Shah Cheragh Masjid Syiah Iran – Shiraz merupakan ibukota Fars, salah satu provinsi di Iran. Kota dengan sejarah yang panjang, bisa ditelusuri balik sampai 2500 tahun ke belakang. Pernah menjadi kedudukan tahta Cyrus Agung, kota seremonial penggantinya Darius, tonggak kejayaan cucunya Xerxes. Peninggalan 3 orang penguasa Persia ini, dalam bentuk paling nyata bisa dilihat di Persepolis.
Berkeliling di kota Shiraz kita akan pernah mati gaya. Mereka penyuka cerita masa lalu akan menemukan banyak sekali bangunan bersejarah. Tak sekadar yang dihias dengan indah yang salah satunya adalah masjid Shah Cheragh yang interiornya mirip dengan istana dalam cerita 1001 malam.
Masjid Shah Cheragh Seperti Istana Dongeng Ini Sekaligus Monumen Pemakaman
Sekilas lihat tempat ini hanya berupa bangunan masjid, banyak fase, penuh mozaik dan ukiran seperti halnya semua bangunan bersejarah di Iran. Yang menandakan ini adalah masjid, kubah birunya penuh kaligrafi dari motif khas Persia.
Shah Cheragh artinya adalah Raja Cahaya. Kalau kita masuk ke dalam akan langsung memahami arti nama tersebut. Berasal dari potongan-potongan cermin kecil dan pecahan kaca, menimbulkan kilau yang meliputi hampir dinding dan langit-langit. Belum lagi lampu-lampu kristal dan lantai marmer yang memantulkan sinar di bawahnya.
Baca juga Makam Sunan Muria di Gunung Muria
Tapi itu hanya asumsi saya. Karena pelekatan nama Raja Cahaya sejatinya terkair dengan cerita legenda, masa lalu, dan asal-usul berdirinya tempat ini.
Ceritanya sekitar 900 Masehi ada seorang musafir yang melihat cahaya dari jauh. Saat ia mendekat diketahuilah bahwa cahaya tersebut berdatang dari sebuah kuburan. Setelah digali terdapat tubuh seorang imam yang mengenakan setelan baju besi yang berkilauan.
Dilarang Membawa DSLR dan Mirrorless ke Dalam
Video dalam Masjid Shah Cheragh
Pagi itu itu masjid ini adalah destinasi kami yang pertama di selama di kota Shiraz. Matahari menghangat saat kaki memasuki halaman muka kompleks bangunan. Dari jalan kelihatan seperti bangunan pemerintah lainnya, sederhana dan penuh lengkung. Siapa sangka ini lah tempat ziarah penting bagi umat Islam Syiah di Iran.
Setelah mendapatkan tiket kami pun antre memasuki jalur masuk yang memisahkan laki dan perempuan. Gerbang di belakang tirai dan pintu sempit ternyata dilengkapi alat pen deteksi logam.
Baca juga Makam Sunan Gunung Jati Cirebon Jawa Barat
Pengunjung diperiksa dengan diraba persis seperti protokol pemeriksaan di Bandara
Tiba giliran kami penjaga bukannya mempersilakan seperti pengunjung lain malah menarik saya dan teman-teman agar menepi. Bingung juga awalnya karena merasa tak melakukan kesalahan apapun.
Di tambah lagi mereka berbicara bahasa Parsi yang tidak kami mengerti. Karena guide kami laki-laki, beda jalur masuk, jadi tidak tahu apa maunya mereka. Ketika mereka menunjuk-nunjuk ke kamera yang kami sandang baru lah pada nyambung.
Ternyata pengunjung dilarang membawa kamera besar seperti DSLR atau mirrorless ke dalam. Hanya diizinkan membawa ponsel. Jadi kami balik badan lagi untuk menitipkan kamera ke tempat penitipan barang.
Sambutan Guide yang Ramah
Selain jadi tempat ziarah yang penting bagi umat Syiah Iran tempat ini juga terbuka untuk wisatawan dalam dan luar negeri. Utamanya beragama Islam.
