Saya heran bin takjub terhadap beberapa news letter yang saya langgani melalui email. Mereka menuliskan hallo, apa kabar atau dear Evi pada salam pembukanya. Sadar bahwa nama saya bukan satu-satunya di sana , terpikir penulis newletter itu memiliki bakat besar untuk disenangi.
Siapa sih yang tidak suka ketika namanya disebut penuh keakraban? Maaf, tidak pernah dengar tuh!
Kekaguman jadi bertambah saat menyadari kemungkinan newsletter itu memiliki ratusan pelanggan. Bayangkan betapa kerasnya usaha melawan kebosanan mencet keyboard dan tombol send demi mengapai Evi, Soraya, Kabayan dan lain-lain dalam hitungan ratusan kali. Oh my God!
Akhirnya aku tahu!
Tapi itu dulu, duluuu….sekali, ketika wawasan saya masih terpenjara dalam cetakan gula aren. Sekarang sudah tahu bahwa kebiasaan menulis surat satu persatu kepada setiap orang seperti yang di lakukan oleh juru kampanye Presiden Roosevelt , Jim Farley, hanya terjadi sebelum tahun 1932.
Pekerjaan menyapa secara personal kepada ratusan atau ribuan pelanggan sekarag bisa di lakukan dalam satu kali pencet tombol. Berkat software computer yang memang sengaja ditemukan untuk membangun citra keramah-tamhan, penuh perhatian dan sekaligus jualan.
Hanya yang mengherankan, tak masalah betapa palsu dan dinginya sapaan-sapaan tersebut, tetap saja yang menorehkan kata-kata Evi lah yang menjadi alasan utama mengapa saya membuka sepucuk newsletter. Sebuah hal yang sangat mencengangkan atas perhatian yang diberikan kepada sebuah nama, bukan?
Mengapa Kita Menyukai Nama Sendiri?
Kegilaan ini mungkin berawal dari keinginan manusia untuk berbeda dengan menonjol diri dalam kelompoknya. Harapan agar tampak lebih cemerlang dari yang lain bukan hanya privilege kaum narsisme modern yang tak bisa hidup tanpa facebook, Twitter, blog dan mailing list. Keinginan untuk ‘dianggap” oleh orang lain ada dalam gen kita. Umurnya sudah setua peradaban kita sendiri.
Untuk berbeda, orang tua mengawali dengan memberi kita nama. Tak masalah betapa konyol terdengar di telinga, di beberapa tempat di Indonesia, pemberian nama di kawal oleh doa dan upacara. Nama adalah sesuatu yang unik menandai kita dari orang lain.
Itu yang jadi sebab mengapa sebagian besar orang menaruh minat besar kepada nama mereka sendiri.
Namun janga lupa, permainan ini berlangsung dua arah. Jatuh cinta pada nama sendiri hanya setengah dari permainan. Kita juga harus mengingat nama orang lain. Eksekutif atau usahawan yang tidak bisa mengingat nama-nama bisa dikatakan mereka juga tidak mengingat bagian penting dari bisnis mereka sendiri.
Jadi seberapa sering Anda melupakan nama, terutama milik mereka yang tidak masuk ketegori ‘penting’ dalam daftar jaringan sosial anda saat ini?
Cukup banyak? Well, coba perkecil jumlahnya….:)
Salam transformasi