Nenek saya punya satu wejangan yang selalu saya ingat tiap kali menatap bunga mawar. “Mawar tetap cantik tak masalah dimanapun tumbuhnya”. Kebenaran ungkapan itu lagi-lagi tak bisa dibantah saat menatap kuntum-kuntum mawar diatas diletakan dalam bak semen menunggu untuk dikemas. Di sore yang gerimis, ditempat pengepakan bunga, di sekitar taman nasional Gunung Gede, saya merenungkan kembali kalimat nenek.
Terus saya sedang membaca Novel Sepatu Dahlan, hadiah juara pertama dari kontes Indonesia Bangkit dari blognya Pakde Cholik. Disitu bertemu ungkapan serupa, nasihat Ibu Dahlan kepada anaknya. Bunyinya kurang lebih “Le, sumur yang bening itu akan dicari timba, tak masalah dimanapun letaknya”.
Begitu lah nenek moyang kita yang punya tradisi kuat membaca alam. Dalam tradisi Minangkabau analogi seperti itu disebut Alam Terkembang jadi guru. Kehidupan kita, tak masalah bagaimana rumitnya, punya cermin di alam. Tinggal memilih apakah mau seperti mawar cantik dan sumur bening itu ataukah lebur bersama lingkungan yang tak kondusif.
Salam,
49 comments
Alam kan seperti universitas terbuka dengan banyak fakultas jeng.
Kita kadang lupa bersyukur bahwa Allah menciptakan udara yang gratis kita hirup. Begitu susah nafas harus membeli oksigen.
Salam hangat dari Surabaya
Iya Pakde, jika dalam jiwa kita telah tertanam rasa syukur, betapa alam semesta ini sebagai wadah bagi penyaluran berkah Allah kepada kita. Kita bisa belajar dari mana saja, bahkan kepada makhluk2 kecil yg sering tak dianggap. Dari semut kita belajar tentang kerja keras dan kerja sama. Dari virus kita belajar cara membelah diri agar kuat..Pokoknya cuma perlu kesungguhan kita dalam membuka mata dan melakukan apa yg harus dilakukan, maka dunia jadi milik kita. Begitu ya Pakde 🙂
Lebur atau hanyut jangan sampai kehilangan jati diri ya jeng
salam hangat dari Surabaya
Betul Pakde, kita hanya wajib meleburkan diri pada hal-hal baik yg sifatnya universal 🙂
tetap jadi diri sendiri saja ah bun
Setuju Mbak Lid. Orang lain di desain bagi peruntukan mereka sendiri dan kita di desain untuk kegunaan diri kita. Jadi biarin dah orang lain jelek, tukang korupsi, tukang rugiin orang lain, yang penting kita kan enggak 🙂
betul alam memang mengajari kita…. bahkan tempat yang baik buat kita berkaca… sip postingnya..
Bro, alam punya kearifan. Karena kita bagian dari alam, maka kita terkena hukum-hukum kearifan tersebut. Itu lah buku yang mesti sering kita tengok, gimana isinya dan gimana pula menterjemahkannya..
Assalaamu’alaikum wr.wb, mbak Evi…
Bunga mawar memang indah mbak, di mana-mana aja diletak, pasti menyeri suasana. Saya ingin sekali menatap bunga mawar biru. Sudah diwujudkan dengan kebijakan manusia. Cuma belum melihat dengan mata sendiri.
Alam adalah guru bagi seni. Alam ditundukkan dengan cara menurutinya. Namun begitu, alam menjadi derita dengan tangan-tangan manusia yang tidak berbudi bahasa.
Selamat buat mbak dan salam manis selalu.
Semoga sukses dengan lomba2 yang disertai, saya mendokong semua usaha mbak Evi. 😀
Waalaikumsalam Mbak Fatimah 🙂
Di tempat pengepakan bunga yg saya kunjungi, juga ada mawar biru, tapi tidak berasal dari alam, berasal dari gincu saat mawar putih dicelupkan ke sana. Gak asli tapi tetap cantik..
