Saya menemukan cabe rawit sarat buah ini di kebun percontohan organik milik kerabat di Lampung. Pohonnya segar dan warnanya cemerlang. Karena juga pernah punya pohon cabe rawit di rumah saya agak heran, kok yang ini buahnya tampak berkilat sedang yang punnya saya agak buram? Padahal saya tidak pernah memupuknya pakai zat kimia dan rajin menyiramnya dengan air bekas cucian beras atau ikan.
Terus yang punya pohon cabe rawit cantik ini tanya, apakah cabe rawit saya pernah diajak ngobrol. Errr…Ngobrol? Iya ngobrol layaknya ngomong dengan teman?
Ya enggak lah saya kan punya teman lebih dari cukup untuk diajak chatting alih2 sebatang pohon. „Disitu letak kesalahan, Nyonya” kata yang punya pohon nyengir.
Pohon itu makhluk hidup yang akan bereaksi terhadap rangsangan dari lingkungan. Buktinya dia akan mati kalau tak dapat air, tak mau berbuah jika tanah minim zat makanan. Ok pelajaran biologinya cukup ya, tapi apa hubungannya dengan ngobrol, desak saya gak sabaran.
Ketahuilah pohon jg punya emosi. Hohoho..Entah dimana letaknya pokoknya pohon tahu kalau mereka disayang oleh tuanya. Ada vibrasi antara kita dengan pohon disekililing kita.
Sebelum saya memikirkan ilmu mistik lalu si kerabat menceritakan tentang penelitian ilmiah. Itu tentang tanaman hias yang diputarkan lagu klasik tiap hari. Mereka yang dikenalkan pada Beethoven cenderung menghasilkan bunga lebih bagus ketimbang yang tidak. Kecuali mendengarkan musik
mereka dirawat dengan cara yang sama.
Cerita kerabat ini jadi menguak ingatan saya pada novel The Celestine Prophecy. Dalam novel ini juga ada cerita seperti ini. Bahwa makanan yang akan masuk ke dalam tubuh kita, yang akan meningkatkan kesehatan kita seharusnya diperlakukan dengan hormat.
Sampai disini terdengar logis. Tapi ngajakin pohon2 ngobrol? Sepertinya saya butuh waktu yang banyak untuk membiasakan diri 🙂
— Evi
From WordPress Mobile
38 comments
[…] Uduk Aris dinikmati dengan sambal rampai. Mungkin kontennya cuma cabe merah, tanpa rawit, jadi tak begitu pedas. Saat dituangkan keatas nasi uduk yang wangi itu, rasa asam dan manis yang […]
Kalau malu,ngobrolnya dalam hati Mbak..Efeknya sama kok he he
Tks tipsnya Mbak Dani. Iya hingga saat ini belum tega ngobrol bersuara dengan pohon2ku. Tapi kalau dalam hati sudah mulai. Tadi aku latihan motret yg modelnya bunga2 di taman tetangga. Sebelum mencet aku ngomong gini : ” Permisiiii..aku potret ya..Ayo tampilkan sudut-sudut terindah darimu ” Hahaha…
Jadi ingat teman saya, agar tanamannya subur, berbunga dan berbuah, setiap memberi pupuk, menyiangi dan menyiram, dia mengajak ngobrol tanamannya…hehehe…
Eh..tapi saya juga suka ngobrol dg tanaman lho mbak…(pelan2 tapi…dan saat tak ada orang, hehe…) Tapi ttg hasilnya bagus / tdk saya tidak begitu perhatian, hanya senang saja…. *dan saat nulis ini saya merasa bersalah krn sudah agak lama melalaikan sesi obrolan dg tanaman ini 🙁 *
Hahaha..Iya, agak “gimana gitu” rasanya kalau sesi ngobrol dg sahabat hijau kita dilihat oleh orang lain. Soalnya sudah tertanam dalam bawah sadar kita bahwa bicara ya harus dengan makhluk yg pandai berbicara juga..Good luck Mbak Mechta, semoga sukses ngobrolnya tanpa terlihat
baru denger terus jadi penasaran..
kebetulan di belakang dan depan rumah banyak juga tanaman yang sekarang kurang terawat..
mau coba ngajak ngobrol sama jemani dan golcin..sapa tau bener jadi lebih sehat dan indah..