Sebelum memasuki kawasan mereka membawa kami duduk beralaskan karpet merah di ruang semacam lobby. Selain ingin mengenal kami lebih banyak (maklum Indonesia kan mayoritas beragama Islam Suni :)), menerangkan segala sesuatu itu tentang masjid ini termasuk filosofi yang mereka anut. Walau Islam Sunni atau Syiah, kami bersaudara.
Baca juga Jalan-Jalan ke Petilasan Nyi Roro Kidul
Salah satu guide juga membawa Turbah, kepingan tanah liat berasal dari Karbala, sebuah tempat berlangsungannya peperangan dan tewasnya Imam Hussein, cucu Nabi Muhammad. Tempat itu disucikan oleh kaum Syiah.
Turbah bertuliskan kalimat-kalimat untuk memulikan Imam Hussein. Selain sebagai alat bantu berdoa, juga dipercaya bisa menyembuhkan penyakit.
Shah Cheragh Masjid Syiah Iran Monumen dan Keindahan Iman
Memasuki lobby mata langsung disergap maha karya para artis Persia. Merekatkan keimanan ke dalam karya seni hasilnya memang tidak main-main.
Di langit-langit, kubah perak dengan pantulan cahaya dari serpihan potong kaca dan lampu-lampu, hanya membuat saya menganga dan tidak begitu hirau oleh penjelasan guide. Saya sibuk mengagumi dan memikirkan bagaimana sebuah keimanan dan kepercayaan melekat dengan begitu indah di sebuah bangunan.
Jendela yang lebar dan dibiarkan terbuka, mosaik kaca patri, membuat tempat ini jadi hamburan cahaya yang dibiaskan kesana kemari.
Jantung masjid Syah Cheragh adalah sebuah makam yang terletak persis di bawah kubah. Juga sebagai pusat bangunan masjid. Untuk menuju ke sana, jalur lelaki dan perempuan kembali dipisahkan. Sekarang kami dituntun oleh petugas perempuan yang berhijab hitam.
Keadaan di dalam membuat saya semakin ternganga. Seluruh dinding dihiasi pecahan cermin berbentuk musik khas Persia. Tapi kita tidak bisa bercermin secara sempurna di sana. Bayangan kita dihamburkan oleh ratusan pecahan cermin sehingga tidak jelas benar bagaimana ujud kita. Inilah hakikat kita sebagai manusia, tidak ada yang utuh atau sempurna.
Kaum wanita memenuhi isi Shah Cheragh Masjid Syiah Iran siang itu. Ada yang berdoa dengan khusuk, mengaji, duduk di pojokan sambil menangis, atau hanya tafakur dan berkomat-kamit merangkul doa. Suasana hening, udara terasa dingin. Saya tidak melihat kehadiran pendingin udara atau AC. Mereka hampir tidak mempedulikan kedatangan kami.
Makam Ahmad Ibnu Musa
Setelah menyusuri lorong lorong akhirnya kami sampai juga ke sentral masjid. Di sanba berdiri musolium dari Imam Ahmad Ibnu Musa. Sudah ada di sana sejak tahun 1130-an, awal didirikan masjid Shah Cheragh ini.
Bangunan asli sudah musnah. Baik karena dihancurkan dengan sengaja, peperangan dan bencana alam.
Barulah sekitar abad ke-14, Ratu Tash Katun memperbesar bangunan dengan menambahkan sekolah keagamaan. Selain membuat perbaikan dan dekorasi makam dengan ratusan ribu keping kaca berkilauan dan ubin marmer berwarna.
Makam berbentuk segi empat mirip Ka’bah itu di pagar besi di sekelilingnya.
Relik segiempat berwarna perak dan kehijauan, penuh kaligrafi. Dilengkapi jendela melengkung, tinggi sekitar 3 meter. Dari balik pagar kita dapat mengintip ke dalam.
Makamnya sendiri dikelilingi parit kecil yang penuh uang kertas dan logam yang dilemparkan oleh peziarah. Di atas kepala makam terdapat sebuah rak yang berisi Alquran.
Para peziarah kaum wanita Iran dengan memejamkan mata, mencium dan meletakkan tangan mereka di atas kisi-kisi makam. Tak seorang yang berdoa tanpa menangis.
Setelah selesai mereka meninggalkan tempat tersebut sambil mundur. Maksudnya jangan sampai membelakangi makam yang menandakan sikap tidak hormat. Tradisi di Shah Cheragh Masjid Syiah Iran terasa semakin khusuk.
