Pelanggan yang Baik – Berhati-hatilah Terhadap Mereka
Dalam dunia konsumsi, saya pikir, saya seorang pelanggan yang baik. Karena hampir tidak pernah melayangkan komplain kepada produsen produk atau service yang pernah saya beli. Itu bukan berarti saya jago belanja sehingga produk atau service selalu memuaskan. Tapi lebih pada rasa malas membuang energi yang tak perlu. Apa lagi jika produk tersebut tidak terlalu mahal harganya.
Berikut contoh beberapa kekecewaan belanja tapi saya tak komplain.
- Beli Cuciwis (kol kecil untuk lalap) di sebuah supermarket besar. Dalam packing produk tampak mulus dan segar.Tapi begitu di buka hendak dimasak beberapa ulat kecil kejar-kejaran lari keluar. Rupanya bagian busuk di tutup oleh bagian yang bagus di permukaan.
- Pengalaman belanja di pasar tradisional. Pernah beli sekilo daging atau ikan. Saat iseng ditimbang di rumah beratnya kurang 1-1.5 ons.
- Berpikir bahwa tukang sayur langganan takan pernah berbohong. Pernah kecewa pada si tukang sayur langganan karena membayar lebih mahal ketimbang tukang sayur lain. Padahal kualitas barang juga di bawah tetangga itu.
- Di Bandung pernah merasa tercekik karena semangkuk bubur nasi plus sepotong kecil goreng ayam dihargai Rp. 40.000 per porsi . Bayangkan betapa sakit hatinya saat mengeluarkan Rp. 120.000 untuk 3 porsi bubur ayam. Benar-benar merasa di rampok saat itu. Di sini saya mengeluh sedikit. Disamping makanannya sudah masuk perut, salah sendiri mengapa tak teliti sebelum membeli.
Tahu kah teman-teman apa yang saya lakukan untuk mengobati kekecewaan itu? Mencoret merek yang bikin kecewa itu dari daftar belanja. Dan takan dua kali mendatangi tempat makan yang menggetok pelanggannya.
Pelanggan yang Baik dalam Tanda Kutip.
Pelanggan yang baik alias pelanggan tidak puas tapi tidak melayangkan komplain ternyata bukan saya sendiri. Ada riset yang mengatakan bahwa hanya 4% dari pelanggan yang kecewa melayangkan komplain atas ketidakpuasan mereka terhadap produk/service yang dibeli. 96% persen lainnya memilih diam. Dan 91% diantara pelanggan yang baik itu memutuskan tak membeli lagi. Rupanya saya berada di lingkaran 91% itu.
Feedback Pelanggan
Idealnya saya tidak perlu selalu jadi pelanggan yang baik. Bila terdapat kekecewaan seharusnya saya memberi feedback kepada orang-orang berkepentingan. Kalau tidak bagaimana mereka tahu atas ketidak puasan kita?. Namun karena malas dan keterbatasan waktu saya memilih memutuskan hubungan diam-diam.
Siapa yang akan rugi di sini? Yang utama si produsen lah!
Ada kebiasaan buruk yang dilakukan para pebisnis. Mereka hanya kebakaran jenggot kalau kehilangan pelanggan besar. Pelanggan kecil yang tak puas dibiarkan hilang di rimba lebat kesulitan. Sebagai pengusaha saya tahu persis ada banyak alasan yang melatar belakangi mengapa itu terjadi.
Tapi pebisnis yang cerdik tak melakukan hal seperti itu. Bila pelanggan kecil ini sanggup memberi keuntungan sebesar Rp100.000/bulan, dalam 5 tahun, perusahaan telah gagal memetik keuntungan sebesar Rp.6.000.000, bukan? Dan itu hanya dari 1 pelanggan.
Untuk teman-teman entreprenuers yang kebetulan membaca tulisan ini, coba sekarang hitung sudah berapa banyak pelanggan yang hanya membeli satu atau dua kali saja dari produk Anda?
Pelanggan Cerewet dalam Tanda Kutip
Entrepreneur seharusnya berterima kasih kepada pelanggan yang cerewet. Walau ada yang minta ampun susah di puaskandan, mereka membukan jalan bagi perbaikan bisnis kita. Gunakan mata mata mereka yang tajam untuk memperbaiki kelemahan produk kita.
Seberapa sering teman-teman komplain atas produk yang tak memuaskan?
@eviindrawanto