Mitos Pohon Aren – Mitos merupakan genre cerita rakyat berups narasi dan memainkan peran penting dalam masyarakat. Mitos mirip dongeng, tidak bersandar fakta, hanya imajinasi. Karakter utama dalam mitos biasanya adalah dewa atau makhluk supranatural lainnya. Di masa lalu mitos sering dianggap sebagai kisah nyata.
Budaya Indonesia mengenal banyak sekali mitos. Terutama di Jawa. Berangkat dari kepercayaan yang dilandasi ajaran dari lingkungan keluarga. Umumnya mitos ini ditanamkan saat kita kecil.
Begitu pun dalam dunia aren juga terdapat mitos. Coba perhatikan dengan seksama gambar pohon aren dalam blog post ini. Sekilas pohon aren ini memang seram ya? Bermisai ijuk hitam di sekelilingnya. Sudah begitu tangkai daun tetap melekat sekalipun sudah tua dan mati. Membuat banyak kotoran terperangkap di sana.
Batang aren juga tempat favorit bagi beberapa jenis burung bersarang. Sisa makanan yang tertinggal akhirnya tumbuh jadi benalu dan membentuk semak. Faktor ini membuat penampilan tanaman yang akrab juga disebut pohon kawung ini tambah seram.
Mitos di sekitar pohon aren pertama berkaitan dengan penampilannya ini.
1. Mitos Pohon Aren Sebagai Tempat tinggal Wewe Gombel
Mitos Pohon Aren yang dihuni makhluk gaib banyak menghantui anak-anak. Salah satunya Wewe Gombel. Makhluk halus berjenis kelamin perempuan, badannya besar, rambut panjang dengan lidah selalu terjulur ke luar. Mereka yang tak patuh atau suka melawan orang tua akan jadi santapan wanita berketiak dan bersusu besar ini. Mereka akan dijadikan anak-anak Wewe Gombel dan tinggal di atas pohon aren yang menyeramkan itu selamanya.
Baca juga  Mitos
2. Mitos Pohon Aren: Dinyanyikan
Mitos yang kedua berkaitan dengan produktivitas.
Ceritanya, sebelum mengambil nira aren untuk dibuat gula, penderes jaman dulu akan bersenandung dekat pohon aren. Sambil mengoyang-goyang tangkai bunga yang akan disadap mereka bersyair melontarkan puji-pujian. Betapa pohon tersebut bermurah hati telah menolong mereka. Dengan begitu pohon aren akan sudi mengeluarkan nira lebih banyak. Ini dilakukan masyarakat Jawa dan sekitarnya.
3. Meratap
Di Minangkabau lain lagi. Alih-alih bersenandung gembira penderes aren di sana malah meratap. Syair dan musiknya dipilih yang sedih-sedih. Bagaimana jika aren tak membantu, keluarga mereka pasti akan sengsara. Maksudnya sama, agar pohon aren jatuh iba dan mengeluarkan nira yang berlimpah.
4. Memakai Baju yang Sama
Mitos pohon aren yang ke empat terjadi di Jawa Barat. Agar aren konsisten mengeluarkan nira, para penderes memakai baju yang sama sejak mulai meninggur sampai tangkai batang bunga habis diiris dan tak mengeluarkan air lagi. Kalau berganti baju dikuatirkan aren terkejut lalu ngambek dan tak mau mengeluarkan nira lagi.
Begitulah beberapa cerita-cerita mitos disekitar penghasil gula aren ini. Teman pernah mendengarnya?
@eviindrawanto
58 comments
Disetiap daerah punya mitos yang sulit diterima akal sehat ya mbak Evi
Betul Mbak Ika. Tapi gak masuk akal itu dari sudut pandang orang moderen. Jaman dulu itu lah yg masuk akal bagi mereka 🙂
kalo pohon aren berbuah emas sebagaimana yang pernah ditunjuk dengan tongkatnya Sunan Bonang benar-benar ada nggak ya?