Karena banyak yang yang akan melakukan ritual serupa kami pun tidak boleh berlama-lama disana. Saya pun mengintip sebentar dengan perasaan campur aduk. Dan berjalan biasa, dengan memunggungi makam meninggalkan tempat itu. Itu bukan sikap tidak hormat. Saya hanya lupa karena tidak terbiasa berjalan mundur.
15 comments
Kalau lihat ke tempatnya langsung, efek megahnya pasti lebih berasa ya, mba?
How lucky you are able to see yourself.
Megah sekali masjidnya, mbak Evi. Aku yakin aslinya lebih keren lagi, berada di tengah bangunan yang agung. Persia sebagai salah satu peradaban pelopor memang menarik banget dijelajahi bagi mereka penyuka sejarah ya.
Duh, jadi nggak enak nih ada nama saya di cerita ini. Ahahaha.
Aku juga darindulu tuh kagum banget sama beberapa bangunan di Iran. Pengen rasanya bisa ke sana.
Suatubtempat, kalau dibangun dengan hati pasti hasilnya akan menyentuh hati orang yang datang ke sana. Hal itu nggak bisa dibohongi 🙂
Indahnyaaa… Terima kasih mba Evi, sudah berbagi keindahan ini. Duh..ingin ke sana juga..semoga Allah kabulkan. Aamiin..
Amiiin. Insya Allah kalau semua sudah normal kembali, Mbak Tanti juga datang ke sini ya..
Menarik ini sih, bisa belajar sejarah pun disajikan indahnya bangunan. Untung gawai sekarang kameranya mumpuni semua, sehingga saat memotret pun bagus.
Terkait jalan mundur yang tidak diperkenankan, sebenarnya ini sama dengan beberapa tempat, untuk menghormati. Terkadang kita yang tak terbiasa memang secara refleks melakukan kesalahan. Biasa itu dimaklumi
Iyaaa kamera gawai bisa menangkap foto yang kita inginkan. Namun tidak se-detail camera sesungguhnya. Apa lagi kalau pencahayaan kurang, mesti sabar aja deh jadinya 🙂
Wahhhh bagus banget, kapan saya bisa ke situ ya, sayangnya ngga boleh bawa kamera atau mirrorles kedalam masjid ya
masyaallah tabarakallah mba indah sekali tempatnya, saya belum pernah ke Iran, hope someday I will be there soon,, menikmati keindahan pesona Iran dan berkunjung ke tempat ini. interior dan design masjidnya sangat unik, megah, dan indah sekali, kayak dari batu-batu marmer pualam berkilauan.
MasyaAllah indah sekali bangunan masjidnya ya, mbaa. Baca tulisan mb Evi jadi serasa berada di sana. Terima kasih sudah berbagi cerita dan gambar, mbaa
Wow banget ini baca judulnya aja bikin gak sabar menjelajahi tulisan, dan yes bener. Itu kubah cakep banget! Eh ternyata interior dalamnya gak lalah wow pengen banget suatu hari ke sana. Sholat di sana pasti khusyuk ya, meski boleh diexplore turis, tapi dengan gabole bawa kamera profesional jadi tenang. Kita yang mau foto bs pakai HP cukup. Thanks for sharing kak
Asal hatinya hanya menghadap Allah,tidak memasalahkan syiah-sunni )seperti saya :)), pasti khusuk lah Mbak. Aura tempat itu turut membantu
Suka deh baca artikelnya Kak Evi.
Wisata seperti ini juga menambah wawasan karena ada cerita sejarah yang bisa kita ketahui.
Namun sepertinya saya belum kepikiran nih untuk ke Iran, hehe…
Kalo Kak Evi sih traveler handal, udah ke mana-mana yaa.
Apakah ada pantangan yang disampaikan oleh tour guide kaitannya dengan melangkah mundur meninggalkan makam itu, mbak? Atau hanya sebagai sikap penghormatan saja? Interesting sih.
Arsitektur di dalam masjidnya keren banget ya! Salut.
Seingat saya, untuk kami, guidenya gak ngomong sih Mas. Atau saya saja yang kurang nyimak ya