Cerita Dari Boudhanath Stupa Kathmandu –Â Sebelumnya saya mencampuradukkan antara Stupa dan Kuil. Sebagai penganut bukan Budha dan Hindu, saya pikir dua bangunan ini sama saja, sama-sama tempat ibadah. Hanya saat travelling ke Nepal saya baru menyadari bahwa ada perbedaan utama antara stupa dan kuil.
Stupa adalah struktur bangunan seperti gundukan yang berisi reliks Budha. Biasanya di dalam tersimpan abu biksu Budha, dan juga tempat meditasi.
Kuil adalah struktur yang digunakan sebagai tempat ibadah, kegiatan keagamaan atau spiritual lainnya.
Jadi ketika membaca trip di Kathmandu salah satunya mengunjungi Boudhanath Stupa saya sedikit tercerahkan. Lebih mengantisipasi apa yang akan saya lihat saat mengeksplorasi gundukan bertingkat tiga itu. Di atas kubahnya bercat putih terdapat menara emas yang ditempeli mata Buddha mengarah ke empat penjuru mata angin.
Dari Indonesia letak Nepal itu tidak jauh-jauh amat. Masih kawasan Asia. Sebagai pengunjung pertama kali di ibu kotanya, Kathmandu, seluruh pengalaman yang terjadi seperti serangan pada indra saya. Saya menemukan suasana khas Asia namun berbeda dari Jakarta. Lebih berantakan, lebih berdebu, dan berisik oleh klakson mobil.
Padahal mereka tidak semacet lalu lintas di Jakarta. Sejenak termangu membiarkan mereka menghisap kesadaran saya ke dalam pusaran langkah cepatnya yang kacau. Bersama dengan itu saya juga menemukan kesenangan aneh. Merasa hangat jadi bagian dari kekacauan magis itu.
Mendekati lokasi Boudha, melewati jalan yang penuh toko, kabel listrik seperti cacing gila melintas di atasnya. Gerbang kecil di sebelah kiri tempat saya berhenti menyembunyikan Stupa tertua di Kathmandu dalam ukiran-ukiran yang cantik.
- Baca di sini tentang:Â Â Ke Pashupatinath Untuk Mati
Daftar Isi
Sekilas Pandang Boudhanath Stupa
Video Boudanath Stupa Nepal
Masuk ke dalam gerbang Boudhanat Stupa, hiruk pikuk di jalan raya berubah jadi keriuhan pertemuan masa lalu dan masa kini . Jejeran toko sovernir berdampingan dengan biara, asrama peziarah, hotel dan museum. Begitu pun biksu dengan busana khasnya berbaur dengan kerumunan peziarah turis. Para penjaga gerbang, setua penampilan stupa itu sendiri, komat-kamit melantunkan doa. Sesekali mata mereka mengamati para sambil terus memutar roda doa. Dan ratusan burung merpati yang sudah terbiasa oleh kehadiran manusia membuat Boudhanat tampil lebih meriah.
Memang setelah beberapa hari di Nepal mata saya jadi terbiasa melihat tempat ibadah dikelilingi tempat komersil. Membuat sekeliling stupa jadi sebuah  halaman yang menyenangkan. Terutama bagi turis. Selain berisi Tamang Gompa berdiri juga toko-toko tradisional menjual sovenir. mulai dari Singing Bowls, kartu pos, aneka kerajinan dari tekstil, lukisan sampai pada roda doa. Begitu pun uraursan perut, tak usah takut kelaparan atau kehausan karena banyak kafe di area tersebut.
- Cerita dari Nepal lainnya:Â Â Tandem Paralayang Pokhara
Jalan-jalan di Seputar Boudhanath Stupa
Ceritanya, usai makan siang di Boudanath Cafe, saya melipir ke berandanya. Dari sini pemandangan ke arah Boudhanat lebih leluasa. Stupa pertama di Kathmandu terlihat lebih utuh. Mulai dibangun setelah 600 Masehi oleh raja Tibet bernama Songtsen Gampo, yang juga raja pertama memeluk agama Buddha. Mengapa Tibet dan bukan Nepal. Karena tempat ini adalah jalur perdagangan kuno antara Tibet-Nepal yang ramai dahulunya.