Indah betul ungkapan Mbak Fatimah, alam ada guru bagi Seni. Tanpa alam seni takan ada ya Mbak…Alam menderita karena perbuatan kita, tapi suatu saat dia akan membuat keseimbangan, dengan hukum sebab akibatnya. Jika kita merusak alam, bukan mereka yg rugi, tapi kita.
Terima kasih atas supportnya. Semoga Mbak Fatimah juga berjaya di segala usaha 🙂
Filosofinya sangat dalam, mbak…saya pernah mendengar perumpamaan mawar itu diganti dengan intan.
Walaupun dibuang ke lumpur, intan tetaplah intan, dia akan berkilau dimana saja dia berada…
Betul Mbak Irma, satu lagi perumpaan seperti mawar itu adalah intan. Intan takan luntur hanya karena dia terbenam di lumpur..Semoga negara kita segera punya intan-intan tersebut, sudah gerah melihat negara kita dipecundangi orang asing mulu, gara2 korupsinya yg gak nahan ini 🙂
Iya bu, nenek moyang memang lebih pintar membaca dan merawat alam
dan generasi sekarang malah merusaknya 🙁
Kita sedang beralih dari masyarakat tradisional ke masyarakat moderen Mbak Esti. Moderen secara fisik doang tapinya. Nah kalau nanti kita benaran sdh moderen, luar dalam, kita akan kembali menghargai alam. Coba deh kita lihat perangai penduduk negara-negara maju, setelah puas meneksplorasi alam dan membuat lingkungan mereka rusak, setelah secara ekonomi relatif mapan, mereka mulai peduli sangat pada lingkungan. Walaupun masih “bangsat” sedikit, sekarang mereka merusak alam di negara-negara berkembang. Nah nanti, anak-anak kita mudah2an lebih cerdas, gak gampang di bohongi tuan-tuan pendatang hehehe..
Ada saatnya mengejar agar jadi mawar dan sumur bening, tapi ketika terpaksa lebur ya jangan sampai hancur…
dan sumur bening itu sudah ditemukan oleh timba-ku..
blog ini dan penulisnya.. 🙂
selamat sore uni,
dalam bukik yang hujan
membaca ini menambahkan bening.
Amay, aku begitu tersanjung dianggap sumur yang bening hehehe..Tapi sambil ngeri lho karena belum merasa demikian..Tapi Insya Allah, pengennya emang begitu, wish us luck May..Mari kita belajar dan capai bersama.
Bagaimana mana malam ini, apakah masih hujan di Bukik..Wuuu..dingin banget dong ya? Tapi salah hangat dari Serpong May..
semoga qta pun bisa selalu cantik seperti mawar yaaa….
Amin..Insya Allah Mbak Diana, asal kita tak berhenti belajar pasti bisa 🙂
Mantap mbak…
Dalam ya maknanya…
Nenek moyang kita punya kecerdasan paripurna Un, jadi bisa melihat segala sisi antara alam, kehidupan dan manusia..Jadi bisa deh mereka menarik garis merahnya 🙂
soal alam yg memberikan kita pengajaran, setuju …. 😀
titik …
Diterima. Titik! 🙂
Ikut menghidu harumnya mawar dan beningnya air sumur dari tulisan Uni Evi yang inspiratif ini. Salam
Malam Mbak Prih. Terima kasih. Kan belajar juga dari Mbak yg kalau nulis seperti aku mendengar gending jawa, tenang dan mendamaikan 🙂
Ikut menimba di beningnya sumur ini ya mbak Evi…apalgi disuhi keelokan mawar..ah..jadi krasan deh 🙂
Hehehe..Mbak Mechta bisa aja..Mawarnya emang elok banget Mbak. Baru di petik, masih segar, dan harumnya masih santer 🙂
Wejangan yang dalam …
Tp kalau istilah “Mawar berduri”, mungkin cuma ada di lagu kali ya … xixixixi …
Mawar berduri emang ada kok Mas. Tapi yg sakit hati gara2 mawar berduri emang cuma dlm lagu
Kadang kita terlalu ego mbak yach…terlalu meninggikan logika dan ilmu pengetahuan, lupa kalau filosofi alam di sekitar kita adalah sebuah guru yang luar biasa untuk mendidik moral kita, terima kasih mbak
