Surat Cinta Untuk Adit – Entah ke yang Berapa
Ini entah surat cinta yang ke berapa, namun ijinkan agar aku selalu boleh menuliskannya. Perasaan ini terlalu padat jika harus disimpan sendiri.
Well, senang melihatmu tadi, berbaris diantara teman-temanmu, mengenakan jacket almamater warna merah hati dengan emblem FK di dada. Senyummu masih sama, manis yang meneduhkan. Mestinya malaikat di surga juga tersenyum seperti itu. Insya Allah lima tahun lagi, engkau adalah dokter pertama dalam keluarga, dan senyum seperti itu engkau teruskan kepada para pasienmu kelak.
Surat cinta ini mungkin berlebihan. Tak masalah. Jika ada seseorang yang kebahagiaan dan kesejahteraannya aku letakan diatas diriku sendiri, pergilah ke muka cermin. Sampai detik ini tidak menyesal pada suatu ketika di masa lalu aku menanggalkan impian menjadi wanita karier di luar rumah. Jika bisa menghentikan tangismu setiap pagi, itu adalah pilihan terbaik yang pernah kulakukan. Kalau engkau ingat, menangis dan bergelayutan merupakan upacara rutin kita setiap pagi sebelum aku berangkat kerja. Ada yang tertoreh di dalam saat bersuha keras melepaskan rangkulan jari-jarimu yang gemuk dari leherku.
Di akhir pertempuran itu engkau lah yang kalah. Saat menyadari di mana posisimu, engkau hanya berdiri memandang sambil berurai air mata dan berkata dengan lidah cadelmu,” mama cepat pulang ya..” Mata sipitmu yang penuh kekalahan itu akan mengikuti sampai aku hilang di belokan jalan. Ah terkutuk saja aku jika setiap hari harus mengalami peristiwa seperti itu.
Sejujurnya, memutuskan berhenti kerja begitu saja tidak lah mudah. Terselip keraguan terhadap masa depanku. Hidup seperti apa yang akan kujalani jika secara ekonomi harus bergantung pada papamu. Apa lagi ketika itu cerita Oh Mama Oh papa dalam majalah Kartini bergaung sedang hebat-hebatnya. Akan kah suatu hari aku akan seperti mereka, bahkan untuk pulang ke rumah orang tua saja harus meminta-minta.
Engkau pasti tidak tahu Tante Betharia Sonatha , mendayu-dayu minta kepada suami agar di pulangkan ke rumah orang tuanya: Pulang Kan saja Aku pada Ibuku…Pada awalnya itu hanya sebuah lagu. Aneh bin ajaib lagu seperti itu benar-benar terjadi dalam hidupnya. Jadi Nak, belajar dari sini juga ya bahwa apa yang kita pikirkan suatu hari akan terwujud.
Ternyata mengahbiskan waktu bersamamu memupus semua rasa kuatir itu. Melihat bagaimana engkau tumbuh pesat, keriangan tawamu, dan tangismu kala sakit memupus eksistensi egoku. Masa depanku ada bersamamu, bukan di tempat lain..
Kecuali dulu, “mama sayang Adit tah?” engkau tidak pernah bertanya, ” Mama seberapa besar cintamu padaku..”
Jika suatu hari engkau membutuhkan, ini lah jawabanku:
Aku mencintaimu lebih banyak dari pasir-pasir di laut.
Aku mencintaimu lebih luas dari tujuh samudera
Aku mencintaimu jauh melampau jumlah uang di akun kita di bank
Dan entah bagaimana mengatakannya, aku mencintaimu diatas segalanya….
Sekarang kamu sudah dewasa, tiba lah waktu mengejar impian dan memulai lompatan ke masa depan yang engkau inginkan. Sejak TK sampai SMA cita-citamu tidak pernah berubah, menjadi dokter. Sekarang engkau sudah sampai di gerbang kampus, masuk lah ke dalam, tenggelamkan dirimu bersalut usaha dan doa. Jika engkau membutuhkan dukungan, engakau tahu mencarinya dimana….
Mamamu,
–Evi
9-8-2010