Kalau ada sesuatu yang membuatku hanyut secara suke rela itu adalah musik dan lagu. Seorang Agnes Monica dengan Matahariku, misalnya, bisa jadi media alternatif untuk menyigi sisi-sisi jiwa yang tersembunyi. Mungkin aku tidak mampu menjelaskan dari nada dasar apa lagu itu di mulai, tapi aku bisa mengatakan bahwa lagu itu datang dari padang bebas di sudut batin terlepas dari ikatan norma sosial yang harus di patuhi.
Barusan mendengarkan Demi waktu-nya Samson. Seperti membaca legenda yang indah. Berjumpa dengan jiwa-jiwa terang yang telah mengalami transformasi, pernah hidup pada suatu jaman seperti nabi, kaum sufi atau orang-orang yang dianggap suci. Keindahan kisah mereka tidak terletak dalam pendengaranku, tapi dalam pencapaian pribadi mereka yang ditarik keluar dari pikiranku lewat lantunan lagu Samson. Begitu sederhananya musik yang tak pernah kukuasai satupun alat instrumenya :).
Alam semesta adalah musik atau musik adalah miniatur dari alam semesta. Karya kehidupan adalah improvisasinya. Sementara tanga-tangga nada tidak lain adalah manusia-manusia yang menangkap musik dengan segenap jiwanya. Mereka yang menemukan kunci ini, konon, disebut-sebut lebih intuitif, memiliki inspirasi dalam mewujudkan berbagai wahyu.
Dari seorang sufi India yang kubaca bukunya, musik adalah harmonisasi dari sebuah improvisasi. Tidak ada yang terlalu keras atau terlalu lembut. Tidak ada yang terlalu cepat atau terlalu lambat. Musik adalah soal ketukan. Ketidak harmonisan dari bermacam-macam bunyian direkat dalam ketukan nada yang kemudian diterjemahkan otak kita menjadi seni bunyi.
Lalu musik membawa kita pada gerak tubuh. Ada penjelasan ilmiah mengapa ritme pada musik bertransformasi jadi gerakan. Sayang sedang tidak punya waktu menelaah. Yang jelas aku menyukai aerobics dan step aerobics bukan karena fungsi olah raganya semata. Saya menyukai olah raga ini karena di dalamnya ada musik lalu seni choreography-nya.
— Evi Indrawanto