Sebagai sebuah kias dalam pelajaran hidup, cerita aren berbuah emas dan Sunan Bonang itu pasti ada, Mas Nanang. Emas hijau tepatnya 🙂
pohon aren, pohon asem saya pernah dengar bun
Emang banyak mitos yg terdengar di sekitar pepohonan ya Mbak Lid 🙂
Makasih mba evi. Seneng deh baca cerita-cerita kayak gini. Hehehe
Sama dong kita, Mas Dani 🙂
Baru tahu soal mitos ini, Uni. Lucu juga ya kalau kita meratap sama pohon aren biar dia kasihan dan mengeluarkan nira yang banyak.. Ada-ada saja mitosnya ya Uni… 😀
Ya begitu lah Nyiak…Suatu jaman kan punya logika sendiri 🙂
menyanyi dan meratapi pohon aren itu mungkin sisa2 kepercayaan dinamisme ya uni yg menganggap semua benda sebagai mahluk hidup,
Aku setuju banget, MM. Menyanyi, meratapi dan percaya bahwa pohon ada penunggunya adalah berangkat dari kepercayaan kuno ini 🙂
Saya baru tau bahwa ada mitos-mitos tertentu yang berkaitan dengan pohon aren …
selama ini yang saya dengar hanya pohon bambu saja …
Salam saya Bu Evi
Iya Om, pohon2 besar dana berpenampilan menyeramkan biasanya menghidupi imajinasi kita, salah satunya dengan mitos 🙂
wewe gombel plus meratap, idenya ada komunikasi antara penderes dengan pohon arennya ya UniEvi, agar selalu mengalirkan nira. Salam
Komunikasi antara sesama makhluk ya, Mbak Prih 🙂
Hwaaa .. ada mitos2 macam itu?
Pa kabar kak Evi? Maaf baru main ke mari.
Alhamdulillah kabar baik. Niar juga ya. Makasih Niar 🙂
Mungkin di sini juga ada ya Kak cuma saya gak tahu karena gak pernah akrab dengan pohon ini.
Mungkin saja Niar. Nusantara adalah gudangnya mitos 🙂
mitos yg bikin saya senyam senyum sendiri, tp itulah bagian dari budaya kita dijaman dulu
Betul Zan..Ini bagian dr kearifan nenek moyang kita. Mereka begitu menghargai tumbuhan, alih2 mengeksploitasi malah dianggap makhluk yang dihormati
Aku baru tahu kalo ternyata ada mitos sekitar pohon aren deh mbak.
Begitukah Mbak Reni? Iya banyak sekali mitos seputar pohon dari nenek moyang kita
Mitos di sekitar pohon aren baru saya cengar dengan versi seperti ini Mba, namun pesan tersebut di buat pada masanya dulu mungkin sebagai bahan pembelajaran dan memiliki maksud tertentu. he,, he,, he,,,
Salam,
baru kali ini saya dengar mitos pohon aren. bagi kita yang hidup di era modern tentu mitos sperti itu terdengar sangat tdk masuk akal, tp bagi mereka yg kita anggap ketinggalan jaman, mitos2 smcam itu menjadi satu keyakinan bahwa “segala sesuatu yg ada di alam raya ini ada “penunggunya”, ada yg menguasai selain manusia….ada pihak lain yg mbahurekso, sehingga tdk boleh seenaknya bertindak..”
mungkin…ini hanya pendapt pribadi saya..
Setuju Mas. Dalam pandangan moderen mitos termasuk mistis. Suatu saat kelak, entah ratusan tahun di depan, apa yg kita percayai sekarang mungkin juga akan disebut mistis oleh generasi mendatang itu 🙂
yang pertama itu baru tau mbak..kalau menyanyi dan merapat pernah ada teman yang menceritakannya
hehehe…yg pohonnya ngambek itu lucu jg ya Tan 😀
Iya Teh seperti manusia ya…
Di kampung saya pohon aren yang sudah tua, besar dan tinggi, dulu dipercayai tempat makhluk halus yang sering merasuki orang. Makanya waktu magrib dan matahari pas di puncak kepala dilarang melalui pohon aren, supaya tidak tasapo. Apa itu tasapo? Tasapo = kerasukan.
Makasih Pak Alris. Cerita ini jg mengingatkan saya tentang Tasapo kalau lewat pohon anau 🙂
Saya baru tahu uni bahwa di kampuang para penyadap nira harus maratok dulu sebelum memulainya
Trm ksh uni 🙂
Ini menurut buku yg saya baca, Pak Ded 🙂
dari tata cara memang aneh, tapi dari segi makna semua bermuara pada harapan agar mendapatkan hasil yang maksimal ketika mengambil nira aren, ilmiah atau tidak bertolak belakang dengan agama atau tidak itu urusannya orang-orang jaman sekarang
Nenek moyang kita dulu percaya bahwa alam adalah ibu yang selalu menjaga dan memberi kepada anaknya. Jadi alih2 ei eksploitasi mereka minta dengan rasa hormat ya Mas Narno 🙂
kalau aku diajak Mbak Evi jalan jalan sekali ke ladang aren… pasti sangat senang karena bisa melihat sarang burung yang banyak ya..
