“Ayo teman-teman, kita sudah ditunggu Pak Kapau” Indra Pradya memanggil dari sebuah warung. Disampingnya berdiri Pak Kapau, wakil kepala adat Suku Dayak Meratus Loksado tingkat Kabupaten. Kami pun bergegas meninggalkan keasikan memandang sungai Amandit dari atas jembatan. Dan minta maaf telah membuatnya menunggu. Kami akan ke Desa Loklahung.
Maklum baru tiba, rencana menginap pun hanya 1 malam. Waktu kami manfaatkan seefisien mungkin, menikmati tiap jengkal keindahan alam Loksado.
Acara hari itu memang super padat. Selama perjalanan dari Kandangan saja kami sudah mampir ke beberapa tempat. Seperti mengunjungi beberapa sisa peninggalan sejarah kabupaten Hulu Sungai Selatan. Begitu sampai langsung akan mengunjungi Pak Ayal atau Pak Damang, atasan Pak Kapau dalam struktur adat di Desa Loklahung dengan Balai Adat Malaris yang terkenal itu .
Setelah itu baru menjajal bamboo rafting, atraksi wisata paling eksotis se Kalimantan Selatan. Sungguh hari yang melelahkan namun juga sempurna menggembirakan bagi Tim Horee Advantoure.
Jembatan lama dan baru untuk menyeberang ke Desa Loklahung
Daftar Isi
Desa Loklahung Tempat Tinggal Suku Dayak Meratus Loksado
Dari warung, titik kumpul kami, menuju Desa Loklahung kami perlu jalan kaki. Namun ketua rombongan memutuskan naik mobil saja yang butuh waktu 5 menit menyusuri jalan sempit beraspal. Kendaraan berhenti di depan 2 buah jembatan gantung.
Jembatan lama bersisian dengan jembatan baru. Saat itu jembatan baru belum bisa digunakan. Jadi menyeberang lah kami dengan merambat sambil berpegangan pada besi berkarat dan meliuk ke permukaan sungai karena pondasinya mulai rebah.
Sejenak saya menatap Gedung sekolah SD di seberang. Kagum saya pada anak-anak di sana yang tiap hari melintasi jembatan ini. Lalu melangkah perlahan melewati pijakan kayu yang beberapa diantaranya tidak lagi berada dalam rel. Di bawah air amandit yang jernih mengalir dengan tenang.
Ditemani Pak Kapau kami menapak jalan tanah yang dipadatkan oleh kerikil. Di sebelah kiri mengalir sungai Amandit. Di sebelah kanan terlihat ladang-ladang di lereng bukit. Selain padi yang ditanam dengan ditujal (membuat lubang dengan tombak) terlihat pula kacang tanah, ketimun, jagung, tomat dan terung ungu.
Penghasilan utama penduduk Desa Loklahung adalah karet, kayu manis, kemiri atau keminting.
Bebatuan, ranting dan pohon terbakar sisa pembersihan ladang masih di sana. Sisa pembakaran akan membuat tanah tambah subur. Untuk saya jadi komposisi unik landscape pertanian yang sudah dipraktekan Masyarakat Dayak Meratus sejak beratus tahun. Angin menerbangkan aroma kulit kayu manis yang sedang dijemur di halaman rumah penduduk.
Baca juga : Bamboo Rafting di Loksado Kandangan Hulu Sungai Selatan
Jalan yang membawa masuk ke Desa Loklahung
Balai Adat Malaris
Di tengah tumit yang mulai sakit karena salah pakai sepatu saya bersyukur Pak Kapau membawa kami berhenti sejenak di halaman Balai Adat Malaris. Tempat para tetua berunding maupun penyelanggaraan tiap upacara dan ritual Masyarakat Dayak Gunung dan Dayak Meratus.
Siang itu halaman rumah Adat Malaris, berdinding anyaman bambu, dan bentuk segi empat dimanfaatkan itu penduduk menjemur padi dan kulit kayu manis. Kulit kayu manisnya tebal dari jenis kayu manis Sinto.
Kami berhenti sejenak bercengkerama dengan ibu-ibu yang sedang menganyam maupun sedang mengasuh anak. Biar lah kalau sampai kami kesannya turis banget. Terutama saya yang minta difoto mengenakan Lanjung, keranjang anyaman yang digunakan masyarakat Dayak Meratus mengangkut barang dengan dicantelkan di kepala.