Stupa ini konon dibangun sebagai penebusan dosa karena telah membunuh ayahnya secara tak sengaja. Tidak terbayang bagaimana awalnya bangunan ini karena stupa pertama telah hancur saat penjajahan Mughal masuk Nepal pada abad ke-14. Stupa yang di hadapan saya sekarang berdiri di atas konstruksi stupa lama. Dengan konstruksi simbolisasi yang berfungsi sebagai pengingat 3 dimensi dari Jalan Buddha menuju pencerahan. Alas mewakili bumi, khumbra atau kubah mewakili air, harmika atau menara persegi adalah api. Sementara Puncak menara mewakili udara. Payung di atasnya adalah kekosongan atau eter , berada di kawasan angkasa. Seperti juga di Candi Borobudur, ada 13 tingkat puncak menara yang mewakili tahap- tahap yang harus dilalui manusia untuk mencapai Nirwana.
- Baca juga:  Devi’s Fall Pokhara dan Gua Gupteshwor Mahadev
Burung burung Merpati yang Terbang Bebas –Â Cerita Dari Boudhanath Stupa
Di pashupatinath saya melihat banyak burung merpati. Merasa cerita dari Boudhanat Stupa ini jadi tak lengkap jika tak memasukan ratusan burung merpati itu ke dalam frame di sini.
Iya burung-burung itu tampak sejahtera. Tak diburu apa lagi dibantai sebagai menu burung goreng. Terbang bebas ke atas stupa, bertengger ke atas kubah atau meluncur riang di halaman yang penuh orang. Hampir seluruh kuil dan stupa yang saya datangi di Nepal penuh burung merpati. Tak jarang terlihat biksu secara khusus memberi makan hewan berbulu kelabu ini.
Begitu juga penduduk lokal dan para peziarah khusus membawa makanan dari luar untuk mereka. Rupanya bersama burung gagak, merpati adalah hewan-hewan yang dianggap suci di Nepal.
Sementara memelihara burung merpati sendiri adalah hobi kuno yang di gemari banyak penduduk Kathmandu, Pathan, Bhaktapur. Ada kompetisi pigeon flying tiap tahun dan sudah dilaksanakan sejak zaman kerajaan. Bahkan Kathmandu punya asosiasi untuk para pemelihara burung merpati. Setiap tahun mereka menyelenggarakan turnamen.
Roda dan Bendera Doa
Orang masuk ke Boudanath dengan dua tujuan. Yang pertama penganut Buddha dengan maksud beribadah. Yang kedua adalah turis seperti saya. Namun siapapun yang memasuki area Boudhanath tidak dilarang ikut memutar roda doa yang terletak di dekat pintu-pintu masuk stupa. Apakah mempercayai kekuatan mantra om mani padme hum yang tertulis di atas permukaan silindernya atau hanya sekedar mencoba. Kamu sekalian dipersilahkan menceburkan ke dalam arus batin dan perjalanan spiritual budisme.
Bagi umat Budha memutar roda doa adalah salah satu cara termudah untuk menyucikan karma negatif masa lalu. Begitu pun melumer tindakan tanpa kekerasan, kekotoran batin, atau rintangan apapun yang dapat menghalangi mereka untuk menyadari kesejatian diri. Dengan menyadari kesejatian diri manusia tercerahkan.
Sementara bendera doa yang berkibar-kibar manis di atas stupa memiliki makna kurang lebih sama dengan doa doa. Berkibar  untuk mempromosikan perdamaian, kasih sayang, kekuatan, dan kebijaksanaan. Orang Budha Nepal percaya bahwa bendera warna-warni, berbahan tipis, tidak menghantarkan doa kepada dewa. Melainkan  doa dan mantra akan ditiup angin dan menyebarkan niat baik dan belas kasih ke seluruh empat penjuru mata angin. Artinya  bendera doa tidak hanya memberkati umat Budha tapi seluruh makhluk hidup.
Saya memandang ke atas puncak menara stupa yang merentangkan bendera doa mengikuti sudut pandang mata Budha. Dengan menggantung bendera di tempat-tempat tinggi seperti itu, Lung ta dipercaya akan membawa berkah untuk semua makhluk. Ketika angin melewati permukaan bendera, yang tipis dan peka terhadap gerakan angin sekecil apa pun, udara pun ikut dimurnikan dan disucikan oleh mantra.