terima kasih infonya bu…
Iya Pak, setelah disiram yang cukup dan diberi pupuk, mari kita bereksperimen dengan pohon masing-masing. Ngajak mereka ngobrol dan berakrab2 dengan mereka. Sapa tahu hasilnya lebih memuaskan seperti cabe rawit milik saudara saya ini 🙂
pengen menanam cabai sendiri…tapi di jakarta engga ada lahan…
pakai pot, hasilnya kaya apa nanti…enak kali kalau makan tahu goreng tepung lalapannya metik di pot sendiri…
Pakai pot saja Tina, habis itu jangan lupa di rawat terus diajakin ngomong biar tumbuhnya bagus. Makan cabe dari kebun sendiri dan metik sendiri rasanya “lain” lho 🙂
sudah banyak yang bilang begitu mba, bikin saya penasaran aja pengen punya tanaman 2 pot aja, terus membuktikan deh, yg 1 diajak ngobrol, yg 1 dicuekin, kira2 yg subur yang mana ya hehehe
btw itu cabe yg mengkilat, pedes juga ga mba?
jangan nanti tampilan cantik tapi rasanya tetep enakan rawit kampung pula ‘kan 😀
Hahhaha..Ayo Mbak Nique..Nanti jangan lupa bikin laporan ya..
Cabe mengkilap yg sering diajak ngomong itu, tetap gak berani untuk aku coba Mbak..Aku pikir mereka pasti lebih pedas malah 🙂
Assalaamu’alaikum wr,wb, mbak Evi…
Sangat benar apa yang dijelaskan oleh tuan punya pohon cabe rawit yang segar itu, mbak. Ngobrol dengan apa juga jenis makhluk ciptaan Allah mempunyai tindak balas positif yang sangat hebat. Kita sepertinya mempunyai hubungan psikologi yang tidak keliatan tetapi memang wujud.
Saya juga berpengalaman dalam menyegarkan tumbuhan “lidah buaya” yang semakin suram warnanya (kuning) yang mahu bersiap sedia untuk mati kerana tidak disiram air oleh pemiliknya (emak saya).
Lalu kerana sayang melihat bentuk lidah buaya yang besar dan menarik kalau ia menghijau segar, saya ngobrol dengannya setiap 3 kali sehari dalam seminggu sambil menyiraminya dengan air biasa.
Ternyata tindakan positif berlaku dan lidah buaya itu kembali segar, gemuk dan mengijau cantik, berkilat seolah mahu mengucapkan terima kasih kerana sudi untuk bersahabat dan menyayanginya. Masya Allah. Saya sangat bahagia melihat keindahannya yang semakin merebak tumbuhnya.
Semoga cabe rawit mbak Evi akan sesegar seperti foto di atas dan bisa dikongsikan pada lain ketika sebagai pembuktiannya. 😀
Salam persahabatan dari Sarikei, Sarawak.
Waalaikumsalam Mbak Fatimah.
Wah ini testimoni menarik dari pengalaman sendiri. Masuk akal. Kita kan bagian dari alam ya, mestinya terkoneksi melalui energi satu sama lain. Menyayangi makhluk lain entah hewan atau pohon, berarti kita kembali pada struktur dasar pembentuk kehidupan yaitu cinta. Mentang2 pohon tak pandai bicara bukan berarti mereka tak punya bahasa ya. Bahasa mereka yg paling jelas adalah memperlihatkan kehidupan sempurna seperti pohon lidah buayanya Mbak Fatima sebagai ucapan terima kasih karena telah di sayang dan di rawat.
Terima kasih sudah berbagi Mbak. Salam dari pinggiran Jakarta 🙂
Perkembangan kedepan memang semua yang kita konsumsi harus organik mengingat semakin banyaknya gejala-gejala penyakit akibat pola makan yang seringkali tercemar oleh bahan-bahan kimia.
Pada mulanya, seluruh pertanian di dunia bersistem organik ya Pak Amin. Namun gara-gara ada kebutuhan untuk mensurplus produk pertanian lahirlah revolusi hijau yang membentuk wajah pertanian moderen sekarang. Namun kemudian terbukti bahwa itu perlu kita bayar mahal, rusaknya lingkungan dan menurunnya mutu kesehatan manusia yang mengkonsumsi produk penuh muatan kimia buatan. Yah suatu hari, seiiring meningkatkan pendidikan masyarakat dunia, kita akan kembali pada pertanian organik 🙂
Aku suka post. E
tapi cabe itu pedeess bu 😀
http://pingenmp3.wordpress.com
🙂
Terima kasih 🙂
test test…kok komennya gak masuk yha ?