Balai Adat Malaris ini dijalankan oleh seorang Demang (Damang) bersama para Penghulu Adat dengan membawahi 45 KK.
Baca juga : 5 Tempat Wisata Sejarah di Kabupaten Hulu Sungai Selatan
Balai Adat Malaris dengan lingkungannya yang asri
Wejangan Pak Damang Tokoh Adat Dayak Meratus
Kami amat bersyukur di fasilitasi oleh Dinas Pariwisata Hulu Sungai Selatan (HSS) untuk bertemu dengan tokoh adat Suku Dayak Meratus yaitu Pak Ayal Kosal.
Beliau dengan terbuka menjawab semua pertanyaan kami mengenai adat istiadat di dalam sukunya.
Jadi tahu bahwa sebutan Damang bukan datang dari dalam adat melainkan dari pemerintah. Jabatan diperbarui tiap 5 tahun sekali oleh para Penghulu Adat. Dengan mengajukan dua orang calon, minimal pendidikan SD dan bisa baca tulis. Dua (2 ) calon ini yakni 1 dari adat dan 1 lagi dari warga, akan dipilih oleh Penghulu Ada.
Tugas yang terpilih adalah memelihara wilayah upacara. Mereka juga menjembatani antara warga dengan pemerintah dan wisatawan. Jadi kalau teman-teman bermaksud berwisata ke dalam perkampungan Suku Dayak Meratus sebaiknya melapor terlebih dahulu. Jangan selonong boy kalau tak ingin kena denda atau sangsi yang meliputi pemberian parang atau duit.
Baca juga : Upacara Adat Dayak Sa’ban
Di bawah tulisan ini nanti ada nomor ponsel Pak Kapau, kontak yang bisa teman-teman hubungi bila berniat datang ke Loklahung. Tapi kalau sudah terlanjur sampai cari saja Pos. Dari sini laporan akan diteruskan ke Bapadah, badan yang berhak mengeluarkan izin
Tapi Selingkuh dan menggang isitri orang termasuk pelanggaran adat berat. Penyelesaiannya tidak cukup dalam wilayah adat jadi harus di bawa ke pemerintah Cq. Polisi.
Tapi saya agak heran juga, pemerintah ikut campur dalam pemerintahan adat. Jadi ingat zaman Belanda dimana para pemimpin adat pribumi ditentukan oleh mereka. Ternyata gaya seperti itu masih ada. Setidaknya saya dengar ceritanya dari Pak Ayal, tokoh adat Suku Dayak Meratus Lokasado ini.
Baca juga : Perkawinan Adat Dayak Maanyan Bagunung Perak
Mengagumi seni anyam Dayak Meratus ditemani Pak Kapau
Foto bersama Pak Ayal
Suara Hati Pak Ayal Kosal Sebagai Pemimpin Suku Dayak Meratus Loksado
Bila teman-teman menyangka bahwa seorang kepala desa terpencil tidak memiliki pengetahuan atau punya pemikiran sempit cobalah ngobrol dengan Pak Ayal. Mendengar Pak Demang yang pernah jadi tim sukses Pak Jokowi namun ditinggalkan begitu saja selesai pilpres, kita seperti menerima petuah dari seorang dosen yang sudah banyak makan asam garam kehidupan.
Bagaimana dia mengatakan bahwa tayangan-tayang hiburan di televisi sama sekali tidak mendidik membuat saya tambah kagum pada Dayak Meratus ini. Jatuh hati tepatnya. “Televisi atau media massa selayaknya mendidik bangsa ini seperti layaknya orang tua mendidik anak sendiri. Jangan hanya berpikir soal keuntungan. Memang Anda mau kaya tapi anak-anak rusak moralnya?”
Dalam hal memajukan pariwisata di Loksado, Pak Ayal berharap pemerintah dan masyarakat adat bekerja saling mendukung. Tujuan pemerintah mengembangkan pariwisata daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selayaknya mereka diberi porsi pemikiran sebelum menetapkan beberapa kebijakan.
Baca juga : Festival Budaya Irau Malinau
Dalam bincang-bincang ini saya kembali mendengar hal yang sudah bertahun-tahun dikritisi masyarakat adat di seluruh Indonesia, mengenai pengalihan fungsi hutan adat menjadi hutan negara. Saya tidak mendalami isu ini namun dari suara Pak Ayal saya menangkap kepedihan yang dalam.
