas ya Mas Abi 🙂
Saya suka legen bu
Tapi ya itu kadang suka gaktega mau minumnya
Jadi sekrang jarang beli, padahal enak lo diminum dingin2
Maknyeees….
Yah begitulah nasib minuman tradisional Mbak Esti, bahan bakunya, nira, jelas sehat dan bergizi, tapi penanganan produksi yg sering kali memprihatinkan..:)
legen itu seperti apa rasanya ya bun? saya belum pernah menobanya jangan2 namanya beda ya ditempat lain
Saya hanya pernah minum yang segar, yang baru diturunkan dari pohon aren Mbak Lid. Rasanya manis, baunya harum, ada sedikit rasa asap yang berasal di bumbungan bambu. Agar nira tak terlalu cepat mengalami fermentasi, bambu sebagai penampung (lodong) di pasturisasi dengan cara di asap. Jadi aroma asap sedikit menempel pada wadahnya..itu yg membuat nira segar berasa aroma asapnya..:)
semasa aku SD, kami tinggal di sebuah desa bernama tabek patah,
di sana penjual air nira berkeliling menggunakan tabung bambu
yang disandang menggunakan tali di bahu.
klo di bukik gak pernah liat penjual nira.. ada juga penjual air tebu, itupun dgn gerobak.
met siang uniii..
Jadi di tabek patah ada yg jual aie anau ya May..Di Magek aku gak pernah mengalaminya..Mungkin karena disana juga jarang pohon anaunya kali ya..Tapi di Bukittinggi pernah basobok, gayanya persis yang Amay sebut itu..Tapi itu jaman dulu sih, jaman kuda gigit bersi hahaha…
Met Malam May, masih di lintas Sumatera kah dirimu sekarang?
dulu waktu saya tinggal di jawa, saya pernah nyoba ini. rasanya agak aneh tapi enak 😀
sekarang di padang ga pernah nemuin lagi
Nira anau di Padang pasti langka..Sebab lebih menguntungkan dibikin gula ketimbang di jual sebagai minuman ringan, Sulung 🙂
saya baru denger namanya… Hehee… Mau coba rasanya….
Nama laiinnya biasanya lahang atau nira saja Mas Dede..Kapan2 kalau ketemu, wajib tuh dicoba, untuk merasai rasanya…:)
Legen sesuai produk lokal Uni, ada penghasil legen aren, ada legen kelapa maupun legen lontar. Teknologi kemasan nih Uni topiknya. Salam
Iya Mbak Prih, aren, kelapa dan lontar bisa dimanfaatkan sbg sumber minuman bernutrisi. Kalau dikemas lbh pas, pasti bisa dijual secara luas 🙂
memang masih banyak produk lokal yang di kemas ala kadarnya, akibatnya produk tersebut terkesan kurang berkualitas dan pembeli pun enggan untuk membeli …
Produk lokal yg telah punya nilai tambah, insya allah bisa meredam produk impor ya mas Pur 🙂
Mungkinkah legen ini sama dengan yang saya kenal dengan LAHANG? Dijualnya dengan menggunakan bambu. Hanya dapat saya jumpai ketika naik gunung. Rasanya asem manis sedikit kecut. Sudah lama sekali tidak merasakannya lagi.
Perlu modal yang besar agar bisa dikemas dengan lebih bersih dan menarik agar pendapatan rakyat kecil bisa meningkat.
Mb Lia, Legen bahasa jawa, lahang bhs sunda, tp mrk adalah benda yg sama. Untuk mengangkatnya jd minuman massal, emang perlu modal besar kayaknya. Gak hanya duit, tp juga keyakinan bahwa produk akan diterima pasar 🙂
Saya bekum pernah minum legen 🙁 (merasa masa kecilnya kurang lengkap tanpa meminum legen, padahal tinggalnya di kampung).
Haha..orang jawa tanpa merasakan legen, kurang lengkap jawanya Tik…
Saya pernah minum legen. iya ya betul juga, coba ada investor yg coba membuat legen menjadi Minuman yang bisa berskala nasional. syukur2 bisa ke luar negeri 😀
Ini di daerah mana mas?
Saya ngambil foto penjual nira ini di jalan raya Tegal, mas
Tegal ya mas.. oke siiip mas.. mksih kunjungannya mas 😀
Saya baru tau namanya uni. Kalau saya pernah lihat di pasar baru, sebelumnya ada dalam tulisan saya http://dherdian.wordpress.com/2011/08/16/segarnya-buah-lontar/
legen termasuk minuman tradisional, bu. sayangnya, seiring perkembangan zaman, legen miskin modifikasi sehingga makin terpuruk oleh minuman2 instan yang menjamur di pasaran.