Lah ini masuk kok 🙂
hihihi…salam kenal mbak.
saya punya taneman cabe di taman belakang, buahnya lumayan banyak, lumayan sebulan ini gak beli cabe 😀 sepertinya perlu diajak ngobrol juga nih, biar bulan depan juga gak perlu beli cabe rawit hhahahahaha…….
Sering2 lah diajak ngobrol Mbak Vivink, mereka pasti akan membalas budi. Namun sebelumnya jangan lupa disiapkan juga orang rumah agar mereka gak salah sangka nantinya hahaha…
kalo cabe ini smakin diajak ngobrol smakin puedesss… hahaha
mari kita ber-empati dengan para tumbuh-tumbuhan yang berperan penting dalam kehidupan
Meski veteran sebagai orang padang, hingga saat ini aku tetap gak berani menggigit cabe rawit Mas Ari. Pedesnya itu bikin gak kuku..hehehe..
nah boleh nih dicoba tipsnya, ngajak ngobrol
soale aku tuh ya Bu musuhan banget sama taneman, entah kenapa taneman Papa yg segarbugar setiap kali aku pegang pasti deh layu kemudian mati, aneh
Kok bisa gitu sih Miss Titi? Tapi aku kira bukan karena tanamannya memusuhi, kebetulan saja kali Miss Titi tanaman-tanaman yang mau mati. Mungkin karena kasihan jadi di pegang2 deh…:)
aku juga nggak ngerti Bu Evi kenapa bisa begitu, tapi selalu begitu kejadiannya, makanya nggak berani deh aku kalau disuruh ngerawat2 tanaman, mati pasti ujungujungnya. aneh ya, harusnya perempuan kan identik sama ngerawat tanaman, aku sih nggak bisa. nanem bibit apapun nggak ada yang tumbuh, heran makanya hihihi
Kok aneh ya Miss..Jangan2 dirimu butuh di ruwat sedikit hehehe..
Memang paling enak berkebun sambil menyenandungkan nyanyian, sambil menghibur diri.
Sukses selalu
Salam
Ejawantah’s Blog
Setuju Bro..Berkebun sambil bersenandung akan menggembiran si penyanandung dan pohon2 yg di rawatnya. Salam sukses juga untukmu Bro 🙂
berarti bunga dan tanaman yg ada di dapurku juga ikut mendengarkan musik klassik yang aku putar dari radio lokal ikut mendengarkan ya mbak, lha aku itu pagi, siang malam netelnya musik klassik terus 😀
boleh juga tuh mbak tipsnya, ngajak ngobrol tanaman, Insya Allah ntar aku coba, soalnya pengen juga punya tanaman secantik cabe rawit di atas :D, trims ya
Pasti bunga yg tumbuh dekat dapur itu sehat ya Mb Ely. Sebab katanya jg tumbuhan yg sering di pandangi dengan rasa sayang jg akan lbh sejahtera hidupnya 🙂 Selamat berlatih bicara dng tanaman kesayangan 🙂
Pantesan ibu saya kalo nyiramin bunga-bunga koleksinya suka muji2 sendiri…. begitu ternyata..
Ibu ternyata punya insting yg baik Mas Toto 🙂
Iya bu.. sepertinya begitu. Beliau bertangan dingin, hampir semua tanaman yg ditanam pasti numbuh dan berkembang. Namun ya begitu tidak punya jiwa bisnis, kalau teman2 arisan ada yg tertarik tinggal ngambil saja..hahaha.
Sampai dulu pas jamannya tanaman gelombang cinta juga begitu, ada yg minta, ambil deh 😀
Hahaha..Ibu rumah tangga sejati, polos, lugu dan berhati welas asih. Maknya pohon2 betah dekat beliau Mas Toto..Gelombang cinta waktu itu disumbangkan? Wah..Emang sosial banget 🙂
Walah, baru tau kalau tanaman di dengarkan musik bisa berbunga/berbuah lebih banyak. serius kah??? ada bukti ilmiahnya ga?
Pohon rawitnya emang terlihat indha banget. pengen metik dan menggigitnya dengan bakwan hangat. hehehe 😀
Haha..kalau menurut yg cerita itu serius Mb Icha..kalau kebenarannya mesti cari dulu google dulu kayaknya. Tapi biar cantik dan cemerlang begini, dia tetap cabe rawit Mbak. Rasanya pedas 🙂