Apa sih yang tetap di dunia ini? Tidak ada. Segala sesuatu akan berubah. Yang hidup akan mati. Yang tinggal akan berpindah. Yang muda akan tua. Yang kecil akan besar. Yang baru akan usang. Begitu seterusnya. Tidak berkesudahan. Kecuali perubahan itu sendiri, dia mengambil tempat di jalur abadi.
Pagi ini saya tercenung mengenang sahabat keluarga kami tiba-tiba saja pergi menghadap sang Khalik. Kecuali perokok berat, Bapak ini adalah teman yang menyenagkan, ayah dan suami yang baik, penganut agama yang sholeh dan pegawai yang mestinya akan membuat bangga negeri ini karena idealismenya. Prinsip hidupnya mempesona: Memberi pengaruh baik kepada setiap orang. Menurutnya, kita tidak perlu ikut-ikutan mengkritik carut-marut negeri ini sementara kita punya peluang untuk merubahnya. Kalau tidak bisa besar-besaran, lakukan saja dari yang terkecil, diri sendiri, keluarga, kolega, baru meningkat ke RT sampai negara.
Tapi itu lah, menjadi orang baik saja bukan lah syarat untuk berumur panjang. Allah SWT yang menggariskan hukum semesta seadil-adilnya, tidak akan memberi prioritas apakah orang baik atau bajingan, ketika kita meracuni tubuh, tubuh akan keracunan. Merokok tampaknya sepele, tapi ketika dilakukan bertahun-tahun di tambah lagi stress tingkat tinggi, maut yang sebetulnya tidak pernah jauh dari kita tidak perlu mengetuk pintu untuk menunaikan hajatnya. Tiba-tiba saja jantung berehenti berdetak. Irama teratur yang kita bawa dari rahim ibu itu tidak mampu meneruskan tariannya . Dia menyerah, tidak peduli pada fakta betapa berartinya kita bagi orang-orang tercinta. Betapa negara kehilangan potensi sebagai salah satu sumber menuju kebaikan.
Teman-teman dan koleganya yang kehilangan, itu pasti. Saya saja sampai perlu beberapa kali meyakinkan diri bahwa dia sekarang sudah tidak ada. Yang paling membuat tercenung adalah istri dan anak-anaknya. Sebesar apa kehilangan yang mereka rasakan, hanya Allah yang tahu.
Yang jelas aliran hidup dalam keluarga itu akan berubah secara besar-besaran. Sewaktu saya tanyakan apa langkah selanjutnya, jawabnya bercampur air mata. Bah sang Ibu memikirkan untuk mencari pekerjaan atau membuka, belum pasti. Yang jelas dia perlu menenangkan diri terlebih dahulu, mengurus pensiun dan memastikan kelangsungan pendidikan anak-anak tidak terganggu sama sekali. Artinya dia tidak bisa pulang kampung dalam waktu dekat.
Saya amat bersyukur terhadap fakta bahwa ibu ini cantik, masih muda dan punya gelar sarjana. Kalau saja dia memutuskan bekerja kembali, sejumlah instansi tentu punya satu kursi lagi untuknya. Begitu pula kalau dia memutuskan jadi entrepreneur, mestinya tidak ada masalah, toh sekarang dia lebih independen dalam membuat keputusan, sSesuatu yang sangat penting dalam dunia ini.
Salam,
— Evi