Inilah gambaran saya tentang pria gagah di masa lalu 🙂
Dunia kanak- kanak dan remaja saya adalah komik, novel, cerita silat dan koran bergambar dari POS Kota. Mungkin seperti anak-anak yang sekarang kecanduan pada games di komputer dan internet, buku cerita adalah surga tempat menenggelamkan diri. Tidak seperti realitas yang lama sekali berubah sehingga terkesan tidak ada perubabahan sama sekali alias begitu-begitu saja, masuk ke dalam buku kita bertemu dunia yang sama sekali lain. Dari Api Bukit Manoreh di Jawa sampai Meletusnya Gunung Agung atau Tambora di Bali dan lombok, Mandala si Buta dari Gua Hantu membawa kita pada petualangan yang tidak memerlukan jarak, baik secara geografis maupun pengalaman. Buku cerita tidak mengharuskan kita menjalani realita bahwa jarak Jawa dan Bali serta Lombok harus ditempuh berbulan-bulan, mungkin monoton dan meminta banyak pengorbanan sebelum Mandala bertemu kembali dengan pengalaman seru, menyelamatkan penduduk kampung dari bahaya baik letusan gunung merapi maupun penindasan orang jahat.
Beralih ke Ko Ping Hoo, kita naik gunung es, masuk ke kebun-kebun peony, ke kuil-kuil, ikut kerasukan memahami jurus naga mematuk gunung. Disini bertemu pendekar-pendekar bergelar aneh, mulai dari si pincang tersuruk di bumi sampai ke pendekar pemetik bunga. Mengenal hirarki sosial dunia persilatan, intrik-intrik mengalahkan lawan sampai kepada apa yang disebut sebagai sikap ksatria sesungguhnya. Bahwa ketika kalah dalam suatu perkelahian, Anda hanya perlu berlatih lebih keras lagi bukan dengan memelihara dendam untuk menghancurkan diri sendiri.
Begitu lah, kita bisa berganti-ganti teman tiap hari. Bila hari ini Winethou dari Apache, mungkin besok adalah Oki dan Nirmala dari istana bunga, Zorro, Hercules, dan Superman pria terkuat di muka bumi. Kita menyukai mereka semua dan berpikir mereka tidak pernah keberatan menyertakan kita kemanapun mereka pergi. Kalau mereka masuk kuil untuk menyembah dewa-dewa, patung-patung atau api, kita berdiri di pinggir, mendengarkan doa-doa di lantunkan dan memahami mengapa mereka tidak shalat seperti yang dilakukan oleh para kerabat, teman-teman di dunia nyata. Dan kita akan sabar sekali mengikuti doa-doa tersebut sebab seperti bunga berwarna-warni, tiap doa mengandung keindahan tersendiri.
Di kehidupan nyata, dunia tidak bergerak semerdeka dalam buku. Kegandrungan pada wisata pikiran contohnya harus dibayar dengan keajaiban lain, jebloknya hasil ulangan di sekolah, menerima omelan dari Ibu karena tidak punya waktu membantunya mengerjakan pekerjaan rumah misalnya. Kalau sudah begitu saya menginginkan ada tangga ke langit, bisa dipanjat dan menyembunyikan saya dari teman-teman dari negeri dongeng dan Ibu. Tidak tahu juga apa yang akan dikerjakan disana tapi pasti ada yang lebih baik dari sekedar menghayal dan pergi ke sekolah setiap pagi.
Dalam kematangan sekarang, ketika menengok kebelakang, saya melihat lebih jernih bahwa imajinasi ajaib versi kanak-kanak seharusnya tidak terbuang begitu saja. Menjadi dewasa tidak harus memakukan orang pada satu identitas terutama bila identitas tersebut mendatangkan kepedihan. Bukan maksudnya mengganti sama sekali sehingga keluarga menjadi sulit mengenali melainkan menggesernya, mendefinisikan ulang diri sendiri, menampilkan diri yang hakiki seperti dibentuk Tuhan sebagai mahkluk yang diciptakan dengan pemikiran sempurna. Kita dapat menciptakan dunia penuh kegembiraan seperti dalam buku cerita sebab penderitaan yang sekarang menggantung dalam jiwa hanyalah apa yang telah kita putuskan untuk di lekatkan dalam diri. Bahwa kita manusia gagal, kita tidak bisa, kita tidak mampu kadang hanya kamufase dari kenyataan sesungguhnya bahwa kita TIDAK MAU.
Dalam dunia kanak-kanak tidak terdapat istilah menyerah, gagal dan tidak mau mencoba lagi. Pada awalnya mungkin menangis ketika jatuh dari sepeda, kalah dalam permainan atau dicurangi teman. Namun setelah itu kanak-kanak bersukacita kembali, merdeka menceburkan diri mengarungi kegembiraan yang ditawarkan hidup. Anak-anak tidak punya masa lalu maka itu tidak pernah memberi cap buruk kepada diri sendiri.
Menjadi orang dewasa berimajinasi kanak-kanak? Oh itu memang butuh belajar…:)