Cerita Dari Boudhanath Stupa ini menjadi salah satu sebab saya kangen Nepal. Semoga dikabulkan Allah suatu saat dapat kembali. Amin
36 comments
Waktu kesini masih ancur dan masih diperbaiki. dan suka magicnya waktu disini sama dengerin doa yang diputar lewat Cd di toko dan temenku beli meski dia muslim , katanya menenangkan. Aku pas kesini juga pas lagi acara, jadi semua biksu kumpul dan berdoa dalam sebuah tenda membaca doa bareng bareng. merinding rasanya. jadi kangen Nepal, dan aku belum nulis sama sekali kisah perjalanan di Nepal. hihihi
Salam kenal ya mbak Evi, masya Allah baca blogmu ini juara banget sih mbak. Aku tuh langsung jatuh cinta sama semua jepretanmu, semakin ingin ku mengeksplor dengan kameraku nih.
Wah baca ini jd banyak gau deh..termasuk beda stupa sama kuil..dulu jg sy pikir sama aja ..ternyata beda ya hehe..
Ikut mendoakan uni, semoga impiannya bisa terwujud untuk halan-halan again ke Nepal, aamiin, karena memang ciri khasnya itu sulit untuk dilupakan yah
How i love your stories in Nepal uni.
Membaca cerita dari Boudanath ini, tanpa melihat fotonya pun saya udah merasa ada di sana, merasa damai dengan ajaran Budha dan lambang yang dikenalkan. Ditambah melihat fotonya. Thankyou uni telah menceritakannya dengan apik.
Cantik cantik bangunannya…katanya nepal itu negara d atas awan krena tingginya daratannya .
Duhhhh…ngilerrrrrr..pengen banget ke sana. Aman gak ya buat solo female traveler mba?
Ya Allah, Nepal. Impianku mau ke sini trus tandem paralayang.
btw, ini lokasi ibadah namun turistik, ya, dan orang yang beribadah di sini very welcome dengan para turis.
Wah, stupanya besar banget ya tan.
Bendera doa ini pernah saya lihat di Mahameru, puncak gunung Semeru. Sepertinya puncak Mahameru ingin dibuat seperti mount everest dimana di beberapa post sebelum menggapai puncaknya, qda doa-doa yang menyertai, baik saat menuju puncak maupun kembali ke bawah
Mbak, ikut dong ke Nepal.
Aku udah lama penasaran dengan Nepal dan selalu baca artikel jalan-jalan tentang Nepal tapi belum dapat kesempatan untuk ke sana.
Aku suka foto-foto Nepalnya mbak Evi, aku berasa ikutan jalan-jalan ke Nepal.
Melihat burng-burung yang di sana jadi ingat ala-ala foto kawan yang banyak beredar. Menyeruak di antara kerumunan burung yang beterbangan
Langsung terpana lihat hasil2 fotonya mba Evi, berasa lagi ada di sana juga. Pengen banget ke sana juga merasakan ambience religi yang masih kental 🙂
Wah ceritanya mba Evi serasa saya diajak jalan-jalan dan berkeliling melalui foto dan ceritanya. Asik ya mba.
Pemandangannya menyenangkan ya Uni Evi, eksotis banget dan damai rasanya..
Selalu senang mengikuti cerita2 di sini. Wah, beruntung sekali mb bisa mengunjungi negara lain di belahan dunia ini. Selain menambah wawasan, pastinya menambah rasa syukur dan cinta kita terhadap tanah air. Tfs mb.. Ditunggu cerita2 lainnya…
Negeri yg penuh dengan warna-warni cerah dan indah. Pertama tau detail soal Nepal dari The Naked Traveler dan tulisan Mbak Evi ini. Senang banget pastinya tiap berkunjung selalu menemukan hal baru dan lain dari tempat yg dikunjungi.
Wahh bagus banget ya nepal,
ini wisata sejarah memang penting bagi wawasan dan ilmu.
Btw, tahun 600M berrti hampir sejaman dengan masa buddha di Indonesia ya mas.