Hari semakin siang. Setelah satu jam lebih kami pun mohon pamit. Diakhir perbincangan kembali Pak Ayal menekankan bahwa pengembangan wisata boleh-boleh saja asal jangan masyarakat merasa dirugikan. Keberadaan mereka diakui melalui pelibatan kebijaksanaan yang berpihak pada keuntungan kedua belah pihak yakni pemerintah dan masyarakat adat.
Begitu lah sedikit pengalaman mengenal suku yang dulunya cuma saya baca lewat buku ini. Kagum pada suku Dayak Meratus akhirnya berujung pertemuan dengan mereka
Kontak Pak Damang Ayal melalui Pak Kapau
Telepon : 0853 8922 8173
@eviindrawanto
The only thing you need for a travel is curiosity.
40 comments
Terima kasih banyak, Mbak Evi, atas informasinya. Makin gak sabar pingin ke sana 🙂
Sama-sama Mbak Tanti, semoga perjalanannya sukses 🙂
Mbak, senang sekali ya bisa jalan-jalan ke sana. Berapa jauh jarak ke Balai Adat Malaris ini dari penginapan Alya atau Meratus Resort? Bisakah dengan jalan kaki saja? Saya sedang membuat rencana perjalanan ke sana. Mohon infonya. Terima kasih sebelumnya.
Waktu itukita naik mobil, Mbak Tanti. Tapi tidak lama, sekitar 5-10 menit. Artinya dari Alya (lebih dekat lagi kalau dari Meratus resort) menuju jembatan yang akan membawa kita ke Desa Loklahung bisa ditempuh dengan jalan kaki. Tapi paling baik tentu naik motor, bisa sekalian menyeberang terus ke rumah0nya Bapak Demang 🙂
Ohya Mbak Tanti, di akhir tulisan saya ada kontak Pak Kapau, wakilnya Pak Ayal, beliau akan senang terima kontak dari mereka yang akan berkunjung ke Loklahung 🙂
Artikel yang sangat membius kami untuk berkunjung ke Borneo dengan segera. Terima kasih atas gambaran yang luar biasa. Salam kenal dari kami Situs Hitam
Ayo segera berangkat explore Borneo Mr. Eno 🙂
Mengenal dari dekat kebudayaan masyarakat, mendekatkan hati ada keterhubungan pola pikir, itu yang saya nikmati dari postingan khas Uni Evi ini. Terima kasih Uni, berharap suatu saat bisa jalan barengan. Salam
Betul banget Mbak Prih, mendengarkan dari dekat..Kalimat-kalimat Pak Ayal berisi semua kebijakan universal. Entah tentang alam, budaya, maupun kehidupan sosial..Ketika kita saling menghargai semesta akan menciptakan ruang harmoni yang cocok bagi tempat tinggal semua orang 🙂
Penduduk asli ini makin lama makin terdesak karena terutama pembukaan lahan untuk perkebunan sawit. Pejabat yang berwenang kadang cuma memikirkan untug sesaat, tidak memikirkan kelestarian lingkungan, penduduk asli dan sumbangsih untuk mempertahankan keragaman hayati yang tidak ternilai itu.
Pengalaman saya ditengah hutan di kecamatan Marau kabupaten Ketapang Kalbar, membuktikan betapa semena-menanya perlakuan terhadap hutan perawan yang menjadi sawah ladang suku asli. Dalam kurun 3 tahun 20,000 hektar hutan asli berubah jadi kebun sawit. Miris.
Berpikir pendek dan hanya memenuhi kebutuhan sesaat adalah pokok dari segala kerusakan hutan kita ya Pak…
itu motif anyam anyamannya kereen bangeet 🙂
Betul banget Mas Jar..Polanya artistik dan rumit ya..Tak sesederhana kehidupan di kampung mereka 🙂
Mbak Evi, untuk kerajinan tangannya sendiri mereka pemasarannya ke mana? Trus ini perjalanan kapan ya, Mbak? Seneng banget bacanya serasa ikut ke sana. mengenai hutan, hiks 🙁
Pemasaran kerajinan tangan ini ada yang di bawa langsung ke Kandangan, Mbak Anaz. Dari sana di bawa ke Banjarmasih baru di seber ke berbagai tempat di Indonesia. Pemasarnya mereka lakukan sendri. Ada juga sih yang datang lansung ke sana untuk membeli..Mbak Anaz bisa kontak Pak Kapau dengan nomor di atas kalau tertarik 🙂
Mbak Evi, ini kapan ke sananya? Serasa ikut ke sana membaca tulisannya. Tentang hutan itu, bikin sedih 🙁
Akhir Desember lalu Mbak Anaz..Iya saya cuma dengar selintingan-selintingan saja dari isu hutan adat ini..Pasti bikin perih hati kalau di dalami 🙁
setiap kali membaca daerah pedalaman/Desa, hati selalu teriris pedih dan nelongso, apalagi suku dayak meratus dengan gambar-gambarnya, apapun tentu butuh dukungan disegala lininya dan oleh seluruh anak negeri ini.