Betul Pak Sawali. Kelangkaan bahan baku saya kira adalah salah satu penyebab mengapa legen kurang berkembang Pak…
Sepertinya pernah minum legen waktu kecil dulu kalo pulang ke kampungnya nenek di Ciamis. Waktu itu tempatnya dari bambu gitu Uni, rasanya giung *terlalu manis* he he
Legen emang manis sekali Teh Orin, kan bahan baku gula merah. Kagum ya pada nenek moyang dulu, kok kepikiran air nira dimasak terus jd gula …
Kalo di Manado namanya mungkin saguer ya mbak?
Kalo saguer di Manado di mana-mana masih banyak dijumpai mbak, rumah2 makan Minahasa masih banyak yang menyediakan saguer dan di pesta-pesta juga masih sering dihidangkan saguer. Karena sering nemuin, jadi aku juga dulu lumayan sering minumnya mbak..saguer yang berkualitas rasanya luar biasa enak! 😀
Jeng Lis, saguer emang terbuat dr nira juga. Tp saguer harus melewati masa fermentasi, yg kalo di jawa disebut tuak. Iya aku jg sering membaca saguer di Manado jg digunakan dlm upacara adat..thanks telah mengingatkan aku ttg ini, kemarin gak kepikiran 🙂
Yang mbak Evi maksud melalui proses fermentasi itu Cap Tikus alias tuak, mbak… kalo saguer memang adalah air yang dihasilkan dari mayang pohon aren itu tanpa melalui proses fermentasi lagi, langsung bisa diminum. Saguer bisa disuling menjadi Cap Tikus, makin lama disimpan, kadar alkohol cap tikus akan makin tinggi.. Terus terang, aku juga gak tau kenapa namanya dinamakan cap tikus 😀
Oh gitu ya Jeng Lis..cap tikus dan saguer befa ya.. hoho..kurang gaul aku. Makasih sdh menjelaskan ya Jeng ::)
Sudah lama tak minum legen, sampai hampir lupa rasanya….manis dan agak ‘nyegrak’ ya… Seingatku dulu seringnya dijual keliling pake tempat bumbung bambu….tapi sekarang jarang yg begitu, kebanyakan memang pakai botol bekas begitu 🙁
Nira segar sebetulnya tdk begitu berbau menyengat Mb Mechta. Yang menyengat itu afalah nira yg sudah mulai mengasam. Mungkin petaninya lupa segera memasak utk menghentikan peragian 🙂
di keluarga sy yg paling suka legen itu papah sy & anak sy mbak.. Apalagi kl lagi pulang kampung, mereka berdua bisa minum air legen sepuasnya krn ambil dr keun sndiri.. Bahkan sp bawa pulang kerumah lumayan byk 🙂
Wah beruntungnya punya pohon aren sendiri Mb Mira..Legen yg baru turun dr pohon itu enak banget 🙂
waktu masih kecilmah saya sering minum lahang/legen karena paman saya pembuat gula aren.
setahu saya untuk bisa menghasilakan lahang 1 lodong (tempat menampung lahang dari bambu, 2 atau 3 ruas) perlu waktu semalaman. entah berapa gelas kalau di gelasin.
kalau murni yang di jual lahang pergelasnya mungkin harganya mahal.
Aku jg mengira bahwa legen yg dijual, tak murni nira 100% Kang Yayan. Ada campuran airnya. Terlihat juga legen ini keruhkan? Secara ekonomi, nira lbh berharga dibuat gula ketimbang di jajakan sbg legen 🙂
Pernah mbak Evi, dan saya suka sekali pada rasa legen yang dicampur es batu banyak…hmmm, nikmat banget!
Nah aku belum pernah minum legen yg pakai es batu Mb Irma 🙂
Saya sangat suka legen kelapa.sy jd kepingin bkn cuma nggk tau cara2 mengirisnya
Terima kasih tulisanya akan ku perhatikan tak praktek kan disebarkan pada kawan
Raja Legen
Nira siwalan yang di jadikan soft drink alami.
bisa ditemukan dicabang carrefour jawa timur
Iya saya waktu kecil masih sd tiap pagi nungguin tukang jual legen lewat, beli, minumnya pakai gelas dicuci, sebetulnya pengin minum legen lagi, tapi yaitu setelah lihat legennya pakai botol bekas, seleranya hilang, ga jadi keturutan.