Adakah hidup yang sempurna? Apakah kalau bahagia hidup kita sudah sempurna? Tidak! Untuk beberapa hal aku termasuk makhluk bahagia. Sulit mengatakan mengapa tidak bisa mengatakan bahwa aku bahagia?
Mengaku sebagai orang bahagia bukan berarti hidup terbebas dari aral-aral merintang. Sudah dari sananya tidak satupun manusia punya tiket VIP sebagai makhluk istimewa. Sama seperti orang lain, hirupan pertama oksigen tiap orang harus dengan menangis. Langkah pertama dilewati dengan merangkak dan jatuh beberapa kali. Bagitu pula saat belajar naik sepeda terpaks mengelus rasa sakit di lutut yang berdarah. Mengemudikan mobil pertama kali telah menerima omelan orang gara-gara menyerempet kendaraan mereka tidak sengaja.
Intel Inside
Sekali lagi Hidup bukan lah sesuatu yang sempurna. Seharusnya tak seorangpun berniat seperti itu. Memang ada beberapa orang yang tampak istimewa. Dari luar mereka punya segala syarat untuk bahagia. Namun apa yang tampak diluar bukanlah hidup yang sesungguhnya. Coba saja dijulur lebih dalam pasti ada saja bopengnya.Tak percaya? Coba sesekali jadi detektif dan selidiki lebih dalam kehidupan orang yang selalu menebar pesona di media massa.Pasti ada saja hal yang akan menguatkan argumen bahwa hidup bukanlah sesuatu yang sempurna.
Yang perlu disukuri adalah Allah menanamkan semacam chips yang sampai saat ini belum kutemukan letak persisnya dimana. Kadang terpikir ada di kepala. Kadang lagi dalam dada. Tapi dimanapun tertanam dia berada di dalam diriku dan dirimu. Dia milikku dan milikmu. Dialah tools bisa digunakan untuk menangani semua ketidak sempurnaan itu.
Visi
Chips itu memampukan kita melihat jauh ke depan dalam sudut dan perspektif berbeda. Jika terdapat batu besar yang menghalangi, chips itu juga memperlihatkan bahwa diatas baru besar tumbuh mawar yang menjadi alasan mengapa kita harus naik kesana.
Setelah menikmati kecantikannya, chips kemudian memperlihatkan beberapa jalan alternatif untuk melewati batu. Bisa memanjat atau melompat, pilih apa saja, yang penting kita bisa menyeberang.
The way the chip goes on
Pendidikan dan lingkungan menentukan cara kerja chips dari orang perorang. Bila aku melompat, memetik bunga dan meneruskan perjalan aku tahu aku telah menyelesaikan satu misi. Tapi aku mungkin telah memanjakan egoisme. Tentu aku bisa lewat dan meneruskan perjalanan untuk menjumpai penghalang berikut. Sementara kelana lain di belakang perlu membuang waktu lagi mencari cara melewatinya. Kalau seperti itu chips tersebut tidak begitu bermanfaat seperti seharusnya dia diciptakan.
Idealnya adalah aku mencari pengungkit. Menyingkirkan batu sama sekali dari jalan. Agar mereka yang dibelakang bisa mengalokasikan waktunya untuk menyingkirkan penghalang-penghalang lain di jalan lain. Demikian seharusnya peradaban manusia dibangun.
Ini tentang target
Kita dirancang untuk selalu mempunyai goals. Banyak kebahagiaan yang bisa diraih ketika kita goals tersebut tercapai satu persatu .
Dan aku punya chips itu! Selama napas masih berhembus dia akan membantu membaca peta, membantu transformasi pada tujuan-tujuan yang kuinginkan.
Masa sih aku tak boleh mengklaim sebagai manusia bahagia?
–Evi