Mereka yg terlalu meninggikan Ego dan logika termaduk orang yg merigi, Bli. Alam semesta terlalu luas jika hanya diisi dua kata benda abstrak tersebut 🙂
Aku suka sekali dengan pepatah ‘alam tekembang jadikan guru’, benar sungguh 🙂
Dan mawar2 itu, alangkah indah rupanya, meski hanya tergeletak …
Alam takambang jadi guru, walau asalnya dari Minangkabau, tp berlaku universal kok Mb Keke. Mari kita adobsi bersama-sama 🙂
Nenek moyang kita bijaksana banget ya mbak…sayangnya penerusnya punya kebijaksanaan sendiri yang sama sekali gak bijak sampe akhirnya yang mawar, yang sumur bening, yang intan, yang emas, pada akhirnya terkubur begitu saja…
Bener ya mbak, alam itu mengajarkan kita banyak sekali hal. Kita bisa belajar dari semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas. Dari pelanduk, bangsa yang lemah, tetapi yang membuat rumahnya di bukit batu. Dari belalang yang tidak mempunyai raja, namun semuanya berbaris dengan teratur….
Nenek moyang kita bijaksana banget ya mbak…sayangnya penerusnya punya kebijaksanaan sendiri yang sama sekali gak bijak sampe akhirnya yang mawar, yang sumur bening, yang intan, yang emas, pada akhirnya terkubur begitu saja…
Bener ya mbak, alam itu mengajarkan kita banyak sekali hal. Kita bisa belajar dari semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas. Dari pelanduk, bangsa yang lemah, tetapi yang membuat rumahnya di bukit batu. Dari belalang yang tidak mempunyai raja, namun semuanya berbaris dengan teratur…. Banyak banget pelajaran dari alam ya mbak, dan karena kita adalah bagian dari alam maka mau gak mau pelajaran itu berlaku juga bagi kita…
ikut menghirup aroma sejuk nya yaa….
semoga saja hati dan kita nya indah seperti mawar 😀
mawar memang cantik dan harum… indah di pandang..
kalau semua mampu belajar dari alam, kedamaian mungkin akan tercipta…
beuhhh.. andai ajja Indonesia saat ini masii seperti dulu dengan tradisi kerajaan nusantara yang kental dan kuat 🙁 hiks hiks
saya ingin berkomentar, tapi hanya dua yang terfikir kemudian
1. komentar saya akan lebih panjang dari postingan ini. karena postingan ini memiliki makna yang sangat dalam
2. speechless..
Lagi lagi postingan yang punya nilai filosofi yang dalem banget…
*bengong cantik*
Keren mbaaaaa 🙂
O iya mbaaaaa…
buat sementara aku pindah blog dulu ya mbaaaa 🙂
wah bener juga, sumur yang bening akan dicari oleh timba-nya. Wih kalimat sederhana namun memiliki makna yang cukup mendalam.
Semoga saya bisa menjadi air bening itu, sehingga dicari-cari sama si timba. #halah 🙂
Berpegang teguh pada kebenaran di manapun berada, rancak. 🙂
Alam takambang jadi guru, dari alam kita belajar semua ilmu pengetahuan yang ada di planet ini…
Wow…memang tak terbantahkan kebenerannya ya Uni..
Kecuali ketemu kalimat lbh indah dr mawar, emang belum terbantahkan Teh Orin 🙂
ya kalau kita tetep mau survive dan tak tergoda dengan berbagai macam godaan maka kita akan tetep indah dan bening mba hehe..
salam kenal ^^
Tantangannya kan di sana ya Mas, mencegah agar tak tercemar oleh godaan.
Salam kenal kembali 🙂
Semua yg dihadapan kita pada hakikatnya adalah guru, agar kita bisa berproses dan tumbuh berkembang. Tinggal kita saja yg memilah-milahnya. Sukses selalu mbak …