sayangnya, para petinggi negeri ini pasti ngga pernah baca artikel blog jadinya mereka yang berwenang nyantey saja.
tapi lumayanlah minimal dengan sajian artikel ini saya jadi paham betapa negeri ini khususnyasuku dayak meratus dan suku suku lainnya mendapatkan doa dari saya:
Salam sehat dan ceria selalu
Tentunya kita akan dapat banyak tahu tentang keunikan dari suku dayak meratus ini dari dekat ya Mba, apalagi bila dijabarkan satu persatu akan menjadi sebauh wawasan yang luar biasa sepertinya Mba. Jadi kepengin ke sana suatu hari nanti. Nunggu sponsor kayanya Mba. 😀
Ayo cari sponsor Pak Indra..Banyak banget yang bisa di gali di Kalimantan Selatan. Tak hanya budaya, sejarah, alam, juga orang-orangnya 🙂
Saya pernah lihat suku dayak asli di Jakarta. Masjid kantor saya pernah kedatangan seorang tokoh suku dayak, entah dayak apa saya lupa, namanya Carrol, karena bapaknya mantan ilmuan dari jerman yang menetap di sana. Ternyata di rimba sana sering didatangi peneliti mancanegara, sehingga warga di sana terbiasa dengan bahasa asing. Dan hal yang membuat saya takjub, beliau bisa bicara dalam 14 bahasa. Wow!
Bstul banget Mas, imej orang dayak yg tertinggal pelan2 mulai sirna. Banyak kok yang berpendidikan tinggi dan berwawasan luas seperi Pak Ayal
aku belum pernah lihat suku dayak asli kak
Yuk jalan-jalan ke Kalimantan Mbak Winny 🙂
Saya dulu sering sekali bolak balik Pontianak karena tugas kerjaan, nah saya masih penasaran dengan kerajinan tangan Dayak ini, nice share 😀
Kerajinan tangan mereka memang unik, Mas, berupa barang-barang yang mereka gunakan sehari-hari
Jembatan goyangnya asyik sepertinya mbak
Asyik lah Mbak Lid…Ngeri2 sedap kata Mbak Muna 🙂
asyik ya mbak bisa berinteraksi langsung dengan mereka…
eh…jembatannya itu lho ngeri2 sedap euy 😉
Iya Mbak Muna. Untung lah sdh ada jembatan baru. Gak kebayang kalau Amandit banjir dan menghantam jembatan ini 🙂
lingkungan di sana masih asri sekali ya bun. 🙂
pasti senang sekali bisa bersapa dengan penduduk Dayak yang ramah. 😀
Banget Mas Agung. Hidup di sini kalau gak punya duit gak begitu sakit hehehe
Makanya ada pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang.
Saya sdh dua kali ke propinsi ini tapi blm sampai mengenal saudara2 kita ini dari dekat
Betul banget Pakded, tak kenal maka tak sayang. Insya Allah yg ketiga bisa sampai ke Loksado. Ada kontak Pak Kapau di atas Pakded 🙂
Waaaa.. Banyak kerajinan unik di sana ya, Mbak.. 😀
Iya Beb..ada juga gelang simpai, gelang yang terbuat dari rotan atau akar kayu.,,:)
Wah Mba, asik ya berkesempatan ke sana. Sepertinya menarik kalau juga ke sana nih.
Seru banget Mas Ryan. Membuka mata bahwa budaya yang kita geluti sehari-hari bukan satu2nya budaya agung 🙂
Semakin banyak yang kita temukan dan digali dari sebuah budaya dan tradisi bangsa Indonesia, semakin banyak sisi keunikan dan daya tarik yang ada sebagai nilai potensi yang harus dilestarikan ya Mba ?
Betul Pak Indra..Hal ini membuat traveling semakin bikin candu hehehe..