Wah, keren…pikniknya bisa sampai ke mana2…jadi pengen dolan2…
Pantesan suami saya bilang pengen kembali ke Nepal lagi. Memang terlihat kuno, tetapi cantik
Baca ini jadi keingat buku Titik Nol. Sudah lama pengen banget ke Nepal, saya penasaran dengan bangunannya yang bersejarah. Btw salam kenal kak 🙂
Iyakah mba kukira Jakarta lebih parah macet ternyata negara ini uda berdebu ya wkkk
btw itu burung2 bebas ya mba lah di sini dislepetin buat pecel
burung wkwk
seru pisan mba travellingnya fotonya juga mantul
Nepal memang cantik dan layak buat dijadiin travel list. Kathmandu pun gak kalah cantiknya. Detail bangunan dan budayanya menarik buat dilihat dan diamati.
MasyaAllah mak keren banget nih cerita jalan-jalan nepalnya. Selain bisa mengenal budaya di agama lain. Bisa sekalian tau gimana hiruk pikuk kota disana. Soal makanannya apakah gampang menemukan yang halal mak?
Wah, cantik banget stupa dan hasil jepretannya, suka liatnya, apalagi yang ada burung merpatinya itu.
Selalu menarik mengunjungi tempat-tempat baru dengan latar belakang budaya dan agama yang berbeda. Nepal dan Kathmandu menjadi salah satu destinasi impian saya berikutnya mbak… Makasih ya kisahnya bikin saya makin mupeng pengen kesana 😀
Seru ya memutar roda doa. Jadi belajar banyak tentang agama dan budaya lain akan menambah wawasan kita.
Met jalan² ke tempat seru…
Saya juga pikir Stupa dan Kuil itu sama ternyata beda ya. Memeluk satu agama tertentu bukan berarti kita enggak boleh tahu tempat ibadah agama lain. Mereka punya cara tersendiri dan bangunan tempat ibadah juga megah2
bentar bentar, saya nutup dulu mulut yg lagi mangap… waaa foto-fotonya mba Evi selalu bikin saya ternganga krna kagum 🙂
Inget stupa, kebanyang yg ada di candi Borobudur dg warna gelap. Liat stupa di Nepal ini warnanya cerah, cantik!
Cantik banget ya mbak nepal ini. Beruntung banget mbak bisa ke sana. Aku masih maju mundul ke Nepal, India dkk ini 😀
Btw, aku juga gak tahu perbedaan stupa sama kuil. Baca ini belum ngeh juga seh, mungkin harus lihat langsung ya 😀
Huhu.. keren2… Aminnn kak… semoga kita bisa ke Nepal bareng.. *ehhh hahhaha..
Selalu kepincut sama bendera-bendera doanya. Dan aku baru tahu kalau itu isinya doa, Mbak. Aku pikir hanya kain warna-warni biasa. Ternyata ada makna dalam di baliknya. Keren!
Hadawh, futu-futunya ciamik bangeddts, Kakaaa!!!
Wah, saya jadi ikutan dapat pencerahan tentang stupa dan kuil. Mantap, Mbak Evi.
Bangunan-bangunan khas dengan ornamen yang detail ini sungguh memikat. Daan, burung-burung dara itu begitu mengundang untuk bergabung.
Betul sekali, mbak. Stupa adalah struktur menyerupai gunung yang biasanya menjadi bagian kuil. Stupa di Indonesia, Thailand, Myanmar, Nepal, dan Srilanka punya ciri khasnya masing-masing.
Kawasan sekitar kuilnya menarik, mbak. Bersih, rapi, penuh warna.
Selalu menarik mempelajari agama lain, termasuk ritus dan bangunan peribadatannya. Kita jadi banyak belajar hal baru dan membuka mata untuk tak ada lagi alasan untuk tidak menghargai dan menghormati orang lain, berlatar belakang apa pun. Perjalanan-perjalananmu sungguh kaya, Bu Evi 🙂
Terima kasih Mas Rifqy. Mengenal cara hidup orang lain menurut saya sangat menarik. Bisa kita gunakan sebagai landasan untuk mengenal diri kita sendiri 🙂