Setelah pernik-pernik urusan pernikahan Febryandie selesai kami meninggalkan kampung. Tujuan pertama langsung Ke Maninjau. Nah dalam perjalanan menuju Maninjau ini, beberapa ratus meter sebelum masuk ke mulut kelok-44 — sebuah jalan yang melingkari pinggang danau– kami menemukan beberapa kios penjual kacang goreng.Rupanya ini termasuk salah satu atraksi, memberi makan segerombolan monyet yang akan kami temui nanti.
INI TENTANG CINTA
Oleh: Evi Indrawanto
Betul saja, baru masuk kelok no.2 terlihat beberapa ekor keluar dari tempat persembunyian dan bahkan ada juga yang sudah duduk2 di tepi jalan. Begitu mobil melambat serentak mendekat, dengan kepala menengadah dan mata berekedip-kedip penuh harap, dengan sigap menangkapi kacang-kacang yang keluar dari modil.
Adalah kebiasaanku atau mungkin juga bawaan orok atau aku memang mendapat kesenangan sendiri ketika berkesempatan mengamati tingkah-polah satu gerombolan. Iya, kita menyebut mereka monyet. Dan konotasinya bisa jadi amat negatif jika di tujukan kepada manusia. Tapi dari panggung alam ini aku melihat pantulan apik dari karakter kita, manusia. Ada yang malu-malu, ada yang ragu-ragu, ada yang menangkap sekedarnya yang berarti dapat syukur kalau enggak punya teman gw embat. Ada pula yang lincahnya menangkap setiap butir kacang dan memasukannya ke mulut. Nah yang paling nyebelin melihat yang serakah, apa saja yang mampir di samber, dikumpulkan dalam tangan dan di pegang erat-erat.
Tapi dari sekian suguhan karakter tersebut, aku terpesona pada seorang ibu yang sedang memangku dan mungkin menyusui bayinya. Tidak seperti teman-temannya yang melompat kian kemari, si ibu ini bertengger di atas sehelai ranting, hanya memandang sayu dari kejauhan.
“Ternyata rasa keibuan itu bersifat hewani. ” kataku. Entah merasa tidak rela atau menatap sang ibu monyet menimbulkan reaksi kimia tertentu dalam otak, tampaknya perasaan keibuan seluruh penumpang bangkit. Kami berhenti untuk memberikan bagiannya. Penumpang pun berebut melempar satu persatu. Sayang, walau sudah berusaha keras, karena hanya menggunakan satu tangan sementara tangan lain tetap mendekap sang anak, kacang-kacang itu kebanyakan luput dari jangkauan. Seorang penumpang merasa iba, dia turun, mendekat dengan maksud menyodorkan agar kacangnya lebih mudah ditangkap.
Tapi monyet itu, seperti kebanyakan kita, dituntun oleh insting purbakala yang yang tidak mempercayai makhluk lain di luar habitatnya. Dengan mengapit sang anak, akhirnya si ibu lari terbirit-birit menjauh dari kami.

previous post