Kata orang, sesuatu yang ditawarkan secara cuma-cuma itu berbahaya—biasanya hal itu melibatkan entah suatu trik atau kewajiban tersembunyi. Pokoknya secara psikologi rumit lah. Jadi sesuatu yang kita anggap bermanfaat seyogyanya memang kudu dibayar. Dengan membayar, kita akan terbebas dari keharusan mengucapkan rasa terima kasih dan merasa bersalah telah menerima pemberian dan yang lebih penting lagi akan terhindar dari tipuan.
Tapi tampaknya postulat diatas tidak berlaku untuk majalah ini. Sekalipun segala sesuatu yang gratis dari internet patut di curigai, sejak bulan Oktober 2007, secara teratur saya mendapatkan free copy dari Asia Food Journal yang dikirimkan langsung dari Singapura ke rumah saya di Serpong.
Isinya kurang lebih iklan juga. Namun promosi mereka dirancang secara sedemikian rupa, sehingga saya sebagai pembaca tidak jengkel karena terintimidasi oleh kalimat-kalimat jualan ala kecap no.1.
Untuk Edisi Januari 2008, saya merasa tercerahkan oleh informasi semacam Singapore Develeps Cold-chain Standard yang bercerita soal cold-chain management untuk sayur-sayuran dan produk segar lainnya dalam mengantisipasi Singaporeans yang semakin makmur dan semakin tinggi pula tingkat sadar kesehatannya.
Tujuan dari cold-management tidak hanya menjaga kesegaran sayur dan buah tapi juga untuk memperlama waktu simpan dan mengurangi tingkat kerusakan.
Tay Khiam Back, president of the Singapore Fruits and Vegetables Importers and Exporters of Association mengatakan integrasi untuk sayur dan buah dalam cold-chain management angkat mengangkat industry ini. “Since it is important for everyone to understand the benefits of this standard, the Singapore Fruits and Vegetables Importers and Exporters Association will encourage the industry to use and implement the standard.” Katanya.
Mudah2an produk sayur dan buah dari Indonesia tidak kesulitan beradaptasi dengan keharusan pasar dari si kecil cabe rawit, Singapura.
Evi
http://gula-aren.blogspot.com