Terus sambil motret2 ya, Mbak Dani 🙂
wah…saya baru tahu kalau ada mitos pohon aren tempat tinggalnya wewe gombel…unik juga ini mitosnya bu Evi.
Begitulah Mas Andy, salah satu cerita buat nakutin anak2 🙂
mungkin ada juga mitos yang ‘dibuat’ untuk menjaga kelestarian alam ya mbak…
Nenek moyang kita punya berbagai cara dalam menyampaikan nilai2 kearifan. Saya pikir mitos seperti wewe gombel itu merupakan salah satu cara, Mbak Mechta 🙂
Assalaamu’alaikum wr.wb, mbak Evi….
Lama sekali kita tidak bersilaturahmi ya. Mudahan sihat dan bahagia. Diucapkan Selamat Hari Ibu buat mbak.
Mitos-mitos seperti ini memang terdapat di mana-mana. Malah di Malaysia juga sama atas tujuan untuk menakutkan anak-anak atau meminta sesuatu agar lebih menjadi hasilnya. Semasa kecil saya juga ditakutkan dengan hal yang menyeramkan kepada jenis-jenis pokok yang dianggap berpuaka seperti pokok Ara yang didiami oleh langsuir.
Tanpa disadari, ia perbuatan khurafat dan membawa kepada syirik besar. Astaghafirullah. Mudahan kita tidak menyambung perbuatan seperti ini juga.
Salam manis selalu dari Sarikei, Sarawak. 😀
Waalaikumsalam, Mbak Fatimah.
Iya tampaknya setiap suku bangsa punya cerita mistis fi seputar pohon ya. Terimakasih atas tambahan ceritanya Mbak 🙂
Eh, saya malah baru tahu ada mitos seperti itu Bu Evi 🙂
Saya juga belum lama juga tahunya, Mbak Esti 🙂
Kak Evi, apa kabar? Sudah lama gak update blog?
Mudah2an kabar baik ya ^_^
Alhamdulillah kabar baik, Niar. Iya nih lg malas update blog ini. Makasih ya, Niar 🙂
Saya belum pernah lihat bentuk pohon Aren mbak. Atau mungkin pernah tapi gak tau namanya hehe..
Dan tentang mitos-mitos diatas juga saya baru tahu disini 😀
Waaahhhh, pantes, waktu menjelang magrib saya gak sengaja berdiri dekat pohon aren, nunggu teman, dilihatin orang sepertinya mereka itu ketemu setan kober.
ternyata, pohon aren pun ada mitos2nya ya mbak 🙂
kalau sudah mitos susah juga dihilangin apalagi kalau masyarakatnya awam
baru mendengar mitos pohon aren itu disini uni,
tetapi walau penampakannya serem si pohon aren ini menghasilkan sesuatu yang manis.
Begitu lah Buk. Keseraman pohonnya melahirkan mitos macam-macam. Tapi tak mengurangi rasa manis dari gulanya 🙂
Selamat malam mba Evi, salam kenal dari saya.
Baru pertama mampir ke blog mba ini. Blog yg luar biasa dgn banyaknya tulisan-tulisan bagus disini.
Pohon aren dan gula aren. Tentang mitosnya terus terang tidak banyak yg saya dengar, hanya konon harus bersenandung saat menyadapnya saja. Gula aren itu bahasa Sundanya “gula beureum”. Sekarang sepertinya banyak gerakan untuk kembali mengkonsumsinya kembali. Salah satu sahabat saya di Sukabumi belakangan berusaha dalam penjualan gula aren juga.
Salam,
Dan gerakan mengembalikan pengolahan gula aren dan gula merah ke organik sepertinya juga terus di galakan Pak. Dulu dinas-dinas pemerintah mengajarkan perajin menggunakan sulfit untuk pengawet nira. Setelah masyarakat mulai sadar bahaya penggunaan pengawet kimia tersebut, sekarang mereka ramai-ramai menganjurkan agar mengembalikan pengolahan secara alami.
Terima kasih sudah mampir Pak Titik Asa
mitos yang berkembang aneh-aneh ya 🙂
Sebanyak suku etnis di Indonesia, sebanyak itu pula mitos yang beredar Mas Jar 🙂