Menjadi perempuan dewasa itu unik. Faktor  biologis seperti rahim dan payudara jadi  sumber ide berbagai bentuk hukum dan aturan sosial di seluruh dunia. Seperti menjadi perempuan dewasa berarti harus mengandung. Maka lahirlah hukum-hukum yang mengatur peran sosial, ekonomi, hubungan kekerabatan dan lain-lain.
Mengandung membuat gerakan perempuan dewasa melambat. Karena itu mereka diposisikan sebagai mahkluk lemah. Saat-saat menunggu kelahiran , menyusui dan merawat bayi, membuat perempuan di fitrahkan sebagai mahkluk domestik feminim. Itu berarti harus jinak pada dinamika maskulin.
Menjadi perempuan dewasa dan fungsi biologisnya
Sejarah mencatat bahwa rahim dan payudara adalah alat revolusi sosial. Yang paling awal dari masyarakat berpindah (nomaden) menjadi masyarakat menetap. Rahim dan payudara penyebab diketemukannya sistem bercocok tanam dan pertanian. Menjadi perempuan dewasa dengan alat biologisnya itu tidak memungkinkan hidup terus menerus di alam terbuka. Maka mereka mencari gua untuk melahirkan dan merawat bayin.
Menetap di gua berarti disana tidak selalu tersedia binatang buruan untuk makan. Karena itu perempuan dewasa mencari tempat tinggal di tepi sungai. Dan sungai tidak hanya menawarkan ikan yang berlimpah, tapi air melengkapi kebutuhan dasar. Biji-biji sisa makanan yang dilempat sembarangan pun tumbuh subur. Dan bercocok tanam pun di mulai.
Perempuan Dewasa Berperan Ganda
Bila ada anggapan bahwa kegiatan perempuan berkarier di luar rumah sebagai penunjang sumber penghasilan keluarga, merupakan produk dari budaya modern, mungkin mereka tidak begitu tahu apa yang terjadi di masa lalu. Memang budaya urban yang timbul belakangan membuat definisi sendiri tentang peran perempuan. Menempatkan sesuatu pada tempatnya, atau memberikan sesuatu kepada yang berhak, kata mereka. Pijakan berfikir seperti ini dalam keterkaitannya dalam mendidik anak serta membangun keluarga harmonis.
Sekalipun begitu, yang kalau bisa romatisme urban menginginkan perempuan tetap berkutat di lingkungan domestik, keyakinan-keyakinan paternalistikpun tetap mengakui bahwa perempuan tidak pernah kehilangan peran magisnya  sebagai sumber pancari nafkah. Sekalipun diembel-embeli sebagai penunjang (bukan tulang punggung) ekonomi keluarga.
Seperti ibu dalam foto diatas, yang berperan sebagai tangan ke-2 setelah suami dalam industry gula aren. Suaminya menyadap nira, si ibu yang memasak dan menjadikannya gula aren untuk kemudian dibawa ke pasar oleh suami.
Salam,
@eviindrawanto